• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak
Jumat, Oktober 3, 2025
No Result
View All Result
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Opini

Nagekeo dalam Cengkeraman Mafia?

by WartaNusantara
September 29, 2025
in Opini
0
Menjadi Saudara Dalam Kemanusiaan
0
SHARES
255
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

RelatedPosts

Ketika Titi Jagung Jadi Perlombaan Birokrasi Lembata

Dari Laut, Ladang, dan Kandang : Refleksi Jelang HUT Lembata

Orang Gerindra Buat Beda, (Catatan Liburan di NTT 23/4 – 8/5 2022)

Pariwisata dan Peluang Kerja

Load More

Nagekeo dalam Cengkeraman Mafia?

Oleh : Steph Tupeng Witin

WARTA-NUSANTARA.COM–  KABUPATEN Nagekeo saat ini diduga berada dalam cengkeraman tangan gerombolan mafia. Jika dibiarkan, hak-hak rakyat habis terambil. Tulisan ini hanya sebuah catatan berdasarkan data, fakta dan rekaman lapangan. Seorang penulis tidak berpretensi menjadi solusi atas realitas karut-marut ini. Tapi, tanggung jawab kemanusiaan sebagai nilai universal mesti kita kedepankan.

Kekuasaan dalam level apa pun mesti selalu diingatkan agar rentang masa kekuasaan dilalui dalam sikap “terjaga.” Atas nama kemanusiaan, siapa pun, tanpa dibatasi sekat geografi dan unsur primordial lain, bertanggung jawab untuk memberi setitik terang, meski hanya sekelebat saja, agar membangunkan kesadaran kemanusiaan.

Dalam pengertian sehari-hari, “mafia” tidak selalu merujuk pada kelompok kriminal terorganisir seperti Mafia Sisilia di Italia. Istilah ini lebih luas dipakai untuk menggambarkan kelompok orang yang punya jaringan kuat, eksklusif, tertutup, dan menggunakan pengaruh atau kekuasaan untuk kepentingan sendiri.

Beberapa ciri yang biasanya melekat pada mafia:
*Jaringan tertutup: anggotanya saling melindungi, susah ditembus pihak luar.
*Solidaritas internal: mereka saling bantu untuk mempertahankan posisi atau keuntungan.
*Penyalahgunaan kekuasaan/pengaruh: sering dipandang menggunakan cara “belakang layar”, manipulasi, atau tekanan agar tujuan tercapai.
*Kesan negatif: kata “mafia” identik dengan praktik tidak sehat seperti kolusi, korupsi, monopoli, atau permainan harga.

Contoh penggunaan sehari-hari: “Mafia migas” merujuk pada sekelompok orang yang mengatur bisnis migas secara tidak transparan. “Mafia peradilan” merujuk pada sindikat di dunia hukum yang bisa mengatur putusan pengadilan.

“Mafia tanah” merujuk pada jaringan yang menguasai atau merekayasa sertifikat tanah. Jadi, dalam bahasa sehari-hari, “mafia” adalah sebutan untuk kelompok kepentingan yang bekerja secara sistematis, tidak terbuka, dan sering merugikan masyarakat luas demi keuntungan mereka sendiri.

Praktik mafia di Nagekeo ini publik duga bisa berjalan mulus karena kolaborasi apik dan saling menguntungkan antara lain, oknum polisi -AKBP Yudha Pranata, mantan Kapolres Nagekeo  masih bolak-balok Bima-Mbay, untuk apa?- oknum pengacara, oknum pejabat Pemda, oknum DPRD dan  oknum masyarakat setempat yang tega “menelan” sesama.

Kita menduga kuat di era Bupati Tjoan, mafia merajalela karena memang para mafia ini, yang menghendaki pemimpin lemah agar bergerak leluasa seperti ulat kepanasan menerjang semesta, tanpa mau terusik oleh orang lain, apalagi oleh pemimpin Nagekeo yang tegas dan konsisten memihak rakyat.

