• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak
Senin, November 3, 2025
No Result
View All Result
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Opini

Pembangunan Waduk Lambo Tersandung Ulah Mafia (Catatan Kritis untuk Propam Polda NTT)

by WartaNusantara
November 3, 2025
in Opini
0
Menjadi Saudara Dalam Kemanusiaan
0
SHARES
8
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

RelatedPosts

Advokat, Penegak Hukum Masih Dianaktirikan

Advokat, Penegak Hukum Masih Dianaktirikan

Retret Mewah dan Kegagalan Empati Kepemimpinan

Sumpah Pemuda dan Bara Literasi dari Timur

Load More

Pembangunan Waduk Lambo Tersandung Ulah Mafia (Catatan Kritis untuk Propam Polda NTT)

Oleh : Steph Tupeng Witin

WARTA-NUSANTARA.COM–  AIR yang diharapkan belum mengalir dari Waduk Lambo. Yang mengalir baru air mata warga terdampak waduk yang mulai dibangun akhir 2021 itu. Semula, pemerintah menargetkan agar pembangunan waduk ini rampung akhir 2024. Karena realisasinya masih minim, target penyelesaian diundur ke 2026.

Namun, melihat pelaksanaan di lapangan, waduk yang menelan biaya total Rp 1,9 triliun ini kemungkinan besar belum bisa selesai tahun depan. Penyebab utama adalah ulah mafia Nagekeo yang hari-hari ini meradang karena panik luar biasa di media sosial melalui akun-akun palsu.

Mereka, para mafia itu, adalah batu sandung terbesar pembangunan Waduk Lambo. Mestinya pembangunan waduk berjalan lancar karena semua persyaratan yang diperlukan untuk rampungnya sebuah waduk sudah terpenuhi. Warga terdampak sudah setuju dan mengikhlaskan rumah, kebun, tanah ulayat, dan kuburan leluhur mereka. Itulah syarat utama dan itu tidak mudah!

Penolakan warga terhadap penenggelaman rumah, kampung, tanah ulayat, dan kuburan leluhur tidak semata-mata karena faktor fisik, melainkan karena di sana tersimpan identitas dan sejarah keluarga, rasa keterikatan sosial dan spiritual, serta ekonomi dan martabat yang dirasakan terancam. Tapi, proses itu sudah terlewati. Mereka setuju dan ikhlas demi bonum commune, kebaikan bersama.

Menurut Kompendium Ajaran Sosial Gereja, “Kebaikan bersama adalah himpunan kondisi sosial yang memungkinkan setiap anggota masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, untuk mencapai kesempurnaan mereka secara lebih penuh dan lebih mudah.”

Pada prinsipnya, bonum commune menuntut agar setiap kebijakan publik diarahkan pada kesejahteraan seluruh warga, bukan hanya segelintir pihak atau tujuan ekonomi sempit.

Dalam konteks pembangunan waduk, negara memang berkepentingan membangun waduk untuk irigasi, listrik, dan ketahanan air. Ini bisa disebut bonum commune nasional.

Namun, bila pelaksanaannya mengorbankan masyarakat tertentu, tanpa keadilan kompensasi atau penghormatan terhadap hak adat, maka bonum commune itu menjadi cacat secara moral dan sosial.

Artinya, bonum commune tidak dapat dicapai dengan mengorbankan sebagian orang untuk kenyamanan orang lain, yakni para mafia keparat itu. Kebaikan bersama yang sejati hanya tercapai jika keadilan distributif dan martabat setiap manusia dihormati.

Pembangunan hanya bermakna jika ia menyatukan, bukan memecah, memberdayakan, bukan meminggirkan. Kini, akibat ulah para mafia Nagekeo, pembangunan waduk menimbulkan perpecahan dan pemiskinan.

Tampilnya tuan tanah baru-hasil rekayasa para mafia Nagekeo-menimbulkan perpecahan, ketidakadilan, penindasan, dan pemiskinan warga terdampak.

Waduk Lambo dan “Bonum Commune”

Waduk Lambo atau Bendungan Mbay di Kabupaten Nagekeo, NTT, telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) karena dinilai penting bagi ketahanan pangan, ketahanan air, dan pemerataan pembangunan di kawasan timur Indonesia.

