Membedah Dinamika Pasar Wolowona : Sentra Vitalitas Ekonomi Rakyat Ende yang Terimpit Tantangan Struktural
Oleh: Domitius Pau, S.Sos., M.A.
(Dosen Program Studi Ilmu Sosiatri STPM Santa Ursula) Bersama Mahasiswa Semester I Prodi Ilmu Sosiatri
Pengantar
WARTA-NUSANTARA.COM–Â Pasar tradisional adalah arteri vital dalam sistem perekonomian sebuah kota atau kabupaten. Di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Pasar Wolowona merupakan jantung yang memompa denyut aktivitas ekonomi, sekaligus menjadi ruang pertemuan sosial dan cerminan budaya lokal yang hidup. Pasar ini mengambil peran penting dalam kehidupan masyarakat, tidak hanya sebagai tempat berjualan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari tetapi juga sebagai arena interaksi sosial budaya yang dinamis.



Namun, di balik keramaian dan peran sentralnya itu, terdapat dinamika kompleks yang menarik untuk dikaji secara kritis. Observasi mendalam yang dilakukan mahasiswa Semester I Program Studi Ilmu Sosiatri STPM Santa Ursula di Pasar Tradisional Wolowona beberapa waktu lalu, pasar ini beroperasi di persimpangan antara vitalitas ekonomi rakyat dan tantangan struktural yang signifikan, terutama dari sisi pengelolaan, infrastruktur, dan kesejahteraan pedagang. Observasi nalisis ini bertujuan untuk melihat dari dekat aktivitas para pedagang dan memahami bagaimana pasar ini berfungsi dalam kenyataan sehari-hari. Selain itu, para mahasiswa mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambatnya mencapai standar optimal, sekaligus menyoroti potensi besar yang dimilikinya.


Cerminan Budaya dan Dinamika Ekonomi Rakyat
Pasar Wolowona adalah lebih dari sekadar transaksi jual beli, sebab ia adalah medan sosial dan budaya yang aktif. Keberagaman di pasar ini terlihat melalui komunikasi antar pedagang yang berasal dari berbagai daerah, di mana mereka sering kali menggunakan bahasa daerah. Hal ini menegaskan bahwa pasar ini bukan hanya tempat aktivitas ekonomi berlangsung, tetapi juga ruang komunikasi sosial dan pertemuan budaya yang mempererat kohesi sosial di antara pelaku pasar. Banyak pengunjung bahkan datang sekadar untuk berbincang dengan kerabat, sehingga keberadaan pasar ini mencerminkan kehidupan masyarakat Ende yang kaya akan interaksi sosial, budaya, dan semangat gotong royong.


Secara ekonomi, pasar Wolowona adalah serambi kota Ende bagi timur untuk memperoleh kebutuhan pokok harian. Meskipun pendapatan pedagang tidak tetap dan sangat tergantung pada ramai tidaknya pembeli, pasar ini menjadi tempat bergantungnya keluarga, terutama orang tua, untuk memperoleh penghasilan demi menyambung cita anak-anaknya. Kisah perjuangan pedagang—yang sebagian besar mengatakan bahwa tujuan utama mereka berdagang adalah untuk membiayai pendidikan anak-anak seakan menegaskan peran vital pasar ini sebagai pilar penopang kesejahteraan keluarga sekaligus sumber daya vital untuk mendukung pengembangan sumber daya manusia Kabupaten Ende. Tidak sedikit anak pedagang di pasar tradisional itu berhasil menjadi sarjana berkat perjuangan tak kenal lelah orang tua mereka.