Publik menduga, pendukung yang membekingi keliaran para mafia di Nagekeo adalah orang kuat Jakarta yang telah lama menjadi aparat penegak hukum (APH).  Kita duga, tidak ada oknum polisi yang begitu beringas dan tak bermoral seperti oknum polisi di Nagekeo. Demikian pula tidak ada oknum masyarakat yang begitu tega memeras rakyatnya sendiri jika tidak ada bekingan orang kuat Jakarta.

Publik Nagekeo masih ingat, bagaimana preman-preman Jakarta yang sejak Pilkada 2024 sibuk cari makan di Nagekeo. Mereka, para preman ini, yang ikut menjadi bagian dari oknum pengacara yang berkolaborasi dengan oknum polisi di Nagekeo. Mereka, para preman ini, juga terlibat aktif mengais rezeki di Waduk Lambo.

Kita duga bahkan ada juga wakil rakyat yang lebih banyak memperkaya diri. Orang-orang seperti ini adalah kelompok penerima manfaat dari semua dugaan kejahatan ala mafia yang “terstruktur” itu. Masing-masing pihak saling menjaga, saling mendukung dan saling “menghidupkan” sehingga mafia tetap eksis.

Situasi dan kondisi di Nagekeo saat ini sudah sangat genting dan kritis. Nagekeo butuh dan memanggil semua orang khususnya orang-orang muda untuk bangkit menentang semua kejahatan publik tersebut. Kalau geothermal yang belum dibangun dan memberikan dampak buruk, mengapa kasus sosial dan moral di depan mata kita diamkan?

Mungkin sudah waktunya publik perlu ada anak muda Nagekeo yang “berani mati” demi membela kebenaran dan keadilan yang ditelantarkan kelompok elite dengan karakter dekil.

Anak-anak muda khusus orang muda Katolik (OMK) mesti membangun sinergi agar bergerak bersama dan sama-sama bergerak melawan bandang dugaan mafia yang bagai monster sadis siap memangsa siapa pun. Rakyat yang bersatu dengan orang muda akan menjadi satu kekuatan baru untuk bersikap kritis atas tumpukan kasus mafia yang semakin mendera tubuh Nagekeo.

Mafia Tanah Lambo

Pertama, mafia tanah di Waduk Mbay/Lambo. Setelah batch pertama, tanah milik pribadi yang menjadi bagian waduk sudah selesai dibayar ganti rugi.

Pemerintah lewat BPN masuk ke batch kedua, yakni pembayaran tanah ulayat. Masalah terjadi ketika oknum polisi mendukung “tuan tanah baru” di Rendu. Saat tiga tuan tanah asli melakukan pengukuran tanah ulayat, datang segerombolan orang mengamuk, mencabut semua kayu yang dipatok sebagai pembatas.

Peristiwa itu difoto dan dibuat video sebagai bukti bahwa tanah itu tidak clear. BPN tidak boleh membayar ke tuan tanah yang mematok. Tuan tanah asli tidak didukung oleh BPN, sehingga tidak bisa menerima ganti rugi sesuai hak mereka.

Kedua, oknum “tuan tanah palsu” yang didukung oknum polisi bisa bebas melenggang menerima ganti rugi. Tuan tanah asli, pemilik sah ulayat, hanya bisa gigit jari. Tuan tanah palsu menerima berusaha mendapatkan ganti rugi 14 bidang tanah yang bukan miliknya, dari BPN sekitar Rp 21,8 miliar.

Dengan harapan mendapatkan uang sebesar Rp 21,8 miliar, si tuan tanah palsu datang ke Paroki Rendu menemui pastor paroki. Ia meminjam uang dari paroki dengan janji membayar kembali sebesar Rp 2 miliar.

Menurut kesaksian umat, Pastor Paroki Rendu memberikan pinjaman kepada si tuan tanah palsu entah berapa jumlahnya. Umat menduga, jumlah yang dipinjamkan cukup signifikan. Indikasinya, pembangunan gedung gereja belum jalan, diduga terkait dengan uang yang dipinjamkan kepada si tuan tanah palsu.

Indikasi lain adalah ujud doa dalam Misa yang dipimpin pastor paroki yang jelas menyebutkan nama si tuan tanah palsu. Si tuan tanah palsu itu disebutkan dan didoakan dalam misa.

