• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak
Sabtu, Desember 20, 2025
No Result
View All Result
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Hukrim

Maskulinitas, Kekerasan Terhadap Perempuan dan Panggilan HAM di Lembata

by WartaNusantara
Desember 10, 2025
in Hukrim
0
Retret Mewah dan Kegagalan Empati Kepemimpinan
0
SHARES
202
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Maskulinitas, Kekerasan Terhadap Perempuan dan Panggilan HAM di Lembata

Oleh : Nia Liman*

WARTA-NUSANTARA.COM–  Setiap tanggal 10 Desember, dunia merayakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional, mengenang deklarasi universal yang menjanjikan kesetaraan martabat bagi setiap manusia. Ironisnya, di tengah perayaan global tersebut, masih ada jutaan manusia, terutama perempuan dan kelompok minoritas gender, yang hak-hak dasarnya dirampas setiap hari. Mereka adalah korban kekerasan berbasis gender (KGB), sebuah pandemi senyap yang membuktikan bahwa, tujuh dekade berlalu setelah deklarasi, janji kemanusiaan utuh masih gagal diimplementasikan di ruang privat dan publik.

RelatedPosts

Tenaga Ahli KemenHAM Sambangi Kemenham Jateng, Dengar Aspirasi Jajaran dan Persiapan Pelatihan HAM

Tenaga Ahli KemenHAM Sambangi Kemenham Jateng, Dengar Aspirasi Jajaran dan Persiapan Pelatihan HAM

Pemkab Lembata dan Pengadilan Agama Lewoleba Teken Tiga Nota Kesepakatan Pelayanan Hukum Masyarakat

Pemkab Lembata dan Pengadilan Agama Lewoleba Teken Tiga Nota Kesepakatan Pelayanan Hukum Masyarakat

Load More

Peringatan Hari HAM Internasional selalu membawa kita pada pertanyaan mendasar: sejauh mana hak-hak manusia dihormati dalam kehidupan paling dekat; di rumah, keluarga, dan komunitas kita? Dalam konteks masyarakat Lembata khususnya, isu kekerasan berbasis gender masih menjadi persoalan yang berulang, begitu akrab namun sekaligus disembunyikan di balik slogan “urusan rumah tangga”. Padahal, ketika seorang perempuan dipukul bahkan dirampas hak hidupnya, ketika suara anak korban kekerasan seksual dibungkam, ketika tubuh menjadi tempat pelampiasan frustrasi, itu bukan lagi urusan domestik melainkan isu HAM yang seharusnya dipandang sebagai ancaman terhadap martabat manusia.

Di Lembata, tanah yang membesarkan saya dengan segala kehangatan dan luka-lukanya, cerita tentang keluarga, adat, kehormatan, dan kejantanan selalu bertaut satu sama lain. Namun dalam anyaman itu, ada simpul yang sering tidak diakui, yaitu bagaimana konstruksi maskulinitas tertentu tumbuh menjadi legitimasi bagi kekerasan di dalam rumah.

Memahami Maskulinitas dan Hubungannya dengan Kekerasan Terhadap Perempuan

Pembicaraan tentang kekerasan terhadap perempuan tidak bisa dilepaskan dari pembicaraan tentang maskulinitas. Maskulinitas bukan berarti “kejantanan”, bukan soal fisik, dan bukan soal kekuatan otot. Maskulinitas adalah cara suatu masyarakat membentuk dan mendefinisikan perilaku laki-laki. Dengan kalimat lain, maskulinitas adalah “cara menjadi laki-laki” yang diajarkan dari kecil oleh keluarga, adat, agama, dan lingkungan.