Jurang Kualitas Infrastruktur dan Manajemen Kebersihan
Meskipun peran sosial dan ekonomi Pasar Wolowona sangat vital, kondisi infrastruktur dan pengelolaannya masih jauh dari harapan. Dari sisi kebersihan dan sanitasi, kondisi pasar berada pada tingkat cukup layak, namun belum bisa dikategorikan mencapai standar baik. Masalah kebersihan adalah isu paling mendesak di pasar ini. Di beberapa area, terutama pada bagian yang ditempati penjual sayur, ikan, dan daging, terlihat sisa-sisa sayuran yang berserakan dan belum dibersihkan secara tuntas. Genangan air di sepanjang lorong juga mengganggu pengunjung pasar, menimbulkan aroma kurang sedap, dan berpotensi menjadi sumber penyakit, sehingga terkesan tidak higienis bagi pengguna pasar.
Lebih lanjut, pola pembersihan sampah terlihat belum maksimal, dan yang paling mencolok, tidak terlihat tempat sampah umum di mana pun. Hal ini secara jelas menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di pasar ini tidak dilakukan secara berkala atau sistem rotasinya belum berjalan secara optimal. Kegagalan manajemen sampah ini tidak hanya menciptakan kesan jorok, tetapi juga dapat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap kenyamanan pasar, yang memerlukan evaluasi mendalam terhadap sistem kebersihan pasar tersebut. Hal ini sangat penting bagi peningkatan pendapat para pedagang yang menggantungkan asa di tempat itu.
Selain kebersihan, kondisi fasilitas pasar juga belum memadai. Sebagian lapak terlihat kokoh, namun yang lain terlihat rapuh akibat kurang perawatan. Fenomena ini menjadi kontradiktif karena lapak-lapak tersebut disewa oleh pedagang dengan harga sewa yang tidak kecil, mulai dari Rp130.000 per bulan untuk lapak ukuran 2 meter hingga Rp50.000 per hari untuk lapak yang lebih besar. Kondisi fasilitas pasar seperti ini mencerminkan tingkat perhatian pengelola terhadap keamanan penjual dan pembeli jauh masih dari harapan. Kami melihat adanya kebutuhan akan pengawasan terhadap fasilitas pasar agar lebih bersih dan layak bagi aktivitas ekonomi.
Beban Ganda Pedagang: Regulasi, Penertiban, dan Persaingan
Para pedagang di Pasar Wolowona harus menghadapi masalah berlapis. Dari hasil wawancara, mereka mengungkapkan keluhan terkait minimnya dukungan pemerintah. Bantuan yang pernah mereka terima hanya sekali, yaitu pada era COVID-19. Masalah yang lebih pelik adalah konflik antara kebutuhan ekonomi dan regulasi. Misalnya, pada 6 Februari 2025, terjadi penertiban oleh Satpol PP Kabupaten Ende bersama Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ende. Dalam penertiban tersebut, beberapa tenda pedagang dibongkar dan mereka dipersilakan memindahkan dagangan ke los/pasar resmi. Namun, para pedagang memilih untuk berjualan di trotoar atau pinggir jalan karena alasan keterbatasan lapak di dalam kawasan pasar. Penertiban ini, walaupun bertujuan menegakkan aturan tetapi tidak diimbangi dengan solusi yang memadai, sehingga menciptakan masalah berulang dan menjadi keluhan tersendiri bagi pedagang.
Selain itu, pedagang juga dihadapkan pada masalah penyitaan ratusan liter minyak tanah karena diduga dijual melebihi harga eceran tertinggi pada bulan yang sama. Di sisi internal, pedagang juga mengeluhkan adanya persaingan antar pedagang, di mana persaingan harga menjadi kendala utama. Jika lapak sebelah menjual harga lebih murah, pelanggan lari ke sana semua, begitu pula sebaliknya. Meskipun demikian, para pedagang di pasar ini tidak pernah mengalami pengalaman ekstrem seperti pemalakan, pencurian, ataupun kekerasan.
Dampak Negatif terhadap Konsumen dan Citra Pasar
Dampak dari buruknya infrastruktur dan pengelolaan yang belum sesuai harapan dirasakan langsung oleh pembeli atau konsumen. Keluhan utama konsumen adalah kemacetan yang dialami akibat pedagang yang berjualan di trotoar atau bahu jalan. Selain itu, ada keluhan mengenai kondisi pasar yang panas dan terkesan kumuh atau semrawut. Sampah yang berserakan di mana-mana dan genangan air yang menciptakan bau tidak sedap membuat pengunjung terkadang malas untuk berbelanja.
Jika kondisi seperti ini tidak ditindaklanjuti, citra pasar Wolowona perlahan-lahan akan menurun, dan masyarakat akan malas berkunjung karena tidak nyaman. Situasi ini jelas bertentangan dengan citra pasar tradisional yang seharusnya ramah dan mudah diakses. Penurunan citra ini tidak hanya merugikan pengelola, tetapi juga memukul pendapatan para pedagang yang bergantung sepenuhnya pada keramaian pasar. Fenomena ini berpotensi menimbulkan kemiskinan bagi pedagang karena pendapatan mereka yang menurun secara drastis oleh karena buruknya infrastukutr pasar.
Rekomendasi Menuju Pasar yang Berdaya Saing
Secara keseluruhan, observasi terhadap Pasar Wolowona menunjukkan bahwa pasar ini merupakan ruang publik yang sangat dinamis, multifungsi, dan memiliki peran strategis dalam kehidupan masyarakat Kabupaten Ende dan kota Ende khususnya. Meskipun terdapat berbagai kekurangan dalam hal infrastruktur dan pengelolaan, potensi pasar ini untuk berkembang dan berfungsi lebih optimal masih sangat besar. Untuk mewujudkan potensi tersebut, diperlukan intervensi yang terpadu dan berkelanjutan berupa; Pertama, penguatan manajemen kebersihan, terutama pengadaan tempat sampah umum di area strategis untuk mengurangi pembuangan sampah sembarangan. Sistem rotasi pembersihan pasar harus ditingkatkan secara berkala dan tuntas, terutama di area basah (ikan, daging, sayur). Para pengguna pasar juga harus sadar sampah dan peduli kebersihan demi kesehatan dan wajah pasar yang semakin menarik; Kedua, peningkatan fasilitas dengan pengawasan dan perawatan fasilitas yang teratur, apalagi pedagang membayar sewa, sehingga standar kelayakan dan keamanan lapak harus dipenuhi; Ketiga, Pemerintah Kabupaten Ende perlu mencari solusi lahan yang memadai di dalam kawasan pasar resmi untuk mengakomodasi pedagang yang selama ini terpaksa berjualan di bahu jalan, sehingga penertiban pedagang harus diimbangi dengan relokasi yang manusiawi dan menjamin keberlanjutan usaha pedagang; dan Keempat, dukungan ekonomi mikro dengan menciptakan mekanisme dukungan atau pembinaan bagi pedagang, terutama dalam menghadapi persaingan harga serta memastikan ketersediaan bahan bakar minyak tanah dengan harga yang wajar dan sesuai regulasi.
Dengan penataan yang lebih baik, peningkatan fasilitas, serta partisipasi aktif pedagang dan masyarakat dalam menjaga kebersihan dan ketertiban, Pasar Wolowona dapat menjadi pasar tradisional yang bukan hanya ramai, tetapi juga nyaman, bersih, dan berdaya saing dalam menyediakan kebutuhan masyarakat. Terlebih pasar ini adalah aset berharga Kabupaten Ende, sehingga menjaga martabatnya merupakan wujud investasi jangka panjang  terhadap potensi ekonomi dan sosial budaya Kabupaten Ende tercinta. Sekian …
Penulis : Domitius Pau, S.Sos., M.A., (Dosen Program Studi Ilmu Sosiatri STPM Santa Ursula) Bersama Mahasiswa Semester I Prodi Ilmu Sosiatri






