Masyarakat Flores Aksi Damai Menolak Pembangunan Geothermal
ENDE : WARTA-NUSANTARA.COM– Masyarakat Flores yang tergabung dalam beberapa kaukus melakukan Aksi Damai Menolak Pembangunan Proyek Geothermal, Kamis, 5 Juni 2025. Masyarakat Flores Menolak Proyek Panas Bumi tersebut karena alasan mendasar menimbulkan Kerusakan Lingkungan, Dampak Sosial dan Perampasan Ruang Hidup Warga.
Masyarakat Flores dan beberapa elemen aktivis “Lingkungan Hidup” seperti Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Ende (JPIC KAE), JPIC SVD Ruteng, JPIC SVD Ende dan JPIC SSpS, Aliansi Terlibat Bersama Korban Geothermal Flores (Alter-KGF), Jaringan Anti Tambang Indoensia (JATAM), Wahana Lingkungan Hidup NTT (WALHI NTT), menyatakan dengan tegas menolak proyek panas bumi (Geothermal) yang sekarang beroperasi di Mataloko dan Nage – Kabupaten Ngada, di Sokoria – Kabupaten Ende, di Poco Leok- Kabupaten Manggarai, di Atadei-Kabupaten Lembata, dan rencana pembukaan lahan baru geothermal di Kabupaten Nagekeo dan lain-lain.
Pembangunan proyek-proyek geothermal di Flores telah mengabaikan prosedur yang baik dan benar, tidak menghiraukan suara warga serta tanpa melalui persetujuan kebanyakan masyarakat (tanpa social-license). Hal yang telah terjadi adalah perampasan ruang hidup warga melalui pendekatan gerilya dari pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan tentang kerusakan ekosistem, pencemaran air sungai, kegagalan panen, kerusakan atap rumah, polusi udara, dan berbagai masalah kesehatan warga tidak ditanggapi pihak pemerintah dan instansi terkait.
Sejumlah warga yang berasal dari desa terdampak menolak pengambilan air dari sumber air bersih dan dari sungai sumber irigasi pertanian mereka. Selain itu, tidak jauh dari lokasi pemboran Nage, telah terjadi keretakan tanah yang menyebabkan keruntuhan sejumlah rumah adat dan pekuburan mssa di Nua-Olo Nage – Jerebuu. Aktivitas pengeboran telah memicu kerusakan rumah-rumah adat, serta menyebabkan pengungsian warga ke tempat lain.
Telah terjadi emisi gas beracun seperti Hidrogen Sulfida (H2S), yaitu senyawa kimia gas yang menyebabkan karat, dan berbau seperti telur busuk; dan Sulfur Dioksida (SO2) yaitu gas polutan yang mengandung unsur belerang yang menyebabkan iritasi pada sistem pernafasan. Hal ini menimbulkan pencemaran udara yang sangat mengganggu kesehatan warga terlebih bagi bayi-bayi dan balita.
Membuka Luka Lama
Proyek Geothermal telah menyebabkan wajah bumi teluka (Daratei, Sokoria dan Atadei), mendatangkan limbah bagi masyarakat (Sokoria), menimbulkan konflik horisontal antar warga (Ulubeli dan sekitar Mataloko), pelanggaran hukum (proyek dibangun tanpa lisensi mayoritas warga), intimidasi pihak keamanan terhadap tua-tua adat (Sokoria), tanah terbelah dan keruntuhan rumah adat dan pekuburan warga (Nua-Olo, Nage-Ngada), dan pengabaian keterlibatan warga dalam proses pengambilan keputusan. Proyek-proyek geothermal telah merampas ruang hidup warga, dan tidak mendatangkan keuntungan yang nyata. Untuk apa membangun proyek listrik kalau warga sendiri masih harus membayar listrik setiap bulan, dan warga juga belum pernah mengaduh kekurangan listrik.
Kami butuh tanah dan air serta udara yang sehat untuk kelangsungan hidup dan bagi generasi penerus. Kami butuh pendidikan gratis dan bantuan kesehatan bagi semua yang sakit. Listrik sudah cukup buat kami. Kami telah menyadari bahwa pembangunan geothermal sebagai energi listrik terbarukan hanya sebagai “kedok dan intrik” permainan para penguasa yang bersekongkol dengan kaum kapitalis untuk merampas ruang hidup kami sebagai warga. Kami tidak mau diperalat oleh “logika sesat” dan “strategi penipuan” kaum kapitalis dan para pejabat yang telah bersekongkol.