Tindakan gembala ini sangat melukai hati umat, khususnya pemilik tanah ulayat asli yang hak-haknya atas tanah hendak dicaplok oleh “tuan tanah palsu” yang orang Rendu kenal kelakuan buruknya dan begitu telanjang didukung oleh gembala umat.

Saat ini, pastor paroki berada dalam situasi sulit. Di satu pihak, dia diduga sudah memberikan pinjaman kepada tuan tanah palsu dan kini berada dalam pengharapan agar uang itu dikembalikan.

Pastor paroki kemungkinan besar sudah mengetahui bahwa si peminjam adalah orang bermasalah. Di lain pihak, pembangunan gedung gereja tersendat, dan ia berada dalam situasi “tertuduh”.

Ungkapan Latin “pecunia non olet”, artinya “uang tidak berbau”, tapi Gereja harus lebih dekat dengan umat agar bisa mengetahui dengan baik masalah yang terjadi. Kita hanya bisa mengimbau agar para gembala lebih dekat dengan domba-dombanya.

Itulah bukti nyata keberadaan seorang gembala. Sebuah ajakan profetis bagi gembala umat agar lebih “berbau domba”, ketimbang “berbau tuan tanah palsu” dan kelompok terduga mafia yang diduga memperalat Gereja untuk merampok hak pemilik ulayat asli lalu mau mendermakan hasil rampokan keringat rakyat untuk Gereja.

Ketika gembala umat dekat dengan domba maka bau dombanya akan ia akrabi sehingga ia tidak murah diperdaya terduga mafia yang berstatus “tuan tanah palsu.”

Tuhan bilang, seorang gembala harus mengenal dombanya. Domba yang berbulu lebat mafia juga bisa diselamatkan tapi kalau domba berbau mafia tanah ulayat memberi derma, apakah Gereja sekadar tong sampah tinja mafia?

Atau jangan-jangan, ada dugaan kuat kongkalikong antara terduga “tuan tanah palsu” ini dengan gembala untuk membayar pengacara agar bisa meloloskan akal bulus mafia merampok hak-hak pemilik tanah ulayat asli Rendu?

Ketiga, masyarakat khawatir, mafia tanah meluas, tidak hanya terbatas lahan di Waduk Mbay/Lambo. Kekhawatiran itu beralasan: kalau aknum polisi dan oknum BPN bersatu mendukung” tuan tanah palsu”, rakyat bisa apa? Rakyat yang kecil dan tidak punya akses kekuasaan pasti akan bungkam dalam ketakutan.

Apalagi para pengacara umumnya orang polisi. Ketika ke pengadilan, rakyat yang dirugikan memakai jasa pengacara yang sudah dibayar oknum polisi. Uang hasil rampokan mafia dibagi untuk menjaga soliditas dalam pergerakan mafia agar lebih masif lagi. Pada masa awal menerima ganti rugi batch pertama, para pemilik lahan di waduk membeli mobil hingga di atas 70 buah. Kini jumlah mobil tinggal di bawah 15 buah.

Keempat, pada masa kepemimpinan Don-Marianus, Pemda sulit masuk area waduk Lambo untuk sosialisasi agar warga penerima ganti rugi menerima utuh haknya dan memanfaatkan uang ganti rugi untuk masa depan.

Tapi, Pemda sulit masuk wilayah terdampak untuk bertemu warga karena Polres Nagekeo dibawah kepemipinan AKBP Yudha Pranata membuat kawasan waduk Lambo seperti kawasan perang. Banyak warga yang tidak mendapatkan ganti rugi utuh karena dipalak oknum pengacara yang bekerja sama dengan oknum polisi.

Waduk Lambo ternyata tidak hanya menampung air tapi juga menampung kotoran gerombolan mafia yang diduga melibatkan aparat penegak hukum untuk cari makan sekalian membuang tinja mafianya.

Mafia Galian C

Galian C berjalan sangat masif di Nagekeo sejak ada Waduk Mbay/Lambo. Waduk memang membutuhkan pasir yang bagus untuk bangunan dan itu tidak tersedia di semua lokasi. Pasir yang paling banyak ditambang berasal dari Ndora, Sungai Aesesa, dan di Podenura, Nangaroro.

