Dialog Tiga Orang Putri pada Expo Panggilan di Pelataran Asissi
KUPANG : WARTANUSANTARA.COM — EXPO EXPO Panggilan untuk Hidup Membiara telah berjalan selama dua hari. Hari ini, Sabtu, 10 Mei 2025 malam, expo akan ditutup.
Saya cukup intens mengikutinya, sejak awal pembukaan oleh Vikaris Jenderal (Vikjen) Keuskupan Agung Kupang, RD Kris Saku. Respons, sambutan, apresiasi dan keterlibatan umat di Paroki Santo Fransiskus dari Asissi, Kolhua Kupang sangat tinggi. Begitu pula umat dari paroki lain di kota ini. Dua malam ini, ratusan umat terkhusus anak-anak muda mendatangi pelataran paroki untuk mengikutinya, sekaligus meramaikan acara ini. Berbagai acara diikemas dengan baik. Mulai dari anak-anak taman kanak sampai remaja mengambil bagian di dalamnya. Mereka menunjukkan aksi panggung dengan menari, menyanyi maupun berdramaloka sesuai dengan tema kegiatan ini.
Di hari pertama, cuma beberapa kegiatan yang ditampilkan seperti Tarian Bola-bola oleh para guru SMP Santa Theresia Kupang, dramaloka dari para siswi dan seorang suster sekolah itu. SMP Santa Theresia berada di bawah naungan konggregasi SSpS (Servarum Spiritus Sancti/Misi Abdi Roh Kudus). Sejatinya, dramaloka adalah sebuah cerita yang layak diceritakan. Dan, karena itu, mereka mendialogkan tentang ketidaktahuan anak-anak untuk memilih konggregasi maupun sebutan yang pas antara seorang suster dan seorang pastor. Memang, dialog antara seorang suster dan tiga orang putri sengaja “dibuat salah” untuk menyebut seorang suster sebagai laki-laki dan seorang pastor sebagai seorang perempuan. Situasi ini cukup membuat hadirin rada senyum.
“Suster, saya ingin menjadi seorang pastor,” kata seorang putri yang kemudian dikatakan oleh suster bahwa sebutan untuk pastor atau imam dikhususkan untuk para laki-laki. Sedangkan sebutan untuk suster dikhususkan untuk perempuan. Untuk menjadi seorang pastor atau suster harus memiliki sejumlah tahapan yang dilewati.
Di akhir dialog itu, sang suster membagikan rozario kepada masing-masing anak itu sebagai dorongan untuk tetap berdoa. Berdoa itu kata suster sangat penting di dalam ziarah hidup, entah menjadi seorang suster atau seorang imam atau pastor. Bahkan sebagai awam pun, berdoa menjadi hal yang wajib untuk meminta kekuatan dari Dia karena tantangan hidup sengguh beragam dan tiada henti.
Pada malam kedua, aksi panggung jauh lebih ramai. Mulai dari anak taman kanak-kanak, Orang Muda Katolik (OMK), sejumlah konggregasi pun tampil. Mereka menyanyi maupun olah gerak tubuh. Suasana ini tampak sungguh entertain. Menghibur. Kak Kiik Erens dan Frater Eko sebagai master of ceremony (MC) sungguh membuat cair suasana. Keduanya secara bergantian melakukan interaksi dengan para peserta. Ya, suasana dibuat lebih soft untuk mendorong panggilan hidup membiara. Menumbuhkan minat membiara bagi anak-anak untuk mulai mengenal karya-karya misioner yang ditunjukkan oleh tiap konggregasi atau ordo.
Misalnya, bagaimana menjelaskan dengan bahasa yang sederhana bahwa hidup membiara itu menyenangkan, selalu gembira, makan enak, mengenal banyak orang, bisa menjadi misionaris ke luar negeri dan lainnya. Biasanya sebagai anak-anak akan lebih cepat menerimanya. Jika ia sudah tertarik dan memilih ordo atau konggregasi, maka di sana ia akan memertajam panggilannya. Ia akan mengalami realitas yang sesungguhnya.
Tadi malam, para hidup bakti seperti Konggregasi Putri Renha Rosari (PRR) yang berpusat di Lebao, Kota Larantuka, menjelaskan tentang karya karitatif yang menjadi bagian dari pelayanan selama ini. Hal ini juga penting dijelaskan agar dapat dipahami oleh anak-anak bahkan khalayak umum.
Seorang suster menjelaskan bahwa karya-karya konggregasi yang didirikan oleh Mgr. Gabriel Manek, SVD – Uskup Larantuka saat itu– di antaranya adalah bidang kesehatan dan pendidikan. Di Kota Kupang, PRR punya balai pengobatan, di bidang pendidikan punya TK sampai SMA Santa Familia, Sikumana.
Sedangkan Konggregasi Suster-suster Carolus Boromeus (CB) selama ini terkenal dengan Rumah Sakit CB. Di Kupang, para suster ini mengelola RS CB Belo yang telah membranding diri sebagai rumah sakit yang cepat, cekat dan mendahului pelayanan kasih ketimbang hal lainnya. Rumah sakit ini juga terkenal karena kebersihannya.
Pada expo pertama tahun lalu hanya melibatkan para hidup bakti, sebuah ungkapan bagi biarawan dan biarawati yang hidupnya total untuk berbakti dengan karya-karya karitatif di paroki ini. Pada tahun ini diperluas. Para peserta expo melibatkan para hidup bakti di Kota Kupang. Jumlahnya cukup banyak. Sebanyak 15 konggregasi dan ordo yang mengikutinya. Belum lagi kelompok-kelompok kategorial, kampus dan usaha kecil.
Pastor Paroki Santo Fransiskus dari Asissi, Kolhua, Kupang, RD Longginus Bone yang mengidekan expo ini mengatakan akan menjadi agenda tahunan ke depan. Gereja kata dia, punya tugas untuk mendorong, menumbuhkan dan menjaga panggilan dari setiap anak untuk memilih hidup membiara.
Romo Dus, demikian panggilannya mengatakan, ketika melihat angka panggilan yang semakin menurun maka gereja patut mendorongnya. Situasi ini harus terselamatkan. Selain tugas orangtua di rumah, gereja harus mengambil bagian di dalamnya. Ini menjadi tugas bersama. *** (Paul Burin/Jurnalis Warta-Nusantara.Com)