Kamla Bhasin, seorang feminis terkemuka dari Asia Selatan, menyebut konsep ini sebagai gender: seperangkat peran sosial, aturan perilaku, dan ekspektasi budaya yang dikonstruksi, diajarkan, dan direproduksi dari generasi ke generasi. Gender bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Jika kita menempatkan gagasan ini dalam konteks Lembata, kita dapat melihat bagaimana konstruksi gender bekerja secara sistematis melalui adat, bahasa, ritus, dan praktik sosial. Di banyak komunitas Lembata, menjadi lelaki sering kali dimaknai sebagai menjadi penentu, pengendali, dan pemilik suara terakhir. Anak laki-laki dibesarkan dengan kalimat seperti “Laki-laki harus tegas,” “Laki-laki tidak boleh kalah,” atau “Laki-laki harus dihormati.” Sekilas, tidak ada yang salah. Tetapi ketika konsep ini masuk ke ruang domestik, ia berubah menjadi hierarki yang kaku: laki-laki di atas, perempuan di bawah; laki-laki memimpin, perempuan mengikuti; laki-laki memutuskan, perempuan menerima.

Dalam struktur seperti ini, kekerasan terhadap perempuan sering tidak dilihat sebagai pelanggaran HAM, tapi sebagai “bagian dari didikan”, “cara menegakkan wibawa”, atau “persoalan rumah tangga yang tidak boleh keluar.” Banyak perempuan memendam luka bertahun-tahun karena takut dianggap mengingkari adat, mempermalukan keluarga, atau “merusak rumah tangga.” Kekerasan menjadi biasa bukan karena manusia Lembata kejam, tetapi karena masyarakat diajari untuk diam.

Dalam tradisi Lamaholot, laki-laki dipahami sebagai pemikul kehormatan keluarga, penjaga wibawa marga; sebuah mandat moral yang mengajarkan tanggung jawab. Tetapi seperti banyak budaya patriarkal lainnya, nilai luhur ini dapat dan sering tergelincir menjadi bentuk maskulinitas yang keras, defensif, dan tak jarang agresif. Perilaku semacam ini sering terlihat ketika laki-laki gagal memenuhi peran idealnya sebagai pencari nafkah, pembuat keputusan, atau penjaga kehormatan. Ketika peran itu tidak tercapai, mereka tidak hanya merasa gagal secara personal, tetapi gagal sebagai laki-laki. Di sinilah kekerasan terhadap perempuan sering lahir: sebagai kompensasi atas krisis maskulinitas.

 

Panggilan HAM di Lembata; Sebuah Refleksi

Saya selalu percaya, dan penelitian saya menguatkan hal ini, bahwa akar persoalan bukan pada budaya itu sendiri. Budaya tidak pernah diciptakan untuk menyakiti. Budaya menjadi retak ketika tafsir atas kelelakian disempitkan menjadi kekuasaan, dan ketika keluarga dianggap tempat tanpa pengawasan publik sehingga pelanggaran HAM berlangsung di balik pintu yang tertutup.

Hari HAM Internasional bukan saja tentang deklarasi dan konvensi global, tapi tentang kehidupan manusia sehari-hari. Tentang seorang istri yang takut bersuara karena pukulan yang menunggu. Tentang anak yang tumbuh dengan memori suara pecahan piring. Tentang normalisasi penderitaan yang diwariskan turun-temurun. Ketika kekerasan terjadi dalam rumah, HAM menjadi persoalan paling dekat, paling personal.

Meski begitu, Lembata juga menyimpan harapan. Ada generasi muda yang mulai mempertanyakan ulang konsep “lelaki sejati.” Ada juga perempuan yang semakin berani bersuara. Ada komunitas lokal yang mengangkat isu kekerasan sebagai pelanggaran HAM, bukan sekadar urusan pribadi. Dan di sela-sela perubahan kecil ini, saya percaya transformasi besar sedang bertunas.

Tulisan ini bukan untuk menyalahkan siapa pun. Sebaliknya ingin mengajak kita semua untuk melihat dengan jujur bagaimana budaya dan HAM tidak harus berseberangan. Kita bisa mencintai budaya kita sekaligus mengkritik bagian-bagian yang tidak lagi relevan dan melukai. Kita bisa merawat kebanggaan sebagai orang Lembata tanpa mengabaikan hak hidup aman dan bermartabat bagi semua. Sebab hak asasi manusia bukan sebuah konsep asing yang datang dari luar, dari benua yang jauh, tapi ia justru berakar pada nilai yang sudah lama hidup dalam masyarakat kita: menghargai kehidupan, menjaga sesama, dan tidak menyakiti mereka yang kita sayangi. Dan mungkin, hari ini, refleksi paling penting adalah pertanyaan sederhana: Beranikah kita membayangkan maskulinitas yang tidak kasar dan melukai?

