Pembinaan Atau Penyiksaan ? Kasus Prada Lucky Bongkar Praktik Brutal di Balik Seragam TNI
KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM — Praktik tidak manusiawi yang brutal dialami almarhum Prada Lucky Chepril Saputra Namo dan Prajurit Richard Bulan di barak Yonif 834/WM Aeramo, Kabupaten Nagekeo, dinilai sebagai pelanggaran berat terhadap hukum, moral, dan kehormatan militer.



Saksi Prada Richard Bulan membongkar praktik penyiksaan kejam pada korban dibalik seragam TNI dalam persidangan.
Kuasa Hukum Keluarga Korban Prada Lucky, Akhmad Bumi, SH menjelaskan pembinaan militer sejatinya dilakukan untuk membentuk disiplin, loyalitas, dan moral kejuangan prajurit. Tujuannya melatih fisik dan mental secara terukur, serta menanamkan nilai-nilai Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan Delapan Wajib TNI.
Pembinaan di lingkungan militer baik yang diatur dalam UU TNI, Peraturan Panglima TNI, Peraturan KASAD maupun dalam juknis TNI, untuk mental dan fisik sudah memiliki ukuran dan standar, berbasis kedinasan, dan dilaksanakan secara terhormat.
”Tidak ada tindakan pembinaan memaksa prajurit telanjang dan berhubungan seksual dihadapan prajurit lain, mengoles cabai dilubang anus dan kemaluan, menyiram air jeruk campur garam ditubuh yang luka, menutup wajah dan hidung lalu disiram air hingga sesak nafas dan muntah air seperti yang dialami korban. Itu tidak memiliki dasar hukum maupun doktrin dalam sistem pembinaan TNI. Perbuatan itu bukan pembinaan tapi penyiksaan yang melanggar hukum”, tegas Akhmad Bumi, Sabtu (1/11/2025) di Kupang.
Kasus Prada Lucky mengungkap penyimpangan yang jauh dari nilai dasar keprajuritan. Selain disiksa, korban dan rekannya Richard Bulan dipaksa menelepon orang tua mereka menggunakan kulit semangka sebagai “telepon”, untuk menyampaikan bahwa mereka dalam keadaan baik-baik saja. Tindakan tersebut dinilai sebagai pelecehan, penghinaan dan merendahkan martabat manusia.
Dalam tiga hari persidangan dengan 22 terdakwa dalam tiga berkas perkara terpisah, dua versi keterangan mengemuka di ruang sidang. Pihak terdakwa dan penasihat hukumnya menyebut tindakan itu sebagai bagian dari “pembinaan”. Namun pihak korban dan Oditur militer menyebut bahwa perbuatan tersebut merupakan penganiayaan dan penyiksaan yang melanggar hukum serta mencoreng kehormatan TNI.
Sidang kasus ini masih bergulir di Pengadilan Militer III-15 Kupang, dengan sorotan luas dari publik dan media. Masyarakat menantikan langkah tegas Majelis Hakim dalam menegakkan keadilan serta menjaga marwah institusi militer dari praktik yang mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan keprajuritan.
Berikut daftar 22 prajurit TNI yang didakwa terlibat dalam peristiwa tersebut:
1. Ahmad Faisal
2. Achmad Thariq Al Qindi Singajuru, S.Tr. (Han)
3. Made Juni Artha Dana
4. Andre Mahoklory
5. Mario Paskalis Gomang
6. Abner Yeterson Nubatonis
7. Thomas Desambris Awi
8. Rivaldo De Alexando Kasse
9. Imanuel Nimrot Laubora
10. Dervinti Arjuna Putra Bessie
11. Rofinus Sele
12. Emanuel Joko Huki
13. Ariyanto Asa
14. Jamal Bantal
15. Yohanes Viani Ili
16. Poncianus Allan Dadi
17. Firdaus
18. Yulianis Rivaldy Ola Baga
19. Ahmad Ahda
20. Emiliano De Araujo
21. Petrus Nong Brian Semi
22. Aprianto Rede Radja
Seluruh terdakwa saat ini menjalani proses persidangan dengan pengawasan ketat publik dan media. Panglima TNI memastikan bahwa proses hukum dilakukan secara transparan dan sesuai peraturan perundang-undangan untuk menjamin keadilan bagi korban maupun institusi TNI.
Terancam Pemecatan Tidak Hormat
Apabila terbukti bersalah, para terdakwa terancam diberhentikan tidak hormat dari dinas keprajuritan TNI sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Dasar hukum pemecatan diatur dalam Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia, yang menyebutkan bahwa prajurit TNI diberhentikan dengan tidak hormat apabila:
a. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana 1 tahun atau lebih; atau
b. melakukan perbuatan yang dapat merugikan kehormatan dan martabat prajurit.
Ketentuan ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah tentang Administrasi Prajurit TNI, yang menegaskan bahwa prajurit dapat diberhentikan tidak hormat apabila dijatuhi hukuman penjara 1 tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah inkracht.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) mengatur bahwa pemecatan dari dinas keprajuritan merupakan pidana tambahan, pemecatan dapat dijatuhkan terhadap prajurit militer yang dinilai tidak layak lagi dipertahankan dalam dinas.
Apabila Majelis Hakim militer memutus para terdakwa bersalah, maka pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas TNI dapat dijatuhkan bersamaan dengan vonis pidana pokok.
Pantauan media ini, tindakan penyiksaan dan pelecehan yang terungkap dalam kasus Prada Lucky jelas merusak kehormatan dan martabat prajurit, sehingga memenuhi syarat untuk dijatuhi pemecatan dengan tidak hormat selain dipenjara sebagai pidana pokok. *** (*/WN-01)