Proyek panas bumi telah menyebabkan kegagalan panen bagi para petani. Kami menuntut agar proyek panas bumi harus diaudit secara independen demi pemulihan keutuhan alam dan ciptaan. Kami menuntut Gubernur NTT dan para Bupati serta semua anggota DPR sedaratan Flores untuk bertanggungjawab atas penyembuh luka batin, pemulihan psikologi dan keresahan sosial yang telah terjadi di antara warga di wilayah terdampak. Semua pemimpin yang duduk di kursi kekuasaan telah dipilih rakyat, dan sebagai konsekuensi, para pemimpin harus menjaga dan memperjuangkan hak sipil, hak politik, hak sosial dan hak budaya warga dengan bijaksana dan penuh tanggungjawab.
Kami tidak mau kehilangan “hak dasar untuk menentukan nasib sendiri” (the right to self-determination), dan karena itu, kami menolak keterlibatan aparat keamanan yang mengintimidasi dan melakukan terror serta ancaman terhadap para pemegang hak ulayat, terhadap para aktivis HAM, para pejuang lingkungan hidup, dan para pemuka agama yang membela HAM dan keutuhan alam ciptaan.
Kami menuntut agar semua dokumen AMDAL dan dokumen lain tentang proyek-proyek panas bumi di seluruh Flores harus dibuka ke ruang publik agar tidak menimbulkan kecurigaan warga terhadap persekongkolan pemerintah dan kapitalis demi proyek-proyek geothermal. Kami mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang objektif, dan tidak ditipu. Kami juga mempunyai hak untuk mencari tahu (hak atas kebenaran) informasi tentang prosedur pelaksanaan proyek geothermal di wilayah kami. Kami mempunyai hak untuk hidup di dalam lingkungan sosial, budaya dan pendidikan yang menjamin kebenaran dan keyakinan kami atas nilai-nilai luhur yang bermartabat.
Pernyataan bersama
Oleh karena itu, sebagai warga masyarakat yang bertanggungjawab atas ruang hidup, ruang sosial, dan ruang budaya , kami warga masyarakat dan para korban menuntut beberapa hal berikut :
- Hentikan operasi proyek geothermal dan melakukan audit lingkungan dari pihak konsultasi independen.
- Pulihkan kerusakan lingkungan, keretakan tanah, pencemaran udara dan air sebagai sumber hidup warga dan sumber irigasi pertanian warga.
- Beri kompensasi yang adil dan merata bagi warga yang terdampak, seperti kerusakan rumah, kegagalan panen, gangguan kesehatan, dan pendidikan.
- Hentikan ekspansi industri ekstraktif di seluruh wilayah kepulauan Indonesia!
- Cabut semua izin tambang, panas bumi, dan proyek energi “hijau” yang merampas tanah dan merusak lingkungan!
- Cabut Keputusan Menteri ESDM nomor 2268 K/30/MEM/2017 yang menetapkan Flores sebagai “Pulau Panas Bumi”.
- Hentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap warga, aktivis, jurnalis, rohaniwan/ti dan pendamping hukum yang memperjuangkan hak hidup!
- Pulihkan hak masyarakat adat dan petani atas tanah, hutan, dan wilayah kelola mereka secara utuh dan tanpa syarat!
- Audit dan hukum korporasi serta para pejabat negara yang terlibat dalam penyuapan (korupsi sumber daya alam) sehingga menyebabkan kerugian negara.
- Bangun politik demokratis yang bersumber pada kebijakan demi kebutuhan warga sebagai prioritas, berasaskan pada kedaulatan dan kesejahteraan rakyat, dan bukan pada kemakmuran pihak-pihak tertentu dan hanya demi kepentingan para pemodal.
Pernyataan sikap tersebut dituangkan dalam Siaran Pers ditandatangani JPIC Keuskupan Agung Ende, Alter KGF, RD Reginald Piperno, SVD dan P. Felix Baghi yang diterima Warta-Nusantara.Com, Kamis, 5 Juni 2025. *** (WN-01)