Peringatan Hari HAM tidak akan berarti apa-apa jika kita hanya fokus pada pelanggaran besar yang terjadi di ruang publik. Perubahan HAM yang paling mendasar harus dimulai dari rumah, dari ruang privat tempat Kekerasan Berbasis Gender bersembunyi. Solusi transformatif tidak hanya terletak pada penguatan hukum atau penyediaan rumah aman bagi korban, tetapi pada pergeseran paradigma maskulinitas. Sebab ketika laki-laki berubah, banyak bentuk kekerasan akan ikut runtuh. Ketika laki-laki mau melepaskan hak istimewa patriarki, mengambil tanggung jawab emosional, dan berdiri sebagai sekutu bagi perempuan dan anak, tembok pembatas keadilan akan runtuh. Dan di situlah HAM menemukan rumahnya, di Lembata, di keluarga, di kehidupan sehari-hari. Ini adalah panggilan untuk aksi kolektif: Marilah kita jadikan 10 Desember bukan hanya hari untuk memperingati HAM, tetapi hari untuk berkomitmen; bahwa martabat, kesetaraan, dan rasa aman adalah hak yang tidak bisa ditawar, yang harus dipertahankan di setiap sudut pulau ini, dari rumah tangga hingga kebijakan publik.

*Pegiat Literasi, pendiri Taman Literasi Bintang Timur

WartaNusantara

WartaNusantara

Related Posts

Tenaga Ahli KemenHAM Sambangi Kemenham Jateng, Dengar Aspirasi Jajaran dan Persiapan Pelatihan HAM
Hukrim

Tenaga Ahli KemenHAM Sambangi Kemenham Jateng, Dengar Aspirasi Jajaran dan Persiapan Pelatihan HAM

Tenaga Ahli KemenHAM Sambangi Kemenham Jateng, Dengar Aspirasi Jajaran dan Persiapan Pelatihan HAM SEMARANG : WARTA-NUSANTARA.COM--   Kantor Wilayah Kementerian Hak...

Read more
Pemkab Lembata dan Pengadilan Agama Lewoleba Teken Tiga Nota Kesepakatan Pelayanan Hukum Masyarakat

Pemkab Lembata dan Pengadilan Agama Lewoleba Teken Tiga Nota Kesepakatan Pelayanan Hukum Masyarakat

Hari Kesaktian Pancasila 2025 : Momentum Untuk Berefleksi dan Menegakkan Nilai Luhur Bangsa Indonesia

Tanah Ulayat : Episentrum Kehidupan Masyarakat Adat, Jaminan Keberlanjutan, dan Sumber Konflik Pascasertifikasi PTSL di Indonesia

Padma Indonesia Dukung Forja Ngada Kembalikan Harkat dan Martabat Pers

Ketua Kompak Indonesia Minta Kapolda NTT Wajib Turun Tangan Berantas Jaringan Rokok Ilegal di NTT

Gubernur NTT Ajak Masyarakat NTT Gemar Menanam

Suku Sidhe Layangkan Somasi ke Kapolres Ngada: “Polisi Jangan Jadi Mafia Tanah!”

Abdul Kadir Yunus Laporkan Advokat Rikha Permatasari ke Polda NTT, Kuasa Hukum: Diduga Intimidasi dan Masuki Pekarangan Tanpa Izin

Abdul Kadir Yunus Laporkan Advokat Rikha Permatasari ke Polda NTT, Kuasa Hukum: Diduga Intimidasi dan Masuki Pekarangan Tanpa Izin

Load More
Next Post
Gubernur Melki Serahkan 2.497 SK PPPK Tahap II

Gubernur Melki Serahkan 2.497 SK PPPK Tahap II

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ads

Tag

mostbet mostbet UZ Sastra
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Polkam
  • Internasional
  • National

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In