Nanti Tunggu Tuaq (Evaluasi 7 bulan Tuaq-Nasir)
Oleh : Robert Bala
WARTA-NUSANTARA.COM-OPINI :– Saya mendengar analogi ini pertama kali saat mengikuti secara online perayaan pemberkatan gereja Waipei di medio Agustus lalu (18/8). Kanis Tuaq menganalogkan dirinya dengan Emanuel: Tuhan beserta kita. Tuhan hadir di mana-mana, sama seperti juga Tuak(q). Tuaq (Kanis) juga hadir di mana-mana: digantung di pasar, rumah, kebun. Lucu nan segar. Bupati Lembata menertawakan dirinya, sebuah ekspresi kedewasaan diri.
Menertawakan diri kata William Arthur Ward (1921–1994), tanda kedewasaan. Penulis motivasi, epigramis, dan motivator Amerika selanjutnya menulis: melakukan kesalahan adalah hal yang manusiawi; tersandung adalah hal yang biasa; mampu menertawakan diri sendiri adalah kedewasaan. Bila Tuaq menempatkan diri pada level ini, maka kita patut angkat topi atas kematangan dan kedewasaan.
Tetapi kepemimpinan tentu tidak sebatas dari kejagoan meluncurkan candaan penuh tawa. Yang jauh lebih penting adalah mempertanyakan, apakah selama 7 bulan ini sudah ada (tanda-tanda) digulirkannya program yang sedikit ‘menggigit?’ Apakah bisa diprediksi tentang Lembata ke depannya dengan berpijak pada beberapa bulan yang telah dilewati?
Terhadap pertanyaan ini banyak orang (terutama pendukung Tuaq-Nasir) segera berlindung di balik efisiensi anggaran yang berakibat pada pemotongan hampir 10% dari transfer dari pusat dan transfer antardaerah. Bisa diterima. Untuk daerah yang berharap hampir seluruhnya dari luar, pemotongan hampir Rp 52 miliar belum ditambahkan dengan pemotongan pinjaman dana PEN sebesar hampir Rp 40 miliar, merupakan angka yang sangat besar.
Namun, sebelum mempersalahkan hal itu, yang jauh lebih penting, apa yang bisa dilakukan dengan anggaran tersedia? Pertanyaan ini mestinya didalami oleh setiap orang yang mau maju jadi pemimpin di Lembata. Minimal menyadari bahwa PAD Lembata yang dihasilkan dari bumi Lomblen ini hanya sekitar Rp 49 miliar atau 5% dari total Pendapatan Daerah. Selebihnya dana berasal dari transfer pusad dan transfer antardaerah.
Tidak hanya itu. Semua yang ingin jadi pemimpin di Lembata juga (mestinya) paham bahwa dana yang ditransfer dari pusat sekitar Rp 769 miliar itu bila dikurangi gaji pegawai sekitar Rp 345 miliar maka yang tersisa untuk pembangunan hanya sekitar Rp 333 miliar yang tentu hanya seberapa saja ketika dibagi ke 39 SKPD.
Kalau demikian maka berharap saja pada dana trasfer baik dari pusat maupun transfer antardaerah tidaklah cukup. Di sinilah justru dapat menjadi ukuran terhadap kualitas diri dan kepemimpinan seseorang. Misalnya, sejauh mana alokasi anggaran untuk Nelayan, Tani, Ternak, kalau dalam postur anggaran yang ada, kontribusi yang diberikan hanya sekitar 5 %. Realitas seperti itu mestinya dapat menjadi masukan agar dapat diambil kebijakan yang bisa saja tetap pada NTT, tetapi dengan lompatan dalam kebijakan yang lebih strategis.
Pemimpin Populer?
Bagaimana mengukur kepemimpinan Tuaq-Nasir selama 7 bulan dan prediksi terhadap masa depan Lembata dalam 4 tahun ke depan?