Masalah terjadi karena terjadi kerusakan ekologis yang sangat serius. Penggalian tidak diikuti oleh pengawasan, sehingga lingkungan hancur dan menimbulkan bencana longsor seperti yang terjadi di Ndora dan Podenura beberapa tahun lalu.

Masalah serius lain adalah penikmat galian C bukan orang lokal, pemilik lahan dan ulayat, melainkan orang luar. Mengapa demikian? Galian C membutuhkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP diterbitkan di provinsi. Hanya elite bisnis saja yang bisa mendapatkan IUP.

Saat ini terjadi keributan antara pemilik lahan dan pemilik IUP. Pemilik lahan hanya gigit jari karena tidak berdaya di hadapan pemilik IUP yang punya jejaring kuasa ala mafia dan uang untuk membayar. Rakyat kecil punya apa yang bisa diandalkan?

Galian C di Podenura lain lagi. Selain untuk Waduk Mbay/Lambo, pasir Podenura dikirim ke Sumba lewat Ende.  Kapal tongkang hanya bersandar di Ende. Pasir di Sumba (terutama Sumba Tengah) tidak cocok untuk bangunan rumah, gedung, dan jalan beton. Sementara itu Galian C di Podenura dikelola oleh kerabat Bupati Tjoan.

Mafia Kafe Esek-Esek

Publik sangat kuat menduga bahwa oknum polisi di Nagekeo bekerja serabutan pada dunia hiburan malam karena inilah bisnis paling menjanjikan untuk meraup fulus.

Oknum polisi itu nekad mengelola kafe yang mempekerjakan perempuan malam, yang bisa beroperasi 24 jam. Banyak tindakan kriminal terpampang terbuka di sini. Sudah ada ladies (pelayan bisnis esek-esek) yang meninggal dunia.

Bahkan ada oknum polisi yang meninggal dunia yang kasusnya hingga saat ini terhapus dari ingatan aparat penegak hukum di Nagekeo. Sejak ada pembangunan waduk, kafe ini makin hidup. Para ladies dipepetkan ke para bapak yang menerima uang ganti rugi. Uang ludes. keluarga tambah miskin. Sebagian pemborong juga dipepetkan oleh ladies sesuai setingan.

Salah satu dampak, ada pemborong/kontraktor yang berutang hingga Rp 200 juta kepada ladies. Dan, serunya, ladies berani datang menagih di rumah pemborong.

Fakta ini saja sudah menarasikan bahwa ladies itu tidak mungkin tidak ada bekingan dari orang kuat khususnya dalam institusi penegakan hukum. Ketika datang, si Bapak tidak ada, yang ada hanya isteri dan anak-gadis gadis.

Betapa hancur isteri, anak-anak dan keluarga yang akhirnya tahu bahwa suami dan bapaknya punya simpanan “harta” di kafe milik oknum polisi di Mbay. Apakah ladies seberani itu datang ke rumah pemborong kalau tidak ada orang kuat yang mengatur setingan? Bagaimana institusi agama membaca kenyataan yang menimpa keluarga dan umat ini?

Mafia Penyelundupan BBM dan Hewan
Publik Nagekeo yang peka dan kritis pasti mengenal dan tahu kelakuan buruk oknum polisi yang menjadi figur sentral di balik penyelundupan BBM subsidi ke waduk Lambo selama ini.

Kita duga, oknum polisi ini tidak mungkin bergerak dan bekerja nekat sendirian. Publik menduga bahkan tahu ada oknbum elite kepolisian yang menjadi bekingnya. Masyarakat acap mengalami kelangkaan BBM subsidi. Ternyata ada kaki tangan mafia yang mengatur aliran BBM ke tengah publik.

Rakyat di Nagekeo juga mengendus ada mafia yang bermain sangat kuat dalam penyelundupan hewan. Ini terjadi marak. Pelabuhan Marapokot adalah pintu gerbang pengiriman barang ke Makassar dan Jeneponto, dan sebagainya.