Proyek ini diharapkan mampu menyediakan irigasi untuk lebih dari 6.000 hektare sawah, pasokan air baku 205 liter per detik, serta potensi energi terbarukan.

Namun, pemerintah pusat sejak awal menegaskan bahwa status PSN bukan alasan untuk mengabaikan hak warga. Presiden Joko Widodo berulang kali menekankan prinsip “ganti untung”, bukan sekadar ganti rugi agar warga terdampak memperoleh kehidupan yang lebih layak dan sejahtera setelah relokasi.

Dengan hasil ganti untung, mereka bisa membuka lahan baru atau membangun bisnis sesuai bakat mereka. Penghidupan warga terdampak sesudah waduk terbangun harus lebih baik dari sebelumnya.

Sayangnya, dalam praktik di lapangan, semangat bonum commune yang menjadi dasar moral PSN justru tercederai. Di Nagekeo, ulayah mafia tanah dan elite lokal membuat warga terdampak terpecah, sebagian diperlakukan tidak adil, bahkan dipinggirkan dan dimiskinkan secara sistematis. Tanah ulayat dan kuburan leluhur yang semestinya dihormati justru menjadi sumber konflik dan manipulasi.

Akibatnya, proyek yang seharusnya menjadi simbol kebaikan bersama berubah menjadi sumber penderitaan sosial bagi sebagian warga. Padahal, bonum commune menuntut agar pembangunan waduk tidak hanya bermanfaat bagi banyak orang, tetapi juga adil bagi semua orang, terutama mereka yang menanggung dampak paling berat, yakni warga terdampak waduk.

Sulit Mencapai Target

Dimulai akhir 2021, pembangunan Waduk Lambo diharapkan bisa diresmikan tahun 2026, mundur dari target awal 2024. Proyek PSN ini berlokasi di Desa Rendubutowe, Kecamatan Aesesa Selatan, Kabupaten Nagekeo, NTT. Lahan terdampak lainnya berada di Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa dan Desa Olapulu, Kecamatan Nangaroro. Wilayah terbesar yang ditenggelamkan adalah Desa Rendubutowe.

Warga terdampak waduk berasal dari empat etnis besar, yakni etnis Rendu, Kawa, Lambo dan Ndora. Malapoma, yang terletak di dasar waduk adalah lokasi hunian etnis Rendu. Di dalam etnis itu terdapat sejumlah suku yang secara turun-temurun diakui, mendapatkan legitimasi karena dikokohkan oleh ritual tahunan.

Pembangunan Waduk Lambo menelan biaya sekitar Rp 1,9 triliun. Dari jumlah itu, sekitar Rp 400 miliar-Rp 500 miliar digunakan untuk membayar ganti untung. Biaya ganti untung yang besar inilah yang membuat banyak pihak ngiler, bukan hanya warga lokal Nagekeo, melainkan juga Nagekeo diaspora yang tinggal di Jakarta.

“Gula” Waduk Lambo diduga kuat menjadi daya tarik bagi “semut-semut” diaspora Nagekeo untuk kembali ke Nagekeo dengan berbagai cara untuk berebut rezeki di waduk. Ada yang menjadi kontraktor, ada yang menjadi pengacara, yang umumnya merugikan warga terdampak.

Ada yang berbekal Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Batuan Non-Logam, yang lazim disebut galian C, menjadi pemasok material ke Waduk Lambo. Mereka tanpa risih dan malu mengambil pasir di kebun warga setempat tanpa membayar sepeser pun kepada warga pemilik.

Diaspora Nagekeo yang kembali ke Nagekeo ini patut diduga menjadi bagian dari jaringan mafia. Kelompok mereka sangat kuat. Selain diduga mendapatkan backingan orang kuat di Jakarta, jaringan mafia ini terdiri atas oknum polisi, oknum pengacara, oknum wartawan, oknum pengusaha, oknum warga lokal yang didaulatkan menjadi tanah, dan oknum legislatif. Belakangan diketahui bahwa oknum diaspora pensiunan PNS DKI Jakarta juga diduga keras masuk dalam jaringan mafia dengan berbekal IUP Galian C.

