Usul Pemakzulan Wapres Gibran Sangat Politis dan Non Yuridis
Oleh: Dr. Yohanes Bernando Seran, S.H. M.Hum ( Ahli Hukum, Alumni Pasca Sarjana UGM Yogyakarta)
WARTA-NUSANTARA.COM–Â Bahwa adanya realitas usulan sekelompok kecil orang untuk memakzulkan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka akhir akhir ini sangatlah bernuansa politis dan sangat destruktif dalam tataran ketatanegaraan Indonesia. Hal ini karena terminologi mengusulkan pemberhentian Wapres oleh orang atau kelompok orang tidak dikenal dalam disain konstitusi UUD 45.
Dalam tataran ini kita bisa memberi pemahaman kepada para pengusul bahwa konstitusi kita menganut syarat diperberatnya prosedur pemberhentian Wapres atau Presiden di tengah masa jabatan. Alasannya pun imperatif harus yuridis dan menjadi domain lembaga legislatif kita. Hal ini tertulis dengan jelas di pasal 7 UUD 1945.
Dengan demikian di mana letak konstitusional usulan pemberhentian Wapres Gibran yang dilakukan sekelompok kecil orang jika kita tidak mau menyatakan tindakan mereka itu sangatlah politis dan mengada- ada. Di mana pelanggaran hukum atau perbuatan tercela yang dilakukan Wapres Gibran. Pertanyaan ini substansil harus dijawab para pengusul agar tidak terkesan memaksakan kehendak dan mencederai demokrasi itu sendiri.
Dalam dimensi ketatanegaraan dan teori hukum murni yang dikembangkan Hans Kelsen, suatu produk hukum tidak dapat diberlakukan retroaktif apalagi dengan menganalogi secara postfactum terhadap suatu peristiwa hukum masa sekarang dan atau masa yang akan datang. Dalam terminologi ini siapapun tidaklah benar untuk mengatakan proses Gibran menjadi Wapres boleh dipersoalkan kembali.
Fakta Gibran menjadi Wapres dari Presiden Prabowo dalam hukum administrasi negara disebut keputusan tata negara yang bersifat sekali dan selesai ( einmahlige). Konstruksi hukum tata negara ini diperkuat lagi dengan adanya putusan MK yang bersifat final and binding. Dalam tataran ini jika DPR merespon usulan inkonstitusional tersebut sama derajatnya dengan pembangkangan terhadap konstitusi.
Jika kita semua berkomitmen untuk mendukung Presiden Prabowo, seyogyanya mutatis mutandis kita juga harus mendukung Wapres Gibran karena Presiden dan Wapres dipilih satu paket. Adalah tidak logis jika kita menyatakan mendukung Presiden Prabowo tetapi minta Wapres dimakzulkan tanpa alasan hukum. Dalam getaran hukum substantif, kondisi ini disebut contradictio in terminis. ***