Ketua Kompak Indonesia, Gabriel Goa Desak KPK RI Usut Kasus Dugaan Korupsi di BUMND DKI Jakarta
JAKARTA : WARTA-NUSANTARA.COM–Ketua Koalisi Masyarakat Pemberantasan korupsi Indonesia (KOMPAK Indonesia), Gabriel Goa mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) KPK RI mengusut tuntas Kasus Dugaan Korupsi di sejumlah BUMD di Pemrov DKI Jakarta.
Ketua Kompak Indonesia, Gabriel Goa dalam Siaran Pers dikirim kepada Warta-Nusantara.Com, Rabu, 26 Maret 2025 mengungkapkan, Gerakan Masyarakat Indonesia untuk memerangi tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme mencapai momentumnya pada saat Gerakan Reformasi 1998. Tumbangnya regim Soeharto dan kroni-kroninya. Momentum reformasi tersebut mendorong sebuah era baru yakni era demokrasi. Kebebasan berpendapat, berserikat, keterlibatan dalam politik, kian meluas. Sebuah catatan yang tidak bisa dilupakan yakni sebelum gerakan reformasi bergema, sudah ada paket program yang disediakan oleh IMF dan Bank Dunia berupa pasar bebas, privatisasi dan deregulasi.
Penerapan program penyesuaian struktural memungkinkan sektor publik dapat dikelola swasta yang sebelum SAPs IMF dan gerakan reformasi dikelolah sendiri oleh pemerintah. Dalam rentang waktu tersebut semangat reformasi melahirkan berbagai keputusan-keputusan dan aturan perundang-undangan yang memandu tata kelola berbangsa dan bernegara hampir di segala aspek kehidupan.
Salah satu Keputusan penting adalah lahirnya UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,Kolusi dan Negpotisme khususnya Pasal 8 ayat (1) jo ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf a. Selain itu , ada ketentuan yang mengikutsertakan masyarakat dalam pemberantasan korupsi,hal mana tercantum dalam Pasal 41 ayat (1) s/d (5) Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,yang pada pokoknya mengenai peran perta masyarakat diimana masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Melihat landasan hukum begitu kuat guna memerangi dan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme, sangat yakin dan bisa dipastikan tindak pidana korupsi semakin berkurang. Ternyata realitas berbicara lain. Praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepostisme semakin meraja lela sekaligus menjadi tantangan yang tidak mudah diberantas.
Penerapan hukum tindak pidana korupsi terhadap orang /pihak yang melakukan tindak pidana korupsi jauh dari ekspektasi masyarakat bahkan memunculkan kehilangan kepercayaan dan harapan publik terhadap penegakan hukum yang bersih dan adil.
Hal ini disebabkan banyak kasus korupsi dibiarkan berlarut-larut penyelesaiannya bahkan dihentikan.Terkesan juga ada tebang pilih dalam penegakan hukum tidak pidana korupsi.
Orang yang mempunyai relasi kuat kuasa dan kuat ekonomi bisa bebas atau tanpa disentuh dan diproses hukum. Demikian juga dirasakan dan dianggap penerapan hukum tindak pidana korupsi kental dengan unsur politiknya ketimbang penerapan UU Tindak Pidana Korupsi sendiri.
Contoh tindak pidana korupsi oleh TF di lingkup DKI Jakarta sudah ditahan Kejagung dan kemudian dibebaskan. Dugaan korupsi yang dilakukan oleh TF pada BUMD Prov.DKI Jakarta di antaranya PT. Pembangunan Jaya Ancol,Tbk; PT.Jakarta Propertindo (Perseroda) dan Perusahaan Daerah Pasar Jaya.
Pada suatu periode , oknum TF didukung oleh komisaris yang berasal dari ASN/pejabat dari salah satu APH dan salah satu Direktur Perusahaan TF berasal dari pejabat BUMD Pemprov DKI selaku direktur keuangan . Sehingga para oknum manajemen Perusahaan Swasta tersebut dengan mudah” diduga” melakukan tindak pidana korupsi dan menyebabkan buruknya tata kelola BUMD pemprov, DKI tersebut.
Dugaan tindak pidana korupsi dapatditelusuri seperti :semua kerjasama antara ketiga Perusahaan BUMD tersebut dengan Perusahaan milik oknum bernamaTF dengan melibatkan kurang lebih 7 ( tujuh) Perusahaan miliknya dan dilakukan tanpa melalui tender sebaimana ketentuan yang berlaku.
Akan tetapi melalui penunjukkan langsung sehingga melanggar ketentuan berlaku. Nilai kontrak dalam Kerjasama tersebut dilakukan jauh di bawah harga pasar atau dalam korupsi sering disebut dengan mark down sehingga merugikan negara triliunan rupiah. Terdapat kerjasama yang dilakukan di bawah tangan tanpa akte notaris mencerminkan buruknya tata kelolah Perusahaan sesuai prinsip Good Corporate Governance yang baik.
Terdapat dugaan penggelapan asset BUMD yang kepemilikannya sudah berpindah tangan tanpa petanggungjawaban yang akuntabel.Saudara FT ini dianggap orang kuat sehingga proses hukum tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme sulit diproses oleh aparat penegakan hukum.
Oleh karenanya kami dari Koalisi Masyarakat Pemberantasan korupsi Indonesia/KOMPAK Indonesia menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
- Mendesak Komisi Pemberantasan Indonesia segera memanggil,memeriksa dan memproses hukum sdr.TF bersama komisaris Perusahaan, yang juga oknum ASN/pejabat salah satu Lembaga APH dan oknum pejabat di BUMD terkait dugaan tindak pidana korupsi kolusi dan nepotisme.
- Mendesak Gubernur dan Wakil Gubernu DKI Jakarta untuk mendukung proses hukum kepada pihak-pihak yang terlibat tindak pidana korupsi di lingkup BUMD DKI Jakarta .
- Mendesak Gubernur- Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk meninjau dan menata ulang tata kelolah BUMD DKI Jakarta ( PT.Jakarta Propertindo, PT.Pembangunan Jaya Ancol dan PD Pasar Jaya guna meingkatkan pendapatan daerah demi kesejahteraan rakyat DKI Jakarta khususnya dan Masyarakat Indonesia pada umumnya. *** (WN-01)
Ketua
No.kontak: 0813 60285235