Advokat Meridian Dewanta, SH., ” Kapolres Sikka Tindak Tegas Aipda Ihwanudin Ibrahim dan Pidanakan Oknum Polisi Yang Lakukan Pelecehan Seksual Terhadap Anak Di bawah Umur”

MAUMERE : WARTA-NUSANTARA.COM–Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTT/TPDI-NTT/Advokat Peradi, Meridian Dewanta, SH menyatakan, ” Kapolres Sikka, AKBP Moh. Mukhson, S.H., S.I.K., M.H harus Tindak Tegas Aipda Ihwanudin Ibrahim dan memidanakan Oknum Polisi Yang Lakukan Pelecehan Seksual Terhadap Anak Di bawah Umur” yakni, Aipda Ihwanudin Ibrahin di Kabupaten Sikka belum lama ini.
Sebagaimana diketahui bahwa seorang oknum anggota Polres Sikka, yaitu Aipda Ihwanudin Ibrahim yang merupakan Kapospol Parumaan – Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka telah dilaporkan ke Polres Sikka pada tanggal 18 Maret 2025 karena diduga telah melakukan pelecehan seksual terhadap seorang siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) berusia 15 tahun berinisial KJN.
Advokat Meridian Dewanta, SH., kepada Warta-Nusantara.Com, Minggu, 23 Maret 2025 menjelaskan, Pelecehan seksual oleh Aipda Ihwanudin Ibrahim bermula sejak bulan Agustus 2024, saat dia meminta nomor telepon korban (KJN) saat korban sedang membantu istri oknum polisi itu untuk menjaga kios selepas pulang sekolah.
Selanjutnya korban sering dihubungi pelaku melalui aplikasi messenger dan melakukan panggilan video call, dimana dalam beberapa panggilan video call itu Aipda Ihwanudin Ibrahim diduga telah memamerkan alat kelaminnya serta mengajak korban untuk berhubungan badan dengan iming-iming uang sebesar Rp 1 juta.
Karena merasa ketakutan, korban selalu mematikan ponselnya setiap kali Aipda Ihwanudin Ibrahim melakukan panggilan video call, akan tetapi oknum polisi itu terus mengulangi perbuatannya, walaupun korban juga telah mengingatkan bahwa ia telah memiliki istri.
Korban memiliki bukti tangkapan layar (screenshot) dari salah satu panggilan video oleh Aipda Ihwanudin Ibrahim, selain itu ada juga saksi yang menguatkan adanya dugaan pelecehan seksual oleh IW terhadap korban.
Dalam pemeriksaan oleh Propam Polres Sikka, Aipda Ihwanudin Ibrahim pun telah mengakui perbuatannya yang telah melakukan panggilan video call kepada korban sambil menunjukkan alat kelaminnya serta mengajak korban berhubungan badan dengan iming-iming uang senilai Rp 1 juta.
Kami mengapresiasi kinerja Kapolres Sikka AKBP Moh. Mukhson, S.H., S.I.K., M.H yang sejauh ini telah berupaya menuntaskan pelanggaran disiplin dan kode etik oleh Aipda Ihwanudin Ibrahim, dengan membebastugaskan dan menahan yang bersangkutan di Rutan Polres Sikka.
Oleh karena penjatuhan sanksi disiplin serta sanksi atas pelanggaran kode etik tidak menghapus tuntutan pidana terhadap anggota polisi yang bersangkutan, maka Kapolres Sikka AKBP Moh. Mukhson, S.H., S.I.K., M.H kelak juga harus menggelar proses penyidikan untuk mempidanakan Aipda Ihwanudin Ibrahim sesuai ketentuan pidana dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL.
Bila merujuk pada ketentuan Pasal 7 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL, maka dugaan pelecehan seksual oleh Aipda Ihwanudin Ibrahim terhadap korban yang masih di bawah umur itu bukanlah delik aduan, tetapi merupakan delik biasa yang selalu bisa diproses tanpa bergantung pada adanya pengaduan atau laporan dari korban atau pihak yang dirugikan.
Pasal 7 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL, berbunyi :
(1) Pelecehan seksual nonfisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pelecehan seksual fisik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a
merupakan delik aduan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Korban Penyandang Disabilitas atau Anak.
Pada pokoknya kami dan seluruh masyarakat menghendaki agar Kapolres Sikka AKBP Moh. Mukhson, S.H., S.I.K., M.H benar-benar melakukan penegakan hukum secara berlapis terhadap Aipda Ihwanudin Ibrahim, baik penjatuhan sanksi disiplin / kode etik maupun pemberian sanksi pidana sehingga ada efek jera yang menakutkan, apalagi perilakunya sangat mencoreng citra institusi Polri.
Jika Aipda Ihwanudin Ibrahim hanya diberikan sanksi disiplin / kode etik tanpa dilakukan proses pidana terhadapnya, maka
Kapolres Sikka AKBP Moh. Mukhson, S.H., S.I.K., M.H bisa dinilai sebagai Kapolres yang lembek dan tidak tegas, sehingga hal itu justru membuat pelaku tiarap sesaat lalu berpotensi melakukan tindakan serupa di masa mendatang.
Patut juga kami tegaskan bahwa terhadap proses penegakan sanksi disiplin / kode etik maupun khususnya dalam penegakan hukum pidana terhadap Aipda Ihwanudin Ibrahim, tidak boleh ada penyelesaian damai ataupun penyelesaian lainnya di luar proses peradilan sebab hal itu mencederai rasa keadilan dan merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak anak yang sudah dirusak martabatnya.
Apalagi Pasal 23 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL, menyatakan : “Perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak dapat
dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku Anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.” *** (WN-01)