Saat Presiden Jokowi mengunjungi Waduk Lambo, Sabtu, 5 Desember 2023, kemajuan pembangunan waduk kurang dari 50%. Sedangkan saat Wapres Gibran Rakabuming meninjau lokasi yang sama, Selasa, 6 Mei 2025, pembangunan fisik waduk mencapai 80,40%. Meski tinggal kurang dari 20%, penyelesaian waduk tidak berjalan mulus karena ulah jaringan mafia.

Konflik yang ditimbulkan jaringan mafia menyebabkan pembebasan lahan tersendat. Ketika keinginan mereka tidak terpenuhi, tuan tanah palsu membawa “pasukan” untuk menghentikan alat berat yang sedang beroperasi. Mereka, para mafia, sudah beroperasi sejak pembangunan waduk dimulai. Itu bisa terjadi karena mereka sudah mengantisipasi sejak pembangunan waduk masih dalam tahap studi kelayakan.

Wapres Gibran dalam sambutannya menginstruksikan aga pembangunan Waduk Lambo segera rampung karena manfaatnya sangat besar, mulai dari mendukung Irigasi Mbay, pengendalian banjir, hingga bahan baku air minum dan pembangkit listrik. Percepatan pembangunan waduk diperlukan agar manfaatnya segera dinikmati oleh masyarakat.

Wapres juga meminta kementerian/lembaga menuntaskan pembangunan Waduk Lambo agar segera menjadi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru.

“Proyek strategis ini harus disertai dengan penguatan kapasitas petani, peningkatan layanan publik, serta pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan,” kata Wapres Gibran.

Waduk Mbay/Lambo merupakan satu dari 77 PSN sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025-2029. Genangan Waduk Lambo setelah rampung diperkirakan seluas 587,61 hektare, sedang daerah aliran sungai (DAS) mencapai 138,60 km persegi dengan kapasitas tampung normal sebesar 52,89 juta meter kubik.

Aliran air waduk ini akan menjaga debit air bagi Irigasi Mbay seluas 6.240 hektare, air baku 205 liter per detik, mendukung potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hingga 117,5 MW, dan mereduksi banjir di wilayah hilir seluas 3.200 hektare. Waduk Lambo juga dirancang menjadi objek wisata baru di Flores.

Terbongkarnya Niat Buruk

Filsafat moral mengajarkan, kualitas perbuatan manusia tidak diukur dari hasil yang tampak, tetapi dari niat (intention) yang tersembunyi di baliknya. Thomas Aquinas menyebutnya actus humanus: tindakan yang dilakukan dengan kesadaran dan kehendak bebas, dimana nilai moralnya ditentukan oleh hati yang menggerakkannya.

Karena itu, perbuatan manusia baru disebut baik bila niatnya baik, sekalipun hasilnya belum sempurna. Sebaliknya, perbuatan yang secara lahir tampak mulia bisa menjadi jahat bila didorong oleh niat kotor: mencari untung pribadi, menyenangkan atasan, atau memperkaya kelompok tertentu.

Inilah yang kini diuji dalam kasus pembangunan Waduk Lambo di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. Proyek yang seharusnya menjadi simbol kemajuan, tapi berubah menjadi ladang ketidakadilan.

Ketika proyek Waduk Lambo ditetapkan sebagai PSN, masyarakat Rendubutowe dan sekitarnya dilanda gelombang persuasi. Sejumlah pejabat dan aparat datang silih berganti, meyakinkan warga agar menerima relokasi dengan iming-iming kesejahteraan.

Ikut turun ke bakal waduk beberapa figur publik dan orang-orang yang dikenal sebagai orang kuat Jakarta dan orang-orang ini juga dikenal publik luas sebagai sosok-sosok “orang sukses” memiliki banyak uang dan sangat dermawan.

Selain itu, ada salah satu figur lokal yang paling aktif, yakni Serfolus Tegu, kala itu masih bertugas di Polres Ngada. Ia dikenal rajin datang ke kampung-kampung, mendatangi area calon lokasi waduk, berbicara lembut, bahkan mengutip kata “pembangunan untuk rakyat.” Dalam pandangan umum, ia tampak seperti jembatan antara negara dan warga.

Namun, pepatah Latin mengatakan: “Corruptio optimi pessima”- kerusakan terbesar datang dari yang semula tampak paling baik. Saat proyek mulai dikerjakan, lapisan moral di balik persuasi itu perlahan terkuak.

