John Batafor Soroti Sasaran Dana DIF dan Polemik Pembagian Kios Pasar Pada
LEMBATA : WARTA-NUSANTARA.COM– Anggota DPRD Kabupaten Lembata, Johanes S.J. Batafor kembali menyoroti polemik pembangunan dan pembagian kios Pasar Pada. Kelurahan Lewoleba Barat, Kecamatan Nubatukan. Isu ini mencuat setelah pertemuannya dengan pedagang pasar setempat pada Senin (18/8/2025).
Putra Desa Nelayan Lamalera yang akrab disapa John Batafor menegaskan, Dana Intensif Fiskal (DIF) sebesar Rp 5,6 miliar sejatinya diperuntukkan bagi masyarakat miskin ekstrem sesuai arahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat itu. Namun, sekitar Rp797 juta justru dipakai untuk membangun kios Pasar Pada.
“Dana itu hak orang miskin ekstrem, tapi dipakai bangun Los Pasar Pada. Pedagang yang dapat kios juga bukan golongan miskin ekstrem,” tegas John.
Menurutnya, meski terjadi salah sasaran, pedagang yang terdampak penggusuran dan ekonomi lemah semestinya menjadi prioritas penerima kios. Namun faktanya, dari 56 kios yang dibangun, hanya 50 pedagang yang tercatat dalam dokumen resmi Koperindag.
John mengungkap adanya kejanggalan, seperti satu keluarga (bapak, ibu, dan anak) yang seharusnya mendapat kios nomor 7, 20, dan 21, justru memperoleh kios nomor 5, 23, dan 24. Ada pula pasangan suami istri yang menerima dua kios, sementara pasangan lain hanya satu. Bahkan, sejumlah pedagang yang namanya tercatat justru tidak mendapat kios, misalnya pedagang elektronik berinisial MNH.
Ia juga menyoroti kerugian daerah akibat belum adanya kontrak resmi antara pedagang dan pemerintah. “Pemda kasih kunci, tapi daerah tidak terima retribusi. Harusnya ada kontrak dulu baru serah terima kunci,” ujarnya. John memperkirakan, potensi pendapatan daerah yang hilang mencapai Rp12 juta dalam dua bulan terakhir.
Kadis Koperindag : Pembagian Petak Kios Sudah Final
Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lembata, Wilhemus Leuweheq dalam keterangan kepada Warta-Nusantara.Com, Selasa, 19 Agustus 2025 menjelaskan, soalnya pembagian kita sudah final 50 orang terdampak sudah terbagi habis, kecuali 3 orang penjual ikan kering dll yang setelah dipersuasif secara sukarela tidak menggunakan petak kios karena jenis dagangan yang tentunya tidak nyaman bagi jenis jualan lainnya. Sisa petak yg ada tentu diberikan kpada pedagang lainnya sesuai prioritas dan pertimbangan pemerintah.
Menurut Wilem Leuweheq, persoalan utama adalah cara berpikir para pedagang terdampak yang seolah menginginkan semua los yang dibangun hanya diperuntukkan bagi mereka. Juga ada protes terhadap pembagian bagi suami istri, ini karena awalnya memang suami istri adalah terdampak dan masing2nya berjualan pada bangunan yang berbeda.
“Ada pasangan suami istri terdampak tapi hanya mendapatkan satu petak, karena pasangan ini awalnya bukan berjualan di bangunan tapi hanya “bale bale” saja. Cara berpikir, juga protes-protes inilah yang kemudian disinyalir seolah pembagian kita belum final. Termasuk juga yang membuat adanya pedagang yang sudah terbagi masih ragu ragu untuk masuk dan berjualan”, jelas Wilem Leuweheq. *** (BM)