Pernah sekali peristiwa, wartawan membawa anggota TNI ke Pelabuhan Marapokot untuk membatalkan penyelundupan. Tindakan yang melibatkan anggota TNI ini sangat berhasil. Tapi, cuma sekali. Rakyat makin gerah ketika tahu bahwa ada dugaan kuat keterlibatan oknum aparat penegak hukum yang mestinya melayani negara dengan memberantas aneka kejahatan ala mafia Nagekeo ini.

Kita berharap kehadiran aparat TNI bisa membantu masyarakat memberantas mafia ini yang publik sangat kuat menduga dibekingi oleh oknum aparat penegak hukum.

Mafia Narkotika

Publik Nagekeo sangat kuat menduga bahwa oknum polisi yang berbuat jahat banyak sekali berkeliaran di Nagekeo. Patut diduga kuat bahwa mereka adalah pemakai narkotika. AKB Yudha Pranata terbukti mengonsumsi narkotika di Bima, Nusa Tenggara Barat setelah berpindah dari Nagekeo.

Hal itu berkat kegigihan perjuangan kelompok muda yang mendesak agar aparat penegak hukum benar-benar bersih dari kejahatan narkoba. Apalagi polisi mestinya bertanggung jawab merawat ruang hidup rakyat dengan kehidupan yang bersih dari obat-obatan terlarang.

Selama Yudha bertugas di Nagekeo dengan rentang masa kepemimpinannya yang amburadul, warga di kota-kampung Mbay mungkin saja direpresi ketakutan akut sehingga Yudha aman-aman saja.

Mungkin juga banyak aparat kepolisian yang tahu kelakuan Yudha selama berandil merusak Nagekeo tapi lebih memilih aman dan bungkam demi kenyamanan diri dan ketenangan hidup, meski itu palsu. Mendiamkan kejahatan kemanusiaan yang telanjang di depan mata itu sebuah kebusukan yang dahsyat.

Saat ini kita punya Presiden Prabowo dan Kapolri Sigit yang sangat tegas menindak aparat kepolisian yang bertindak liar dan tidak terkendali terhadap rakyat.

Kita mesti bersatu menguliti kelakuan aparat penegak hukum yang dibayar dengan pajak rakyat tapi berbalik memeras dan menelan rakyat sebagai mangsanya.

Kita mesti terus bersuara. Kita yakin suara kita dari pinggiran akan memanggil Presiden Prabowo dam Kapolri Sigit untuk menindak tegas gerombolan mafia kampungan di Nagekeo.

Lawan Mafia dan Koruptor

Kita merujuk pada perintah Presiden Prabowo yang mengingatkan seluruh komponen bangsa agar jangan takut pada mafia dan koruptor.

Pertama, Prabowo: Tak Gentar Hadapi Koruptor: Mafia Mana pun Tidak Takut!  Presiden Prabowo mengucapkan komitmen tegasnya itu pada 13 Maret 2025, dalam sambutan peluncuran mekanisme baru untuk penyaluran tunjangan guru ASN.

Dia mengatakan: “Saya tidak akan mundur menghadapi koruptor. Mereka harusnya ngerti saya ini siap mati untuk bangsa dan negara ini. Mafia manapun saya tidak takut.”

Kedua, “Prabowo: Saya Tak Akan Mundur Hadapi Mafia dan Koruptor”. Sikap tegas itu Presiden Prabowo ujarkan pada 2 September 2025, di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, setelah mengunjungi warga dan anggota polisi korban aksi ricuh.

Beberapa poinnya adalah bahwa ia menegaskan akan membela rakyat dan tidak ragu menghadapi mafia dan koruptor.

Pemerintah akan proses aparat penegak hukum yang salah prosedur dalam menangani demonstrasi warga. “Saya akan hadapi mafia-mafia yang sekuat apa pun saya hadapi atas nama rakyat. Saya bertekad memberantas korupsi, sekuat apapun mereka, demi Allah saya tidak akan mundur setapak pun, saya yakin rakyat bersama saya.”

Komitmen tegas Presiden Prabowo Subianto itu harusnya membangkitkan keberanian dalam diri segenap elemen dan komponen kritis di Kabupaten Nagekeo yang masih memiliki rasa memiliki (sense of belonging) atas kabupaten yang muda dan segar ini.

