Misteri Kematian Prada Lucky, Adakah Motif Asmara Dibalik Kematian Lucky?
KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM– Misteri di balik kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo masih belum menemukan titik terang. Sudah tiga hari sidang di Pengadilan Militer III-15 Kupang, sidang terkait prajurit muda Lucky yang tewas secara tragis di lingkungan Batalyon 834/WM, tapi motif di balik kekerasan brutal yang menewaskan itu masih menjadi tanda tanya besar.

Sidang beberapa hari ini di Pengadilan Militer Kupang memang telah membuka sebagian tabir kekerasan yang dialami Lucky, dipaksa telanjang, disiksa, bahkan dihina di depan rekan-rekannya.
Tapi satu hal yang belum dijawab hingga kini, mengapa? Apa yang membuat sesama prajurit tega memperlakukan rekannya sendiri sekejam itu?
Di tengah kabut misteri itu, muncul desas-desus yang berembus, ada rasa iri dan cemburu yang mungkin menjadi bara di balik tragedi ini.
Kuasa hukum keluarga korban, Akhmad Bumi menjelaskan motif bukan unsur pidana, tapi itu niat, atau mens rea. Sengaja sebagai pengganti kehendak.
“Motif itu mens rea atau niat. Bisa motif ekonomi. Motif emosional seperti cemburu, iri hati, dendam, bisa juga motif politik”, jelas Akhmad Bumi di Kupang, Senin (3/11/2025).
Sumber dekat keluarga menyebut, sebelum tewas, Lucky diketahui memiliki kekasih bernama Cici, seorang mahasiswi asal Bali. Cinta jarak jauh mereka sering terlihat hangat dari pesan dan foto yang Lucky simpan di ponselnya.
“Dia sering cerita soal Cici. Kita keluarga juga sudah tahu soal Cici di Bali, bahkan waktu kami di Bali nginap dirumah Cici,” tutur ibu kandung Lucky, Sepriana Paulina Merpey.
Namun dalam kehidupan barak, di mana hirarki dan ego sering bersinggungan, kabar tentang hubungan pribadi pun bisa menjadi bahan olok-olok. Beberapa rekan disebut-sebut kerap menggoda Lucky, bahkan mencibirnya dengan nada iri. Ada yang menyebut, perhatian Cici dan cara Lucky menjaga hubungannya membuat sebagian orang di barak merasa tersaingi.
Apakah benar rasa cemburu dan iri hati itu yang memicu amarah hingga berujung kematian? Adakah motif asmara dibalik kematian Lucky? Ataukah ada faktor lain, dendam pribadi, budaya kekerasan, atau pembiaran sistemik yang lebih dalam?
Jaksa militer sejauh ini belum menyinggung motif asmara dalam persidangan. Namun bagi keluarga, mereka hanya ingin satu hal, kebenaran yang utuh.
“Kami tidak ingin ada yang ditutup-tutupi lagi. Kami hanya mau tahu, kenapa anak kami harus mati seperti itu,” ujar ayah Lucky dengan suara berat.
Selama pengadilan masih berlangsung, publik terus menanti. Sebab di balik seragam loreng dan barak yang tampak disiplin, mungkin tersimpan luka batin, kecemburuan, dan ketidakadilan yang selama ini dibiarkan tumbuh diam-diam.
Dan di antara semua pertanyaan itu, nama Cici, mahasiswi Bali yang dulu menjadi alasan Lucky tersenyum, kini tinggal menjadi kenangan yang terus memanggil satu tanya.
“Apakah cinta yang sederhana itu harus berakhir dengan kematian?” *** (*/WN-01)








