Urat Nadi Pariwisata Lembata : Tersumbat di Tengah Janji Pembangunan
Oleh : RD Antonius Prakum Keraf
WARTA-NUSANTARA.COM-OPINI : — Lembata adalah anugerah alam dan budaya. Dari tradisi penangkapan paus di Lamalera hingga pesona spiritual dan ekowisata di Nubi, Tapobali, dan Tirer—Selatan Lembata menyimpan kekayaan yang tak ternilai. Namun, ironisnya, urat nadi yang seharusnya mengalirkan kehidupan ekonomi dan pariwisata justru tersumbat oleh buruknya infrastruktur dan minimnya perhatian komunikasi.
Jalan Provinsi yang Terhenti di Penikene
Jalur jalan provinsi menuju Lamalera, yang seharusnya menjadi tulang punggung konektivitas wisata, terhenti di Penikene. Dari titik ini ke Lewopenutung, Tirer, hingga Lamalera, kondisi jalan sangat memprihatinkan. Tanpa hotmix, masyarakat dan wisatawan harus berjibaku dengan lumpur, batu, dan risiko keselamatan. Padahal, menurut informasi masyarakat, proyek peningkatan jalan ini telah menelan anggaran sekitar 8 miliar rupiah. Namun hasilnya belum menyentuh jantung pariwisata: Lamalera dan Wulandoni.
Komunikasi yang Terputus di Lima Desa Pantai Selatan
Tak hanya jalan, lima desa di pesisir selatan juga belum tersentuh oleh layanan komunikasi yang layak. Tower Telkomsel belum hadir, dan sinyal sangat buruk. Ini bukan hanya soal kenyamanan wisatawan, tetapi menyangkut urusan pemerintahan, pendidikan, dan keselamatan warga. Di era digital, keterisolasian informasi adalah bentuk ketidakadilan struktural.
Apakah Politik Daerah Menjadi Penghalang?
Pertanyaan yang menggelitik: apakah situasi politik lokal turut memengaruhi lambannya perhatian terhadap wilayah ini? Ketika prioritas pembangunan lebih condong ke wilayah pusat atau utara, selatan Lembata seolah menjadi anak tiri. Padahal, Lamalera adalah ikon internasional. Ketika urat nadi pariwisata dibiarkan rusak, maka denyut ekonomi, pendidikan, dan pelayanan publik pun ikut melemah.
Harapan dan Seruan
Kami berharap :
– Pemerintah Provinsi dan Kabupaten segera menuntaskan hotmix hingga Lamalera dan Wulandoni.
– Infokom dan Telkomsel menghadirkan tower komunikasi di desa-desa pesisir selatan.
– DPRD dan tokoh politik lokal menjadikan isu ini sebagai prioritas lintas fraksi.
– Masyarakat dan komunitas pariwisata bersatu menyuarakan aspirasi ini secara kolektif.
Pariwisata bukan hanya soal tamu yang datang, tapi tentang martabat warga yang tinggal. Ketika jalan dan sinyal diperbaiki, bukan hanya ekonomi yang tumbuh—tapi harapan pun hidup kembali. ***
Lamalera, 23 Agustus 2025
RD Antonius Prakum Keraf