Kompak Indonesia Desak KPK dan Gubernur Pramono Anung Usut Tuntas Korupsi BUMN di DKI Jakarta
JAKARTA : WARTA-NUSANTARA.COM– Kompak Indonesia mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung untuk berkolaborasi mengusut Tuntas Korupsi BUMN di DKI Jakarta. Dugaan korupsi terkait kerjasama pengelolaan aset dengan 7 (tujuh) perusahan swasta milik oknum bernama Fredie Tan.
KOMPAK INDONESIA adalah Lembaga Masyarakat yang berfokus pada persoalan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ketua Kompak Indonesia, Gabriel Goa kepada Warta-Nusantara.Com, Senin, 30 Juni 2025 menegaskan pihaknya meminta kepada Gubernur DKI Jakarta dan KPK RI untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi dan maladministrasi sesuai dengan hasil temuan Ombudsman RI pada perusahaan BUMD di lingkungan Pemda DKI Jakarta. Perusahaan BUMD tersebut adalah PT. Jakarta Propertindo (Perseroda), PD Pasar Jaya dan PT. Pembangunan Jaya Ancol Tbk, yang melakukan kerjasama dengan setidaknya 7 (tujuh) perusahaan swasta dengan pemiliknya satu orang diduga atas nama Fredie Tan (FT). Ketujuh perusahaan tersebut telah bekerjama dengan perusahaan BUMD milik Pemda DKI Jakarta dalam kurun waktu antara tahun 2002 sampai dengan saat ini.
Saudara FT pernah ditetapkan menjadi tersangka pada tahun 2014 oleh Kejaksaan Agung RI, namun kasusnya dihentikan tanpa alasan yang jelas, kasus tersebut terkait dengan dugaan penggelapan aset milik perusahaan BUMD di DKI Jakarta. Patut diduga terdapat keterlibatan oknum pejabat Kejaksaan Agung RI pada saat itu yang juga menjabat sebagai komisaris pada salah satu perusahaan milik FT. Kasus ini telah mendapat pemberitaan media massa pada saat itu. Namun kemudian tenggelam tanpa ada kelanjutannya.
Gabriel Goa mengungkapkan, Modus operandi dugaan korupsi dan maladministrasi tersebut adalah melakukan penggelapan aset, kerjasama pembangunan dan pengelolaan aset dengan harga jauh dibawah harga pasar dan menjual dengan harga yang sangat tinggi (markdown), kerjasama dengan penunjukkan langsung tanpa ada lelang atau tender, penggelapan pajak, keterlibatan oknum pejabat perusahaan BUMD yakni Direktur Utama yang kemudian menjadi menteri pada era presiden Jokowi yakni saudara BKS, Direktur Keuangan dan oknum pejabat dari Kejaksaan Agung yang pada saat ini sudah purna tugas. Adapun direktur keuangan dan oknum pejabat Kejaksaan Agung tersebut diketahui juga menjabat sebagai komisaris pada perusahaan milik FT.
Kerugian negara diduga mencapai kurang lebih belasan triliun rupiah, mencakup aset yang terletak di Sentra Industri PIK Jalan Kamal Muara Penjaringan, Town Office Home Office atau dikenal dengan nama TOHO, Mutiara Pluit, Samudera Raya No.1A Ex Pondok Tirta, Fasilitas Umum yang terletak di Muara Karang Blok 4Z8, Hotel Permata Indah, Rumah Susun Blok MN Pluit, Pacuan Kuda Pulomas (Pulomas Horse Race),Bangunan Ex Diskotic Lucky Star. Ruko di Taman Permata Indah Ruko, Fasilitas Umum di Pluit, Jakarta Utara, Pengelolaan Pasar HWI/Lindeteves dan Kerjasama Pembangunan dan Pengelolaan Gedung ABC di kawasan PT. Pembangunan Jaya Ancol.
Sejalan dengan komitmen pemerintah saat ini dimana presiden Prabowo Subianto selalu menyatakan komitmen untuk memberantas korupsi karena sangat menyengsarakan rakyat. KOMPAK INDONESIA telah menyampaikan laporan tertulis terkait kasus dugaan korupsi dimaksud kepada Gubernur DKI Jakarta dan KPK sejak bulan Maret 2025. Akan tetapi sampai saat ini belum ada kelanjutannya.
Selain itu, sungguh ironis salah seorang warga masyarakat yang selama ini dengan lantang menyuarakan pengusutan tuntas kasus dugaan korupsi dan praktek Maladministrasi yang antara lain berdasarkan hasil temuan Ombudsman RI dimaksud bernama Hendra Lie (HL) karena juga sebagai korban justeru dipidanakan. Pada saat ini HL yang telah berusia lanjut justeru dibungkam dan dikriminalisasi dengan tuduhan pelanggaran UU ITE dan pencemaran nama baik kepada Saudara Fredie Tan dan sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Menurut Gabriel Goa, berdasarkan pengamatan KOMPAK INDONESIA kasus ini sangat dipaksakan, karena hanya merupakan upaya oknum penegak hukum bersama terduga pelaku korupsi membungkam suara kritis masyarakat.
“Bahwa seharusnya HL memperoleh perlindungan hukum bukan dikriminalisasi dan diadili. Untuk itu maka KOMPAK INDONESIA meminta negara harus hadir dan membebaskan HL dari semua tuntutan hukum”, ujar Gabriel Goa.
Perkara ini sejak awal dipaksakan proses hukumnya yakni penyidikan oleh Mabes Polri, dimana terdapat 7 sprindik, 5 SPDP dan lebih dari 3 kali terjadi bolak balik perkara antara JPU dan Penyidik, sehingga seharusnya sudah tidak layak untuk diproses secara hukum.
Ahli hukum yang juga salah satu perancang UU ITE, Prof. Hendri Subiakto telah memberikan keterangan dihadapan penyidik Bareskrim Polri bahwa kasus HL bukan pelanggaran UU ITE. Akan tetapi tetap diproses secara hukum, sedangkan kasus dugaan korupsinya justeru didiamkan sampai saat ini.
Oleh karenanya perlu segera memperoleh atensi Gubernur DKI Jakarta dan KPK RI untuk segera melakukan audit investigasi dan melakukan pengusutan atas dugaan korupsi dimaksud demi keadilan dan tegaknya hukum.
Demikian siaran pers ini agar memperoleh perhatian semua rekan-rekan pewarta/media massa untuk dipublikasikan, sebagai bentuk kerjasama pencegahan dan pemberantasan korupsi yang selama ini sangat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara serta melindungi warga masyarakat yang berpartisipasi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. *** (WN-01)