Warga mulai mencium adanya kejanggalan. Janji “ganti untung” berubah menjadi “ganti rugi”. Beberapa warga dipaksa menandatangani dokumen yang tidak mereka pahami sepenuhnya. Tanah adat dan kebun turun-temurun tiba-tiba diklaim sebagai milik negara.

Nama-nama yang dulu getol menenangkan warga kini muncul dalam pusaran dugaan jaringan mafia tanah dan makelar proyek. Mereka bukan lagi pembawa pesan pembangunan, tetapi perantara kepentingan gelap yang memperalat jargon PSN untuk menyingkirkan rakyat dari tanahnya sendiri.

Celakanya, ketika sebagian warga menolak, mereka dicap “antipembangunan”, seolah-olah mempertahankan hak ulayat adalah dosa terhadap negara. Padahal, justru di situlah akar dari bonum commune-kebaikan bersama yang sejati: keadilan sosial yang menghormati manusia, bukan meminggirkannya.

Kini, Waduk Lambo menjadi cermin yang memantulkan wajah moral bangsa. Apakah pembangunan kita masih berlandaskan keadilan dan kemanusiaan, ataukah telah dikendalikan oleh jaringan mafia yang berlindung di balik istilah “strategis nasional?” Ketika rakyat dibungkam dengan intimidasi, maka yang tenggelam bukan hanya sawah dan rumah, tetapi nurani manusia itu sendiri.

Actus humanus mengingatkan bahwa niat adalah inti dari moralitas. Bila niatnya jahat, sebaik apa pun wujudnya, perbuatan itu tetap salah. Bila niatnya tulus, sekecil apa pun, itu tetap bernilai luhur. Maka, siapa pun yang terlibat dalam proyek Waduk Lambo-pejabat, aparat, kontraktor, atau makelar-perlu bertanya pada dirinya sendiri:

Apakah saya benar-benar membangun untuk rakyat, atau sedang memperkaya diri dengan menenggelamkan penderitaan orang lain? Sebab pada akhirnya, waduk boleh selesai, air boleh mengalir, tetapi bila dibangun di atas air mata rakyat, maka proyek itu tidak lagi menjadi simbol kemajuan, melainkan monumen dosa publik.

Bersihkan Waduk dari Mafia

Polda NTT diduga gagal bersikap objektif dan independen. Laporan warga terkait teror dan kekerasan seputar dugaan mafia Lambo sering diabaikan, sementara kasus dugaan intimidasi terhadap warga penolak waduk tidak pernah diusut tuntas.

Propam yang diturunkan ke Nagekeo untuk menyelidiki kasus Tegu terkesan menjadi peneror. Paling tidak, penulis beberapa kali dihubungi untuk membuktikan kebenaran isi tulisan di media FloresPos.net. Sebuah permintaan-lebih tepat sebagai tekanan-yang sangat konyol dari aparat penegak hukum selevel Propam Polda NTT.

Penulis hendak dimintai klarifikasi dan diminta serahkan bukti? Secuil kekuasaan di tangan begitu membuat mereka memamerkan diri sebagai “penguasa” yang kehilangan kewarasan dan tidak tahu diri. Memangnya Anda siapa bagi saya? Bahkan dalam wawancara dengan warga berdampak, selalu diajukan pertanyaan-pertanyaan: apakah mengenal penulis? Apakah tahu nomor kontaknya? Propam ini tujuan apa turun ke Nagekeo? Mau cari-cari celah kesalahan penulis? Kenapa polisi selalu menekan warga terdampak hanya sekadar melindungi seorang Serfolus Tegu?

Propam Polda NTT sebenarnya tidak perlu bertanya banyak. Cukup saja tahu: kenapa Serfolus Tegu dan gerombolan mafia waduk Lambo sangat panik dan menyerang semua orang di media sosial memakai akun palsu dengan kasar ala mafia?

Gerombolan mafia Nagekeo itu menyembunyikan wajahnya yang aali dengan memakai akun palsu lalu bersahut-sahutan persis desahan kecoak melakukan deligitimasi kepada siapa saja yang mereka duga sebagai narasumber dalam investigasi.

Bahkan oknum polisi yang diduga otak mafia waduk Lambo berusaha mengalihkan perhatian publik dengan menuduh pihak lain secara serampangan dan brutal. Nama Tuhan dibawa-bawa tanpa rasa malu. Nama-nama orang besar yang diduga “orang kuat” disebut-sebut hanya untuk semakin menarasikan wajahnya yang panik luar biasa.

