KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM– KETIKA melakukan tatap muka bersama mahasiswa dan mahasiswi Universitas Citra Bangsa, Kupang, anggota DPD RI/MPR, Abraham Paul Liyanto menyapa audens dengan sebutan “hallo” pada Selasa, 22 April 2025.
Kata ini ia gunakan ketika hari bertambah siang. Di Atas pukul 11.00 Wita itu, Abraham menyadari bahwa mahasiswa mulai jenuh. Mungkin juga sudah lapar. Apalagi terik sungguh menyengat.
Lelaki yang tampil selalu ramah dengan audens ini usai mengajukan pertanyaan dengan tujuan untuk membangun interaksi selalu menyelipkan kata khas ini. Terdengar lembut.
Ada sekitar 20 kali kata “hallo” yang terlontar dari mulut pemilik Universitas Citra Bangsa ini. “Hallo, para mahasiswa, bisa jawab pertanyaan saya? Tolong jawab ya. Hallo,” katanya sembari ternyum.
Abraham mengatakan, sesungguhnya ia ingin mendorong mahasiswa untuk terus berpikir dan membangun kesadaran untuk tetap belajar. Belajar mencari dan menemukan pertanyaan yang diajukan. Abraham mendorong mereka dengan kata-kata ini,” Ayo buka google atau lihat di google. Silakan cari di internet. Hallo…” Dengan suaranya yang berat, lelaki ini selalu memberi kesan ramah, juga tidak menggurui.
Ia menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh para mahasiswa/mahasiswi. Ada sejumlah pertanyaan terkait dengan masalah internal di kampus ini. Penanya meminta agar pemberian beasiswa kepada mahasiswa harus tepat sasaran. Ada mahasiswa yang orangtuanya pegawai negeri sipil (PNS), anaknya patut diberi atau mendapat beasiswa.
“Kalau pegawai negeri sipil golongan kecil, maka anak-anaknya patut dibantu. Beda kalau orangtua mahasiswa itu kepala dinas atau pejabat teras lainnya,” kata Anang, seorang mahasiswa pada acara Mendengar Aspirasi Masyarakat.
Mahasiswi lain meminta agar perlu ada evaluasi beberapa kegiatan agar ke depan kampus itu semakin terkenal di luar sana.
Abraham mengatakan, NTT yang miskin ini harus tetap dilihat dari waktu ke waktu. Pendidikan harus menjadi fokus perhatian. Begitu juga aspek kesehatan. “Karena itu saya bangun kampus ini,” katanya. Salah satu hal selain daerah ini terkebelakang, tertinggal, juga kita kerap tertipu. Tertipu karena keterbatasan pendidikan atau pengalaman,” katanya.
Korea Selatan atau Singapura atau negara-negara maju lain selalu fokus membangun sumber daya manusia. Negara menyekolahkan warganya. Negara juga memerhatikan kesehatan warganya selain terus membangun ekonomi masyarakat. Dengan pendidikan yang tinggi maka negara itu dapat tumbuh dan maju.
“Korea Selatan itu merdeka pada 15 Agustus tahun 1945. Selisih tiga hari dengan Indonesia. Sekarang, negara itu sungguh pesat dalam pembangunan di semua aspek. Kita kalah,” katanya.
Dulu, Indonesia karena punya sumber daya alam yang banyak menggunakan teknologi dari luar negeri untuk mengelolanya tanpa menyediakan sumber daya manusia dalam negeri. Freeport di Papua itu menjadi contohnya meski sekarang saham pengelolaannya mayoritas di tangan pemerintah RI. *** (WN-Pol)