Penetapan APBD Melalui Perkada adalah Mekanisme Darurat yang Diizinkan Undang-Undang Saat Terjadi Kebuntuan
Oleh : Elvis Gadi Kapo
WARTA-NUSANTARA.COM– Perkada (Peraturan Kepala Daerah) adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, atau Walikota) untuk menjabarkan, melaksanakan, dan/atau mengatur lebih lanjut ketentuan yang ada di dalam Peraturan Daerah (Perda) atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, seperti Peraturan Pemerintah (PP) atau Undang-Undang (UU), yang berlaku di wilayahnya.



Perkada berfungsi sebagai instrumen hukum untuk mengatur urusan pemerintahan daerah secara spesifik dan operasional, memastikan pelaksanaan otonomi daerah berjalan efektif dan sesuai hukum yang berlaku.

Jenis-jenis Perkada:
1. Peraturan Gubernur (Pergub): Dikeluarkan oleh Gubernur untuk wilayah Provinsi.
2. Peraturan Bupati (Perbup) atau Peraturan Walikota (Perwali): Dikeluarkan oleh Bupati atau Walikota untuk wilayah Kabupaten atau Kota.
Hubungan dengan Perda

Perda (Peraturan Daerah): Dibentuk oleh DPRD bersama Kepala Daerah dan bersifat lebih umum serta mengatur hal-hal yang lebih luas di daerah. Perkada: Mempunyai kedudukan di bawah Perda dan berfungsi sebagai aturan pelaksana dari Perda, memastikan Perda dapat diimplementasikan di lapangan.


Fungsi Perkada
Menjabarkan dan melaksanakan Perda.
Mengatur hal-hal teknis operasional dalam menjalankan pemerintahan daerah. Menyelaraskan program nasional dengan kebijakan daerah.
Contoh Penggunaan:
Jika ada Perda tentang Pengelolaan Sampah, maka Perkada (Perbup/Perwali) akan mengatur lebih rinci tentang mekanisme pemilahan sampah, jadwal pengangkutan, sanksi bagi pelanggar, dan lain-lain, yang akan dijalankan oleh OPD terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup.
Kedudukan Peraturan Kepala Daerah Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”).
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
Peraturan Pemerintah;
Peraturan Presiden;
Peraturan Daerah Provinsi; dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Sekalipun tidak disebutkan dalam hierarki peraturan perundang-undangan tersebut, namun tidak berarti keberadaan peraturan bupati/walikota tanpa alas hukum. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011, yang berbunyi:
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Peraturan perundang-undangan yang dimaksud diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.[1]
Peraturan bupati/walikota oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (“Permendagri 80/2015”) sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (“Permendagri 120/2018”) kemudian digolongkan sebagai salah satu jenis dari peraturan kepala daerah (“Perkada”).
Pasal 19 Permendagri 80/2015 berbunyi:
Perencanaan penyusunan perkada dan peraturan DPRD merupakan kewenangan dan disesuaikan dengan kebutuhan lembaga, komisi, atau instansi masing-masing.
Perencanaan penyusunan peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau berdasarkan kewenangan. Perencanaan penyusunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan pimpinan lembaga, komisi, atau instansi masing-masing untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
Perencanaan penyusunan peraturan yang telah ditetapkan dengan keputusan pimpinan lembaga, komisi, atau instansi masing-masing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan penambahan atau pengurangan.
Proses Pembuatan Perkada
Pasal 42 Permendagri 120/2018 menerangkan bahwa:
Kepala daerah menetapkan perkada berdasarkan atas perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Pimpinan perangkat daerah pemrakarsa menyusun rancangan perkada.
Rancangan perkada, setelah disusun, disampaikan kepada biro hukum provinsi atau nama lainnya dan bagian hukum kabupaten/kota atau nama lainnya untuk dilakukan pembahasan.
Lebih lanjut, Pasal 110 Permendagri 120/2018 kemudian menguraikan bahwa: Rancangan Perkada yang telah dilakukan pembahasan disampaikan kepada kepala daerah untuk dilakukan penetapan dan Pengundangan.
Penandatanganan rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh kepala daerah.
Dalam hal kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berhalangan sementara atau berhalangan tetap, penandatanganan rancangan Perkada dilakukan oleh Pelaksana Tugas, Pelaksana Harian, Penjabat Sementara atau Penjabat kepala daerah.
Pelaksana Tugas, Pelaksana Harian, Penjabat Sementara atau Penjabat Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam melakukan penandatanganan rancangan Perkada, harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri.
Penandatanganan perkada dibuat dalam rangkap tiga. Pendokumentasian naskah asli perkada kemudian dilakukan oleh:[3]
sekretaris daerah;
perangkat daerah yang membidangi hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota berupa minute; dan
perangkat daerah pemrakarsa.
Penomoran produk hukum daerah terhadap perkada kota/kabupaten dilakukan oleh kepala bagian hukum kabupaten/kota atau nama lainnya.[4] Penomoran produk hukum daerah yang berupa pengaturan tersebut menggunakan nomor bulat.[5]
Perkada yang telah ditetapkan diundangkan dalam berita daerah.[6] Peraturan bupati/peraturan wali kota yang telah diundangkan disampaikan kepada gubernur.[7]
Perkada mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan kecuali ditentukan lain di dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.[8] Perkada nantinya dimuat dalam jaringan dokumentasi dan informasi hukum.[9]
Perkada yang telah ditandatangani dan diberi penomoran selanjutnya dilakukan autentifikasi oleh kepala bagian hukum kabupaten/kota atau nama lainnya.[10] Autentifikasi adalah salinan produk hukum daerah sesuai dengan aslinya.[11] Bupati/wali kota menyampaikan peraturan bupati/wali kota kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat paling lama tujuh hari setelah ditetapkan.[12]
Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.
Kesimpulan
Penetapan APBD bisa ditetapkan melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada), tetapi ini adalah opsi darurat atau jalan buntu saat Pemerintah Daerah (Pemda) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak mencapai kesepakatan, dan biasanya jumlahnya tidak boleh melebihi APBD tahun sebelumnya, serta Perkada ini harus dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri atau Gubernur. Secara prinsip, APBD seharusnya ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda) setelah persetujuan bersama.
Kapan Perkada Digunakan?
Deadlock Legislatif-Eksekutif: Ketika pembahasan APBD antara Pemda (Eksekutif) dan DPRD (Legislatif) menemui jalan buntu dan kesepakatan tidak tercapai dalam batas waktu yang ditentukan (biasanya 60 hari sebelum tahun anggaran dimulai).
Mencegah Kelumpuhan Pelayanan Publik: Tujuannya agar pelayanan publik dan pembangunan tidak terhambat karena tidak adanya anggaran.
Aturan Penggunaan Perkada.
Diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Batas Anggaran: Jumlah APBD dalam Perkada maksimal sebesar APBD tahun anggaran sebelumnya.
Evaluasi: Rancangan Perkada tentang APBD harus dievaluasi dan disahkan oleh Menteri Dalam Negeri (untuk provinsi) atau Gubernur (untuk kabupaten/kota).
Penetapan APBD melalui Perkada adalah mekanisme darurat yang diizinkan undang-undang saat terjadi kebuntuan, bukan mekanisme standar. Mekanisme normalnya adalah persetujuan bersama antara Pemda dan DPRD untuk menghasilkan Peraturan Daerah (Perda). ***








