GPKN Kritik MoU APDESI-HAM Madina : Waspadai Tameng Kekebalan Hukum di Balik Dana Desa
MADINA : WARTA-NUSANTARA.COM–Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPC APDESI) Mandailing Natal (Madina) dan Himpunan Advokat Madina (HAM) memantik kritik dari Gerakan Pantau Keuangan Negara (GPKN) Mandailing Natal.
Ketua GPKN Madina, Muhammad Rezki Lubis, mengingatkan bahwa pendampingan hukum memang hak semua warga negara. Namun ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam kerja sama tersebut karena melibatkan institusi desa yang mengelola Dana Desa.
“Kami tidak anti terhadap kerja sama hukum. Tapi jangan sampai pendampingan hukum dijadikan tameng seolah-olah kepala desa kebal hukum. Ini rawan konflik kepentingan, dan yang lebih mengkhawatirkan, justru bisa mengaburkan proses hukum jika terjadi dugaan penyimpangan dana desa,” ujar Rezki.
GPKN mempertanyakan sumber pembiayaan kerja sama tersebut. Apakah berasal dari iuran organisasi atau justru menggunakan Dana Desa yang diambil dari APBDes masing-masing desa.
“Setiap rupiah dari Dana Desa hanya boleh digunakan untuk kegiatan yang masuk dalam RKPDes dan APBDes. Kalau pendampingan hukum ini tidak tertuang dalam APBDes, maka pengeluaran tersebut bisa dikategorikan sebagai pelanggaran administratif, bahkan potensi tindak pidana korupsi,” tambahnya.
GPKN juga menyoroti pernyataan HAM yang menyebut siap mendampingi “setiap masalah” hukum yang dihadapi pemerintah desa. Hal ini dikhawatirkan menimbulkan persepsi bahwa hukum bisa dinegosiasikan demi kepentingan pejabat desa.
“Kami mengapresiasi advokat yang memberi pendampingan hukum. Tapi jangan sampai seolah-olah mereka akan menutup atau melindungi kesalahan hukum yang dilakukan aparat desa. Hukum bukan alat dagang. Transparansi harus dijaga,” tegas Rezki.
Sebagai langkah preventif, GPKN mendesak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Madina untuk ikut mengawasi kerja sama tersebut, khususnya dari sisi penggunaan anggaran publik.
GPKN meminta PMD Madina menerbitkan pedoman tertulis jika kerja sama semacam ini akan dijadikan model untuk seluruh desa di kabupaten tersebut.
Lembaga itu juga mendorong agar para kepala desa tetap tunduk pada tata kelola keuangan yang akuntabel, tidak tergiur rasa aman semu hanya karena ada pendampingan hukum.
“Yang dibutuhkan hari ini bukan hanya pendampingan hukum saat bermasalah, tapi pendampingan moral dan integritas sebelum masalah muncul,” pungkas Rezki.
Lebih lanjut, GPKN menyatakan akan terus memantau implementasi MoU tersebut. Mereka menaruh harapan besar bahwa kerja sama ini tidak menjadi alat pembenaran terhadap penyimpangan keuangan desa.
“Kita akan lihat ke depan, apakah MoU ini mampu mendorong perbaikan dalam penyusunan APBDes yang selama ini kerap rancu dan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 dan UU Desa Nomor 6 Tahun 2014. Atau justru sebaliknya, MoU ini malah menjadi tameng yang membekingi praktik-praktik kejanggalan dalam pengelolaan keuangan desa,” tutup Rezki.
*** (Magrifatulloh).