Keputusan Melarang Pengangkatan “Teda” Bertentangan dengan Konstitusi
Oleh: Dr. Yohanes Bernando Seran. SH. M.Hum
( Ahli Hukum Alumni UGM Yogyakarta)
KUPANG, WARTA-NUSANTARA.COM — Adanya keputusan pejabat negara seperti menteri dan atau kepala badan yang menangani urusan kepegawaian adalah keputusan yang selain bertentangan dengan konstitusi juga tidak pro pada program Presiden Prabowo untuk memberikan lapangan kerja bagi warga negaranya. Oleh karena itu keputusan tersebut harus dianggap tidak ada dan dapat diabaikan.
Atau dalam terminologi hukum administrasi negara keputusan yang tidak bermanfaat. Tidak tepat. Bertentangan dengan hukum. Bertentangan dengan UU dan bahkan cenderung menyalahgunakan kewenangan. Dengan demikian keputusan yang nelarang pengangkatan Teda (tenaga kontrak daerah) baik di pusat maupun di daerah harus batal demi hukum.
Bahwa konsep penataan organisasi birokrasi janganlah dipertentangkan dengan konsep pengadaan lapangan kerja bagi warga negara sebagainana ditegaskan dalam konstitusi UUD 1945. Bahwa frasa konstitusi kita tentang hak setiap warga negara untuk mendapat lapangan kerja haruslah dimaknai sebagai upaya semua stakeholder untuk memberikan lapangan kerja bagi warganya termasuk di dalamnya adalah pengangkatan Tenaga Kontrak Daerah (Teda ).
Bahwa oleh karena itu larangan untuk Pemda di seluruh Indonesia untuk mengangkat Teda selain pengangkatan PPPK adalah tidak dapat dilaksanakan dan sangat kontraproduktif dengan paradigma Presiden Prabowo untuk penciptakan lapangan kerja bagi warga negara
Bahwa untuk merealisasikan pemerataan lapangan kerja kebijakan Pemda untuk pengadaan Teda patut diberi apresiasi dan patut mendapat dukungan konstruktif pemerintah pusat. Bukan melarang dengan berbagai alasan klasik demi penertiban ASN dan PPPK.
Justru keberadaan Teda untuk melengkapi dan menyempurnakan kerja- kerja pemerintah dalam memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.
Lebih parah lagi kebijakan pejabat negara tersebut sangat mencederai sistem pemerintahan otonomi daerah yang dianut dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Makna substansial paradigma otonomi daerah adalah kebebasan setiap daerah otonom untuk mengurus rumah tangganya sendiri tanpa ada intervensi dari pemerintah pusat kecuali untuk aspek hubungan luar negeri dan budgeting APBN. ***