Swalosa Titen, Taman Kota Sepi di Tengah Kota : Salah Kelola atau Salah Arah ?
Oleh : Agus Nuban – Pemerhati Ekonomi Rakyat
WARTA-NUSANTARA.COM– Swalosa Titen adalah salah satu taman kota yang mestinya menjadi kebanggaan warga. Letaknya strategis, mudah dijangkau, dan kini bahkan dihiasi aneka kuliner dari pelaku usaha lokal. Namun ironi justru muncul: taman ini sepi pengunjung. Warung kuliner banyak, tapi pembeli sedikit. Anak muda jarang nongkrong. Keluarga pun enggan datang bersantai. Mengapa ?
Dalam kacamata ekonomi rakyat dan pengelolaan ruang publik, ada beberapa hal mendasar yang perlu dikaji secara jujur :
1. Taman Tanpa Jiwa Sosial
Taman kota seharusnya menjadi ruang hidup—bukan sekadar ruang terbuka. Tapi Swalosa Titen saat ini seperti taman yang “diam”. Tidak ada kegiatan rutin, tidak ada atraksi seni, tidak ada hiburan rakyat. Akibatnya, masyarakat tidak merasa tertarik datang. Mereka tidak merasa “punya alasan” untuk hadir di sana.
Padahal ruang publik yang sehat harus hidup dengan interaksi sosial, bukan hanya tempat jualan dan duduk. Pemerintah mestinya hadir sebagai penggerak kegiatan, bukan hanya pembuat aturan.
2. Ekonomi Rakyat Sedang Lesu
Kita juga tidak bisa menutup mata bahwa banyak warga kita sedang bergelut dengan kebutuhan pokok. Pendapatan kecil, beban hidup besar. Dalam situasi ini, rekreasi dan jajan di taman bukan prioritas. Maka walau kulinernya beragam, tetap saja tidak ada daya beli yang cukup untuk memutarnya.
Pemerintah dan pengelola taman perlu menyadari bahwa ekonomi rakyat bukan soal pasar, tapi soal penghasilan. Kalau penghasilan warga belum stabil, jangan harap taman akan ramai.
3. Kurangnya Inovasi dan Daya Tarik
Swalosa Titen belum punya “ikon”. Tidak ada simbol, panggung seni, sudut swafoto, atau arsitektur khas yang membuat orang bangga datang. Branding taman kota ini lemah. Bahkan di media sosial pun nyaris tidak muncul.
Padahal taman kota bisa menjadi wajah kota: tempat wisata kecil yang menyatukan identitas, budaya, dan ekonomi lokal. Tanpa narasi dan inovasi, Swalosa Titen hanya jadi lahan kosong dengan pedagang kuliner yang berjuang sendiri.
Solusi : Bukan Menyalahkan Rakyat, Tapi Menghidupkan Rasa Memiliki
Sebagai pemerhati ekonomi rakyat, saya mengusulkan beberapa langkah nyata :
Aktifkan taman dengan event mingguan atau bulanan: Pentas seni, pasar malam, lomba anak-anak, pertunjukan musik lokal. Hidupkan suasananya.
Kurangi beban pedagang: Beri insentif, pelatihan sederhana, dan sistem bergiliran agar tidak stagnan. Makanan lokal bisa tampil menarik jika dikelola baik.
Bangun kolaborasi dengan komunitas muda: Libatkan pelukis jalanan, fotografer, komunitas seni, agar taman ini benar-benar milik semua.
Perkuat branding taman kota: Pasang papan nama menarik, sediakan sudut foto, bangun ikon unik. Buat Swalosa Titen viral di media sosial sebagai “tempat wajib singgah”.
Taman Kota Adalah Barometer Sejahtera
Ketika taman kota sepi, itu bukan hanya tentang siapa yang datang dan siapa yang tidak. Tapi tentang bagaimana sebuah ruang publik mencerminkan suasana hati masyarakat. Mari kita kembalikan semangat taman sebagai ruang hidup, ruang murah hati, dan ruang milik bersama. Karena taman bukan hanya tempat, tapi wajah kota dan harapan rakyat. ***