Advokat, Penegak Hukum Masih Dianaktirikan
Oleh : Dr. Yohanes Bernando Seran, S.H., M.Hum.
(Alumni Program Doktoral Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)







Diskriminasi dalam Sistem Hukum
Bentuk ketimpangan itu terlihat jelas dalam penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hak-hak advokat dalam mendampingi dan membela klien dibatasi secara sangat rigid, sehingga peran advokat tidak dapat dijalankan secara maksimal. Pembatasan ini bertentangan dengan prinsip equality before the law yang seharusnya menjadi dasar sistem peradilan di Indonesia.



Kesejahteraan yang Tidak Setara
Ketidakadilan lain tampak dalam aspek kesejahteraan. Polisi, jaksa, dan hakim memperoleh gaji tetap dari negara, sedangkan advokat dibiarkan mencari nafkah sendiri. Padahal, advokat juga berstatus sebagai penegak hukum yang memiliki kedudukan setara dengan aparat lainnya.



Sebagai profesi yang menyandang predikat officium nobile (profesi terhormat), advokat seharusnya mendapat dukungan finansial dan kelembagaan dari negara. Dukungan tersebut penting agar advokat dapat bekerja secara objektif, independen, dan profesional dalam memperjuangkan kemanfaatan hukum, kepastian hukum, serta rasa keadilan bagi masyarakat.



Tanggung Jawab Negara
Keberadaan advokat telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Artinya, negara mengakui peran advokat sebagai bagian dari sistem peradilan. Karena itu, sudah semestinya negara juga menjamin hak-hak dasar advokat, termasuk dukungan finansial yang memadai.


Jika pemerintah serius ingin menegakkan keadilan yang sejati, maka advokat tidak boleh terus-menerus dibiarkan berjuang sendiri di tengah keterbatasan. Pemerintah bersama DPR RI perlu memikirkan alokasi dana khusus bagi profesi advokat melalui APBN atau skema pendanaan lainnya. Langkah ini akan menciptakan keseimbangan dan sinergi di antara seluruh unsur penegak hukum.
Mewujudkan Kesetaraan dalam RKUHAP Baru
Dalam konteks RKUHAP yang baru, pemerintah perlu memastikan kesetaraan hak dan kewajiban bagi seluruh penegak hukum. Advokat sebagai pembela klien harus diberi ruang gerak yang setara, termasuk dalam mengakses informasi dan mendalami aspek-aspek kasus yang berkaitan dengan korban maupun pelaku tindak pidana.
Keadilan tidak akan tercapai jika hanya satu pihak yang diberi kewenangan penuh sementara pihak lain dibatasi. Advokat harus memiliki posisi yang seimbang dengan penyidik, jaksa, dan hakim agar prinsip fair trial benar-benar terwujud.
Penutup
Sudah saatnya advokat diakui bukan sekadar pelengkap sistem peradilan, tetapi sebagai mitra sejajar dalam menegakkan hukum dan keadilan. Pemerintah dan DPR perlu segera mengambil langkah konkret agar profesi advokat mendapatkan dukungan yang layak — bukan hanya demi kesejahteraan mereka, tetapi demi tegaknya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. ****








