Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Lrdalero
Kej.1:1-2:2; Kel.14:15-15:1; Luk. 24:1-12
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, Jumat Agung membawa sunyi mendalam. Tidak ada bunyi-bunyian yang menggelegar. Tiada juga tepuk tangan, canda tawa dan teriakan sorak-sorai. Kita terlarut dalam keheningan agung. Kita bersimpuh di bawah kaki salib Yesus, sambil memutar kembali adegan-adegan haru nan tragis: kisah sedih perjalanan derita Yesus. Pada kaki salib itu, akhirnya kita nyatakan iman: salib itu symbol kasih, salib itu symbol pengorbanan,salib itu symbol pengharapan. Ia adalah tanda kemenangan. Ia adalah tanda keselamatan, karena di tempat itulah tergantung Tubuh Suci, Yesus Penebus dosa manusia.
Hari yang “gelap” itu sebagai pratanda Yesus dimakamkan, membawa lara mendalam. Tidak hanya Bunda Maria dan para murid Yesus yang berdukacita, tetapi kita juga. Kita terhenyak dalam suasana – sinlentium magnum – Namun malam ini, perlahan-lahan sirna oleh Upacara Terang Lilin Paskah. Lilin Paskah, adalah symbol glorifikasi “Cahaya Kristus”, Kristus Bangkit yang diakui secara teguh dalam lantunan Pujian Paskah – Exultate -.
“Bersoraklah nyanyikanlah lagu gembira,
Bagi kristus yang menebus kita
Bersyukurlah kepada Allah
Kita bangkit bersama Kristus.
Bergiranglah umatah seluruh dunia
Terhalau kegelapan dosa
Bersinar cahaya ilahi…”
Kemilau kemuliaan Cahaya Kristus adalah symbol kebangkitan Kristus yang kita rayakan malam ini. Penginjil Lukas mengisahkan menurut versinya:” Pagi-pagi benar, para perempuan mendatangi kubur Yesus. Perempuan-perempuan itu tahu kubur Yesus. Mereka hendak merempahi jenasah Yesus. Namun sayang, yang dijumpai adalah batu penutup kubur telah terguling. Perempuan-perempuan itu memberanikan dirinya untuk masuk ke dalam kubur itu. Ternyata kubur itu telah kosong. Mereka semua tercengang atas fakta itu. Masing-masingnya tentu tenggelam dalam pikirannya sendiri-sendiri. Namun tiba-tiba ada dua orang berdiri dekat mereka memakai pakaian yang berkilau-kilauan. Perempuan-perempuan itu gemetar ketakutan. Mereka hanya menundukan kepalanya. Tetapi kedua orang itu berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit. Kedua orang itu coba membuka ingatan mereka akan kata-kata Yesus, ketika Dia masih hidup bersama mereka di Galela dulu. “Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea, yaitu bahwa Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga.”
Maka teringatlah mereka akan perkataan Yesus itu. Dan setelah mereka kembali dari kubur, mereka menceriterakan semuanya itu kepada kesebelas murid dan kepada semua saudara yang lain. Namun sayang, murid-murid Yesus dan orang lain itu tidak percaya kepada perempuan-perempuan itu. Petrus hendak menguji kebenaran penyampaian itu. Maka ia bangun, lalu cepat-cepat pergi ke kubur itu. Sesampainya di kubur Yesus, ia menjenguk ke dalamnya. Ia melihat hanya kain kapan saja. Tetapi dia tidak bertemu dengan dua orang itu, apalagi mendengar apa yang seperti dikatakan mereka kepada perempuan-perempuan itu. Lalu ia pergi, dan ia bertanya dalam hatinya apa yang kiranya telah terjadi. Jadi, Petrus kembali dalam kebingungan. Belum ada sebuah kepastian yang didapatkannya untuk meyakinkan imannya bahwa Yesus sungguh telah bangkit, sebagaimana dulu sudah pernah Yesus sampaikan ketika masih bersama-sama di Galilea dulu. Dia terus pergi dalam kebingungan. (Petrus dan juga murid-murid yang lain baru benar-benar yakin bahwa Kristus sungguh bangkit ketika Kristus secara khusus menampakan diriNya kepada mereka).
Saudara-saudara, tentang perempuan-perempuan itu, siapakah mereka? Mereka adalah teman-teman Yesus ketika masih di Galilea. Mereka adalah saksi-saksi mata penguburan Yesus. Mereka hanya “berdiri dari jauh” untuk mengikuti perjalanan salib Yesus karena mereka takut dengan orang-orang Yahudi dan para algoju yang menyeret Yesus mulai dari Getzemani hingga Bukit Tengkorak. Perempuan-perempuan itu, kemudian oleh penginjil Lukas diidentifikasi sebagai Maria dari Magdala, dan Yohana, dan Maria ibu Yakobus.
Bapa, ibu, saudara, saudari, sangat sedikit yang diketahui tentang para wanita ini kecuali bahwa mereka adalah pengikut Yesus. Salome disebutkan berada di kayu salib (Markus 15:40) dan dia diidentifikasi sebagai salah satu wanita yang mengikuti dia dan mengurus kebutuhannya. Yohana adalah istri Khuza, yang merupakan seorang manajer perkebunan Raja Herodes atau mungkin kebun anggurnya di Galilea menurut Lukas 8:3. Maria ibu Yakobus dan Yoses juga berada di kayu salib selama penyaliban Yesus (Matius 27:56). Jadi, perempuan-perempuan itu: Maria dari Magdala, dan Yohana dan Maria ibu Yakobus memiliki kedekatan emosional dengan Yesus. Karena sahabat mereka meninggal dengan cara sedimikian buruk maka mereka hendak merempahi jenasah-Nya, biar tetap beraroma wangi. Namun fakta yang dijumpai: batu terguling, kubur kosong, berjumpa dengan dua orang di dalam kubur Yesus memberikan gambaran kepada mereka bahwa Kristus sudah bangkit. Apalagi, karena kata-kata dua orang itu. “Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga.”
Pertanyaannya, apakah perempuan-perempuan itu percaya dengan kata-kata dua orang itu? Kalau mereka tidak percaya, mengapa mereka harus menyampaikan berita yang sama kepada kesebelas murid dan orang lain? Jadi, mereka percaya akan kata-kata dua orang itu. Bahwa Kristus sudah bangkit seperti yang dikatakan-Nya. Jadi, perempuan-perempuan itu adalah manusia paskah, Mereka telah menjadi rasul-rasul kebangkitan.
Saudara-saudaraku, ketika kita pada malam paskah ini dengan sukacita merayakan kebangkitan Kristus, apakah kita benar-benar percaya bahwa Kristus sudah bangkit atau malah masih seperti Petrus yang pergi dan bertanya dalam hatinya apa yang kiranya telah terjadi? Tentu tidak. Teladan perempuan-perempuan paskah itu mustinya mendorong kita untuk menjadi manusia paskah, Rasul-Rasu Kebangkitan Kristus di zaman ini. ***