Sikapi Benang Kusut HIV/AIDS Di Lembata, Mado Watun: Ini Sudah ‘Extra Ordinary’
LEMBATA : WARTA-NUSANTARA.COM– Runyamnya persoalan HIV/AIDS di Kabupaten Lembata, NTT telah memantik pernyataan tegas Viktor Mado Watun, SH, M. Hum, Anggota DPRD Provinsi NTT. Ditemui di kediamannya, Lewoleba, Kabupaten Lembata, Sabtu (14/06/2025), wakil rakyat dari daerah pemiilihan Lembata, Flotim dan Alor itu mendesak semua pihak terkait untuk segera bersikap dan bertindak, melakukan langkah-langkah konkret dalam rangka penanggulangan penyakit tersebut. Dia mengaku sangat prihatin terhadap kondisi Kabupaten Lembata sebagaimana diberitakan media dalam beberapa hari terakhir.
“Waduh, ini sudah urusan ‘extra ordinary, Bung. Tidak boleh kita tinggal diam begini. Pak Bupati dan Pak Gubernur harus segera ambil sikap dan langkah-langkah nyata untuk tanggulangi mulai dari hulu sampai hilir”, tegasnya.
Menurut pria kelahiran Kampung Atawatung, Kecamatan Ile Ape Timur yang pernah menjadi Wakil Bupati Lembata tersebut, dalam urusan penanggulangan HIV/AIDS dikenal istilah “fenomena gunung es”. Artinya, jumlah pengidap yang sebenarnya itu jauh lebih banyak daripada yang terdata dan muncul dalam pemberitaan media seperti sekarang ini.
“Kan ada fenomena gunung es, tuh. Kalau yang diketahui 354 pengidap, iya bisa hitung saja, sudah berapa ribu yang sebenarnya sudah kena juga tapi belum diketahui karena belum periksa”, ungkapnya berapi-api.
Ditanya soal langkah-langkah konkret seperti apa yang perlu dilakukan, Mado Watun membeberkan beberapa poin penting. Pertama, lalu lintas pekerja migran (perantau) dari dan ke Lembata harus diawasi secara ketat. Dalam hal ini, harus dibangun jejaring dan tim juga payung hukum untuk pelayanan pemeriksaan kesehatan khususnya skrining HIV sebelum keberangkatan dan pasca kepulangan. Kedua, Pemerintah Kabupaten dalam hal ini Bupati segera mengeluarkan kebijakan atau regulasi untuk penertiban tempat hiburan (pub karaoke atau yang berkedok pub karaoke), kafe, kos-kosan dan sejenisnya yang selama ini menjadi “hot spot” penularan HIV/AIDS. Dalam urusan ini, Mado Watun yang dikenal lugas dan blak-blakan itu meminta Bupati untuk tidak bekerja sendirian melainkan bergandengan tangan dengan Polres Lembata. Diharapakannya, penertiban itu dilakukan secara sistematis, terukur dan kontinyu disertai pembinaan-pembinaan yang humanis namun bisa dipastikan efektif.
Ketiga, memperkuat kapasitas tenaga kesehatan penyedia layanan kesehatan yang berkaitan dengan masalah HIV/AIDS ini. Perlu ada alokasi anggaran yang memadai dalam konteks ini baik melalui Dinas Kesehatan maupun Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Kabupaten Lembata. Keempat menggencarkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat serta pendampingan khusus terhadap para pengidap atau yang dikenal dengan sebutan ODHiV (Orang yang Hidup dengan HIV). Upaya ini dimaksudkan agar masyarakat bisa lebih paham, tahu dan mau menghindari penularan serta mencegah terjadinya stigma dan diskriminasi terhadap ODHIV. Untuk urusan ini, Anggota Komisi III dan Fraksi PDIP DPRD Provinsi NTT tersebut meminta Gubernur NTT, Melky Laka Lena, S.Si, Apt untuk berkomunikasi intens dengan Kementerian Kesehatan RI agar ada lembaga sosial kemanusiaan yang mau membantu upaya penanggulangan HIV/AIDS di Lembata. Menurutnya, tanpa kehadiran lembaga sosial kemanusiaan (LSM) dalam kegiatan pendampingan dan pemberdayaan maka mata rantai penularan HIV/AIDS di Kabupaten Lembata sangat sulit diputuskan.
“Ini kan extra ordinary. Langkah yang diambil harus yang luar biasa. Tidak bisa biasa-biasa saja. Dari saya empat poin itu seyogyanya bisa segera dieksekusi. Pak Bupati, kalau bisa jangan tawar menawar lagi. Pak Gubernur harus bisa bantu dulu, selamatkan anak-anak NTT di tanah Lembata”, ungkapnya dengan nada penuh harap menutup perbincangan dengan media ini.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, tiga tahun belakangan terjadi peningkatan kasus HIV/AIDS secara signifikan di Kabupaten Lembata. Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata melansir, terdapat 354 Orang di Lembata yang sudah terinfeksi HIV dalam sepuluh tahun terakhir. Dari jumlah tersebut, 229 di antaranya sedang mengkonsumsi obat Anti Retroviral (ARV). Sedangkan yang lainnya telah meninggal dunia dan hilang kontak.
Tanggapan Anggota DPRD Provinsi NTT ini merupakan tanggapan yang pertama melalui media dari sekian banyak pejabat daerah baik pejabat pemerintahan maupun pejabat politik. Padahal, urusan kesehatan masyarakat merupakan urusan wajib dan menjadi kebutuhan paling mendasar bagi masyarakat dewasa ini. *** (DM/WN-01)