Publik Nagekeo pasti melihat, mengalami dan merasakan kuatnya cengkeraman kuku para agen mafia yang dideretkan di atas, mungkin masih banyak yang tidak tercatat, yang diduga menjadikan Nagekeo sebagai arena mencari makan dengan nafsu yang buas dan tak terkendali lagi.

Nagekeo itu milik seluruh rakyat, bukan milik bupati dan wakil bupati yang kebetulan saja mendapatkan suara lebih dari para kandidat yang lain dalam Pilkada, yang pada akhirnya ketahuan sangat lemah sehingga tampak tidak berdaya di hadapan fakta mencengangkan: Nagekeo dicengkeram tangan geng mafia.

Kita menduga, aparat penegak hukum yang sangat berkepentingan bisnis di Waduk Lambo, misalnya, selalu memakai orang-orang lokal yang sangat dikenal kelakuan jahatnya untuk membuat rusuh agar tercipta ruang untuk lapangan kerja pengamanan dari institusi penegak hukum. Nilainya sangat fantastis.

Mungkin saja para terduga mafia itu adalah barisan tim pemenang yang pada momen Pilkada berjalan keluar masuk desa dan kampung untuk menebar ancaman dan menancapkan hasutan jahat ala mafia lokal. Mafia profesional itu kerjanya rapih, terukur dan tidak terlihat kasat mata.

Pola kerja mafia lokal ala Nagekeo langsung diketahui rakyat bahwa dia adalah kaki tangan dari pengatur mafia.

Segenap rakyat yang masih terjaga nuraninya mesti bersatu untuk memerangi aliran kejahatan melalui tangan jejaring mafia yang sedang mencari peluang untuk meraup keuntungan ekonomis di atas kemiskinan daerah dan kemelaratan mayoritas rakyat.

Kita juga mendukung reformasi Polri yang kini tengah dilakukan Kapolri. Kita berkeyakinan, jika polisi beres-sungguh menjadi penjaga kamtibmas dan penegak hukum yang adil-maka negara ini beres.

Kita imbau Kapolri mengirimkan tim independen ke Nagekeo, in cognito, agar melakukan fact finding, mencari informasi yang tepat, benar, dan akurat tentang kelakuan polisi. ***

Steph Tupeng Within, Jurnalis, dan Penulis Buku dan Pendiri Oring Literasi Siloam Lembata.

Catatan : Tulisan ini sudah dimuat Flores Post, Senin, 28 September 2025.

WartaNusantara

WartaNusantara

Related Posts

Ketika Titi Jagung Jadi Perlombaan Birokrasi Lembata
Opini

Dari Laut, Ladang, dan Kandang : Refleksi Jelang HUT Lembata

Dari Laut, Ladang, dan Kandang : Refleksi Jelang HUT Lembata Oleh : Richardus B. Toulwala, S. Fil., M.Si, (Dosen Ilmu...

Read more
Orang Gerindra Buat Beda, (Catatan Liburan di NTT 23/4 – 8/5 2022)

Pariwisata dan Peluang Kerja

Menjadi Saudara Dalam Kemanusiaan

Hermien Kleden dan Jurnalisme “Tutu Koda”

Retret Mewah dan Kegagalan Empati Kepemimpinan

Luka Anak dan Dosa Sosial Kita; Menggugat Budaya Malu di Balik Kekerasan Seksual Terhadap Anak

Hari Kesaktian Pancasila 2025 : Momentum Untuk Berefleksi dan Menegakkan Nilai Luhur Bangsa Indonesia

Hari Kesaktian Pancasila 2025 : Momentum Untuk Berefleksi dan Menegakkan Nilai Luhur Bangsa Indonesia

Retret Mewah dan Kegagalan Empati Kepemimpinan

Retret Mewah dan Kegagalan Empati Kepemimpinan

Load More
Next Post
Laporan diduga Fiktif Picu Perdebatan di Desa Kalikur WL

Laporan diduga Fiktif Picu Perdebatan di Desa Kalikur WL

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ads

Tag

mostbet mostbet UZ Sastra
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Polkam
  • Internasional
  • National

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In