Apakah publik Nagekeo akan mudah percaya, apalagi takut untuk diteror hanya oleh pengakuan seseorang yang berdasarkan data dan fakta lapangan, diduga otak busuk mafia? Otak mafia ini perlu diajar bahwa setan pun bisa mengutip ayat kitab suci.

Kita menduga kuat proses yang dilakukan Propam Polda dalam kasus Tegu Serfolus hanya sandiwara kesekian kalinya yang dipertontonkan Polda NTT. Kita menghormati kerja-kerja aparat penegak hukum tapi kalau berkeliling mewawancarai semua warga di seluruh dunia hanya untuk melindungi seorang Serfolus Tegu yang diduga kuat menjadi otak gerombolan mafia waduk Lambo, publik pantas untuk tidak memercayai institusi Polda NTT.

Oknum polisi yang meneror aktivis PMKRI, warga dan jurnalis di Nagekeo selama ini diduga kuat lahir dari institusi polisi yang (maaf) sudah bobrok. Makan paji percuma. Dia tidak risih makan uang pajak rakyat, termasuk keringat warga Suku Redu, Gaja dan Isa yang mereka teror dan tindas selama bertahun-tahun tanpa kemanusiaan. Oknum polisi ini diduga terus berpesta pora dengan melakukan kejahatan terhadap rakyat kecil pemilik tanah secara terstruktur dan sistematis.

Fakta yang bukan lagi menjadi rahasia publik Nagekeo adalah keberadaan Cakelat Café yang diduga milik Kabag Ops Serfolus Tegu, tidak hanya memelihara ladies yang bisa dipepet dengan siapa pun agar masuk jebakan jejaring mafia tapi juga memelihara para “gentleman.”

Mereka adalah tokoh-tokoh adat-budaya yang dilanda krisis identitas. Kesenangan ditukar dengan tanah ulayat. Sekaligus sewaktu-waktu dibuat menjadi alas dada oleh para mafia. Tokoh-tokoh itu yang hari-hari ini ditampilkan  wajahnya di media aba-abal milik gerombolan mafia untuk memuja-muji Serfolus Tegu sebagai “pahlawan” (mafia) waduk Lambo.

Segelintir mantan dan kepala desa di Nagekeo diduga kuat sudah masuk dalam jebakan jejaring mafia waduk Lambo. Jejak orang-orang ini mesti dibuka suatu waktu sebagai bagian utuh dari komitmen membersihkan waduk Lambo dari gerombolan mafia. Semua ini termasuk kotoran-kotoran dan sampah yang harus dibersihkan dari waduk Lambo agar airnya mengalir lancar.

Fakta kondisi kapasitas dan komitmen Propam Polda NTT seperti ini, hanya Mabes Polri yang memiliki kewenangan dan kekuatan institusional untuk bertindak tegas. Sebagai penjaga hukum dan keadilan nasional, Mabes Polri harus mengirim tim investigasi khusus ke Nagekeo untuk menyapu bersih jaringan mafia waduk yang telah mencoreng nama negara dan merusak citra Polri di mata rakyat.

Polisi NTT Melawan Kapolri

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo ketika beraudiensi dengan Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat di Mabes Polri Jalan Trunojoyo, Senin (27/10/2025) menegaskan komitmen institusinya menguatkan sinergi antara Polri dan insan pers dan mendukung penuh kerja pers yang profesional. Wartawan adalah mitra strategis Polri dalam menjaga Kamtibmas.

Listyo juga menegaskan komitmen Polri selama ini untuk menyelesaikan delik hukum pers melalui mekanisme Dewan Pers dan meminta jajarannya di seluruh Indonesia untuk menaatinya. Keputusan Dewan Pers akan diikuti oleh Polri (https: meganews.id).

Kapolri Sigit menyampaikan komitmen Polri itu ketika Propam Polda NTT turun ke Nagekeo untuk menindaklanjuti laporan aktivis PMKRI Cabang Kupang, Naris Tursa. Fakta di lapangan, Propam bertemu warga korban teror, intimidasi dan perampokan tanah dan uang ganti untung yang diduga dilakukan gerombolan mafia waduk Lambo dengan kuat dugaan: otak mafianya adalah Serfolus Tegu.