Pertama, dana transfer dari pusat dan antar daerah yang mencapai 95 % mestinya dikelola secara stregis dengan menjadikannya sebagai dana invetasi kegiatan produktif. Kegiatan produktif selanjutnya diharapkan menjadi modal yang bisa menaikkan kontribusi PAD terhadap keseluruhan pendapatan daerah. Itu berarti kepemimpinan yang diharapkan adalah strategis. Ia fokus pada tujuan jangka panjang, menggunakan visi, análisis dan antisipasi untuk mencapai perubahan yang besar.
Pertanyaannya, sejauh mana Tuaq-Nasir menghadirkan diri sebagai pemimpin strategis? Sejauh mana kekuatan diplomasi, dialog, dan networking dapat menghadirkan invetasi? Harus diakui, dalam 7 bulan ini belum terlihat program yang menggigit. Kalau Flotim sejak awal sudah punya program Lompatan Jauh, maka Tuaq-Nasir, belum terlihat akan melompat. Tuaq lebih sering turun lapangan mencek program NTT yang semestinya sudah diketahui saat jadi Kadis. Masih fokus Tuaq-Nasir pada dana transfer pusat dan antardaerah dan belum adanya terobosan alternatif dana menjadi celah yang harus segera diisi.
Kedua, kepemimpinan Tuaq-Nasir (terutama Tuaq), lebih mengedepankan aspek popularitas. Pemimpin populer berfokus pada hubungan dan dukungan saat ini. Sering kali dengan gaya kepemimpinan seperti demokratis atau karismatik dan ingin tampil memukau.
Kepemimpinan Tuaq sangat mendekati pola kepemimpinan popular. Kesenangan memukul gong dan gendang dalam setiap acara sambutan yang memunculkan decak kagum. Tetapi itu popularisme belaka. Juga membagikan benih yang semestinya bisa dilakukan oleh Kadis malah pejabat di bawahnya karena bupati bisa berada di tempat yang lebih tepat dan strategis. Kalau Tuaq mengambil semuanya maka benar kehadiran akan seperti tuak ada dimana-mana: pasar, kebun, desa, dan dirasakan sebagai hal biasa. Kepemimpinan popular bisa juga diukur dari pelantikan 121 pejabat pada 12 September lalu. Apakah mencerminkan profesionalisme ataukah sebaliknya?
Ketiga, terhadap pola kepemimpinan seperti ini apakah rakyat harus menunggu? Tentu saja tidak. Tidak bisa menrapkan yang disebut: Nanti Tunggu Tuaq. Rakyat dengan logikanya harus bergerak. Kementerian Keuangan. Peluncuran Rp 200 triliun rupiah melalui Bank akan menjadi pemancing untuk hadirnya kegiatan kreatif melalui UMKM.
Hal ini sudah terbukti selama pandemi covid-19. Saat itu bukan perusahaan besar yang menopang tetapi justru Usaha Mikro Kecil dan Menengan (UMKM) justru yang berpan. Karenanya perlu dikembangkan fleksibilitas usaha dengan memperhatikan penguatan digitalisasi dan kehadiian ongline serta kemampuan mengelola keuangan secara ketat. Juga butuh kolaborasi strategis. Masyarakat yang kreatif seperti ini hanya membutuhkan dorongan antara lain melalui legalitas dan arahan dan bimbingan sehingga bisa berjalan. Di sini peran pemerintah dan LSM akan sangat positif. Peluang inilah yang mestinya dibaca dan perlu diambil.
Dengan saran seperti ini, sesungguhnya kritik yang cukup pedas mestinya dilihat sebagia masukan positif. Kata orang, kritikan jujur dari sahabat lebih bermakna dari sanjungan dari teman palsu. Ada harapan, 7 bulan yang masih mengecewakan bisa segera diisi dengan perubahan agar bisa menjadikan 4 tahun ke depan terjadi perubahan. Ada keyakinan, ketika adanya perbaikan, rakyat akan tetap bersama Tuaq: tidak saja di pasar, kebun, acara religius, tetapi terutama di hati rakyat. Tetapi kalau tidak ada perubahan maka…?
Robert Bala. Putera Lembata. Alumnus Universidad Complutense de Madrid Spanyol.