Ketika Propam Polda NTT sedang berada di Nagekeo, ada seorang mengirim pesan whatssApp kepada saya: hendak meminta waktu bertemu untuk memberikan klarifikasi dan menyerahkan bukti-bukti atas tulisan saya di media Florespos.net dalam tujuh edisi berturut-turut yang membongkar dugaan mafia waduk Lambo dengan kuat dugaan otaknya: Serfolus Tegu. Jawaban saya sederhana: Saya sudah menulis dengan terang benderang. Semua data ada dalam tulisan itu. Silahkan meramu sendiri berdasarkan tulisan-tulisan itu.

Mestinya polisi bersyukur karena data dan fakta lapangan dalam tulisan itu sangat membantu proses kerja. Polisi di negara-negara maju bekerja tanpa kenal lelah, siang malam, hanya untuk mendapatkan data atau fakta kecil. Polisi kita ini berlagak macam tukang ketik di handphone.

Saya mulai menduga berdasarkan pengalaman selama ini bahwa Propam Polda NTT adalah para dewa penyelamat Yudha Pranata dan Serfolus Tegu. Fakta ini sudah pernah dilakukan Propam Polda kepada Tegu. Wartawan Patrick Djawa ketika diwawancarai Propam Polda dalam kasus kriminalisasi di hotel Pepita, Mbay, Kapolres Nagekeo saat itu Yudha Pranata berjalan mondar-mandir di luar ruang pemeriksaan seolah sedang mengawasi pemeriksaan Patrick. Sebuah teror yang dahsyat dari Kapolres Destroyer ini.

Kapolres Yudha Pranata pun pernah diperiksa Propam Polda NTT dalam kasus tancap sangkur di atas meja dalam pertemuan dengan pemilik ulayat suku Kawa. Kapolda NTT kala itu adalah Wakil Gubernur NTT saat ini, Johni Asadoma. Halinya tidak mengejutkan: Tegu dan Yudha diselamatkan oleh Propam Polda NTT.

Kedua orang ini tanpa celah di mata Propam Polda. Hebat. Layak dijadikan pahlawan Destroyer dan pahlawan mafia waduk Lambo. Apakah institusi selevel Propam Polda tugasnya hanya melindungi dan merawat kejahatan oknum polisi yang kebetulan memiliki sebongkah jabatan sebagai alat teror?

Kita mesti memberitahu rakyat Nagekeo bahwa di mana-mana, penyelidikan lapangan adalah tugas polisi. Mereka mestinya datang ke tengah masyarakat secara in cognito. Mereka tinggal mengecek fakta di lapangan. Wawancara warga yang ketakutan, baik yang disebutkan maupun yang tidak disebutkan dalam tulisan. Polisi dibayar untuk melakukan penyelidikan.

Masa penulis yang diwawancarai? Hasil penyelidikan polisi harus dipublikasikan di media yang memuat tulisan saya, itu baru benar. Jalan itu yang sesuai dengan UU Pers No 40 tahun 1999 dan sejumlah MoU Polri dengan PWI dan Dewan Pers.

Jika tidak, apa bedanya dengan gerombolan mafia waduk Lambo yang gemar meneror melalui media sosial, akun FB, dengan memakai akun palsu dan nama yang dipalsukan dan kalau tidak mempan, paksakan tulisan di media abal-abal dengan pelukisan yang dipaksa mendayu-dayu memuji Serfolus Tegu. Misalnya: jangan lukai dia meski saya tahu dia seperti bukan manusia lagi karena sudah terlalu banyak melukai nurani kemanusiaan orang kecil.

Propam, sekali lagi, tidak boleh mengarahkan saya, apalagi memaksa untuk “bertemu.” Saya pernah diberitahu bahwa Serfolus Tegu pernah menelepon dan menyampaikan bahwa laporan terhadap saya di Polres Nagekeo dilakukan agar Serfolus bisa bertemu dan “omong-omong damai” saja. Bahasanya kurang lebih seperti itu.

Kalau dilihat, diduga ada hubungan antara pernyataan Serfolus Tegu dan ajakan “bertemu” dari anggota Propam Polda kepada saya. Saya MENOLAK untuk “bertemu” dengan alasan: Pertama, tulisan saya adalah bagian dari peran pers. Dua, tulisan saya adalah seruan kenabian.

Tiga, tulisan saya seratus persen membela kepentingan umum khususnya orang-orang kecil, lemah, tertindas dan kalah. Empat, pihak yang merasa dirugikan belum menggunakan hak jawab di media yang sama.

Mafia selama ini lebih banyak celoteh dan mendesah tak karuan di laman media sosial dengan akun-akun palsu serta media abal-abal. Mereka “bermain” di ruang dunia maya itu karena memang kapasitas dan kadar kemampuan intelektualnya hanya seperti itu dan hanya mampu laku di dunia maya.

Lima, polisi punya tugas melakukan investigasi. Mereka harus melakukan tugas itu dengan profesional karena memang mereka digaji negara. Memaksakan saya untuk “bertemu” adalah sebuah teror dan intimidasi yang kejam.

Polisi memiliki semua sumber daya dan sumber data yang diberikan negara agar sukses mengemban dua peran: penjaga Kamtibmas dan penegakan hukum. Polisi adalah aparat penegak hukum (APH), bukan aparat pelindung dan penyelamat Tegu (APPT).

Janganlah polisi menjadi alat peneror rakyat hanya untuk menyelamatkan oknum polisi yang diduga melakukan kejahatan. Polisi jangan menjadi kekuatan yang mematikan fungsi dan peran pers. Artinya, Kapolri Sigit sangat menghormati dan menghargai kerja pers.

Mengapa polisi di NTT khususnya di Polres Nagekeo melawan Kapolri dengan menjadikan institusi kepolisian sebagai alat peneror kebebasan berbicara dalam ruang media dan pers yang berintegritas? Sekali lagi saya katakan: Saya menolak menjadi orang yang setor kebodohan kepada polisi!

Dampak Kehadiran Mafia Berlapis

Dampak keberadaan mafia di Nagekeo ini sangat luas dan berlapis. Di tingkat sosial, mereka memecah-belah komunitas adat yang selama puluhan tahun hidup damai. Warga Rendu dan Kawa dipecah belah.

Strategi adu domba ini menciptakan luka sosial yang dalam, menumbuhkan ketegangan antarkeluarga, bahkan memutus ikatan persaudaraan di satu kampung yang sama. Banyak warga kini hidup dalam ketakutan, kehilangan rasa percaya pada aparat, dan merasa ditinggalkan oleh negara yang seharusnya melindungi mereka.

Secara ekonomi, gerombolan mafia waduk menghisap hak rakyat melalui berbagai cara: permainan harga tanah, manipulasi data pemilik lahan, hingga penguasaan jalur distribusi kompensasi. Mereka mendapatkan keuntungan dari penderitaan warga yang tanahnya diambil paksa.

Laporan masyarakat menunjukkan adanya pola sistematis di mana oknum aparat Polres Nagekeo menjadi pelindung sekaligus penghubung antara calo tanah dan pejabat daerah. Ini bukan lagi sekadar pelanggaran etik, tetapi pengkhianatan terhadap sumpah sebagai anggota Polri yang seharusnya “melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.”

Di sisi politik, keberadaan jaringan mafia ini menggerogoti legitimasi negara. Bagaimana mungkin proyek yang disebut Proyek Strategis Nasional justru dijalankan dengan cara-cara nonstrategic: penuh tekanan, manipulasi, dan ancaman terhadap rakyat kecil?

Bila praktik semacam ini dibiarkan, maka konsep bonum commune dan ganti untung yang selalu digaungkan Presiden Jokowi menjadi sekadar jargon tanpa jiwa. Lebih jauh lagi, ketidakadilan di Nagekeo dapat menjadi preseden buruk bagi PSN lain di seluruh Indonesia.

Karena itu, pembersihan mafia waduk bukan sekadar urusan hukum, tetapi ujian moral dan politik pembangunan nasional. Bila mafia dibiarkan bercokol, proyek Waduk Lambo akan terus menjadi sumber konflik horizontal dan simbol ketidakadilan.

Namun bila Polri turun tangan secara profesional dan transparan, kepercayaan rakyat terhadap negara akan pulih. Proyek PSN ini akan kembali ke relnya sebagai waduk untuk kesejahteraan rakyat, bukan waduk yang dikuasai oleh para mafia.

Negara wajib hadir untuk rakyat, bukan untuk melindungi kepentingan gelap segelintir orang. Karena itu, Presiden dan Kapolri perlu memastikan Waduk Lambo dibangun dengan keadilan, bukan dengan intimidasi.

Bila para mafia waduk berhasil disapu dari Nagekeo, maka pembangunan bisa berjalan damai, hak warga dipulihkan, dan Waduk Lambo benar-benar menjadi simbol kemajuan dan martabat bangsa, bukan monumen ketidakadilan di Tanah Flobamora.

Negara Harus Hadir

Waduk Lambo adalah cermin dari wajah pembangunan kita: apakah masih berlandaskan keadilan, ataukah telah dikendalikan oleh tangan-tangan gelap yang memperalat rakyat demi keuntungan pribadi.

Proyek strategis nasional ini semestinya menjadi bukti bahwa negara hadir untuk rakyat, bukan sebaliknya. Namun yang terjadi di Nagekeo justru menunjukkan bagaimana kekuasaan bisa diselewengkan ketika pengawasan melemah dan moralitas publik runtuh di hadapan godaan uang dan kekuasaan.

Kini, ujian moral dan politik pembangunan nasional tengah berlangsung di tanah Flobamora. Pemerintah pusat, terutama Kapolri dan jajaran penegak hukum, harus berani turun tangan menegakkan keadilan.

Tim investigasi independen dari Mabes Polri perlu segera dikirim ke Nagekeo untuk membongkar jaringan mafia waduk yang telah mencoreng kehormatan negara. Pembersihan ini bukan sekadar tindakan hukum, tetapi langkah pemulihan moral bangsa agar rakyat kembali percaya bahwa negara masih berpihak kepada mereka.

Pembangunan sejati bukan diukur dari seberapa tinggi bendungan berdiri atau seberapa luas lahan yang diairi, melainkan dari seberapa banyak air keadilan yang mengalir di hati rakyatnya. Bila Waduk Lambo dibangun dengan mengorbankan hak warga, maka airnya kelak akan membawa tangisan, bukan kesejahteraan. Tetapi bila dibersihkan dari tangan-tangan mafia dan dijalankan dengan prinsip bonum commune, maka ia akan menjadi sumber berkat, simbol harmoni antara pembangunan dan kemanusiaan.

Sejarah akan mencatat: apakah Waduk Lambo menjadi monumen dosa publik atau tonggak kebangkitan moral bangsa. Pilihan itu kini ada di tangan negara. Bersihkan Waduk Lambo dari mafia Nagekeo, pulihkan martabat rakyat yang terluka, dan buktikan bahwa Republik ini masih berdiri di atas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Steph Tupeng Witin, Jurnalis, Penulis Buku dan Pendiri Oring Literasi Siloam Lembata.

WartaNusantara

WartaNusantara

Related Posts

Advokat, Penegak Hukum Masih Dianaktirikan
Opini

Advokat, Penegak Hukum Masih Dianaktirikan

Advokat, Penegak Hukum Masih Dianaktirikan Oleh : Dr. Yohanes Bernando Seran, S.H., M.Hum. (Alumni Program Doktoral Fakultas Hukum Universitas Gadjah...

Read more
Retret Mewah dan Kegagalan Empati Kepemimpinan

Sumpah Pemuda dan Bara Literasi dari Timur

Sumpah Pemuda Ke-97 : Masih Relevankah “Satu Nusa” di Era Disrupsi Digital ?

Sumpah Pemuda Ke-97 : Masih Relevankah “Satu Nusa” di Era Disrupsi Digital ?

Menjadi Saudara Dalam Kemanusiaan

Jangan Lagi Mengkriminalisasi Jurnalis

Ketika Dunia Bertanya, Jawaban Ada Pada Kejujuran

Ketika Dunia Bertanya, Jawaban Ada Pada Kejujuran

GEN – Z :  Merupakan Generasi Putih Future Cadres  dan Berperan Sebagai Agent Of Control

GEN – Z :  Merupakan Generasi Putih Future Cadres  dan Berperan Sebagai Agent Of Control

Load More

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ads

Tag

mostbet mostbet UZ Sastra
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Polkam
  • Internasional
  • National

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In