Ketua KIP NTT, Germanus Atawuwur Terima Anugerah : Mengapa Keterbukaan Informasi Publik Penting?
KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM– Ketua Komisi Informasi Publik Provinsi NTT, Germanus S. Atawuwur mengawali sambutannya mengatakan, Sebagai makhluk citra Allah, pantaslah kita menghaturkan syukur kepada Tuhan karena atas perkenaan-Nya kita dapat dipertemukan pada acara Penganugerahan Keterbukaan Informasi Publik, hari ini. “Apakah penting Keterbukaan Informasi Publik?” Germanus mengatakan hal itu ketika acara penganugerahan Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2025 dari KIP Pusat di Kupang, 9 Desember 2025.




Menurut Ketua Komisi Informasi Publik Provinsi NTT, Germanus S. Atawuwur, bila tidak penting, mengapa harus ada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik? Jika tidak penting, mengapa harus hadir Komisi Informasi Publik di seantero negeri ini? Andai saja tidak penting, mengapa pula Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik harus mengatur adanya Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) pada setiap Badan Publik? Andai saja tidak penting, mengapa juga harus ada Penganugerahan Keterbukaan Informasi Publik di berbagai daerah di republic ini pada setiap tahun?


Lalu pertanyaannya adalah “Apa pentingnya Keterbukaan Informasi Publik?”
Saudara, Keterbukaan Informasi Publik penting karena:
Pertama, sebagai wujud pengakuan negara terhadap Hak Asasi Manusia yang diamanatkan dalam Pasal 28f UUD 1945, yang mengatur bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional.


Kedua, Keterbukaan Informasi Publik menjadi sangat penting, karena mencirikan sebuah Negara demokrasi. Maka oleh James Madison, politisi Amerika, salah seorang perumus Undang-Undang Freedom of Information Act tahun 1966, bahkan pernah menyebutkan bahwa keterbukaan informasi merupakan syarat mutlak untuk demokrasi. Artinya, perwujudan kekuasaan bersifat terbatas karena berada dalam kontrol public. Maka, Thomas Jefferson, Presiden Amerika Serikat III, pernah mengatakan:”Ketika Masyarakat mendapatkan informasi kapanpun, mereka akan dapat mempercayai pemerintah, dan ketika ada sesuatu yang salah dan menarik perhatian Masyarakat, mereka akan mengandalkan pemerintah untuk mendapatkan haknya.”


Saudara-saudara, di republic ini, control public dilakukan sejak pasangan calon ditetapkan oleh KPU sebagai Calon Gubernur, Bupati dan Walikota sebagaimana diatur dalam Pasal 131 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Peraturan perundangan itu mengatur selain Badan Pengawas Pemilu bertugas mengawasi seluruh tahapan pemilihan (Pilkada) tetapi diatur juga Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemilihan untuk mengawasi setiap tahapan pemilihan, mengawasi Calon Gubernur, Bupati dan Walikota dalam mengkampanyekan Visi, Misi dan Program Strategisnya.
Pasca Calon Pemimpin Terpilih Dilantik, Visi, Misi dan Program Strategis yang dikampanyekan itu kemudian disahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan masyarakat mengawasi pelaksaksanaan RPJMD itu.
Menyadari betapa pentingnya partisipasi public, maka lahirlah gagasan cemerlang nan populis dalam bentuk Platform digital MeJa Rakyat: Melky – Jhony Bersama Rakyat yang menjadi wadah bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan. Pertanyaannya adalah, berapa banyak masyarakat yang telah berpartisipasi dalam wadah ini? Data menunjukkan bahwa sejak Meja Rakyat dilounching bulan Maret hingga Oktober 2025, baru ada 414 orang yang berpartisipasi dalam wadah ini. Angka yang jauh di bawah harapan bila dibandingkan dengan jumlah pendudukan NTT, 5.656.039 jiwa, (berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTT tahun 2024).
Saudara-saudara, Keterbukaan Informasi Publik menjadi begitu penting, karena mengawas dan mengawal implementasi Reformasi Birokrasi yang merupakan sebuah pilar bagi terwujudnya demokrasi sebuah bangsa.
Pemerintah Pusat memandang penting Reformasi Birokrasi itu maka dibuatlah Peraturan Presiden Nomor 81 tentang Grand Desaign Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2025 yang menghendaki adanya penyelenggara dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (Good Government and Clean Governance).
Dalam konteks Nusa Tenggara Timur, Pemerintahan Gubernur Melky Laka Lena dan Jhony Asadoma menegaskan pentingnya Reformasi Birokrasi dalam “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi NTT tahun 2025-2030, dalam Program Dasa Cita Ayo Bangun NTT pada Pilar Keenam tentang Reformasi Birokrasi dan Hak Asasi Manusia.
Hak Asasi Manusia yang termaktub dalam Pilar Keenam Dasa Cita Ayo Bangun NTT senafas dengan Pasal 3 Undang-Undang Keterbukaan Informasi public yakni, menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan public agar tidak lagi ada praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Persada Nusantara ini.
Jadi, Keterbukaan informasi penting karena merupakan salah satu ciri negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik dan bersih guna mencapai kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, alias – salus populi suprema lex – .
Saudara-saudara, pertanyaannya adalah, Bagaimana praktek Keterbukaan Informasi Publik pada setiap Badan Publik di Nusa Tenggara Timur?
Untuk memotret implementasi Keterbukaan Informasi Publik Badan Publik se-Provinsi Nusa Tenggara Timur, maka indicator yang digunakan oleh Komisi Informasi adalah Self Assesment Quitionnaire.
Dalam kenyataannya, PPID Badan Publik Vertikal memiliki petugas yang cukup kompeten dan profesional sehingga pengelolaan PPID berjalan baik. Maka mayoritas Badan public vertikal meraih predikat informatif. Lalu, bagaimana dengan PPID di lingkup Pemerintahan Provinsi dan Kabupaten/Kota? Miris!! Patutlah disayangkan karena dari sisi anggaran, PPID tidak mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah dan DPRD. Sikap ini justru bertentangan dengan Peraturan Gubernur NTT Nomor 30 Tahun 2021, tentang Sistem Layanan informasi dan Dokumentasi Publik Pasal 28 jelas mengatur bahwa segala biaya yang dikeluarkan sebagai akibat ditetapkannya Peraturan Gubernur ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi NTT serta sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Karena itu tidak heran, PPID lingkup Provinsi dan kabupten/kota, dengan absennya ke-17 kabupaten, turut memberikan kontribusi yang kurang bagus pada pencapaian Index Keterbukaan Informasi Publik (sehingga mengalami penurunan dari nilai tahun lalu 93,4 dengan predikat informatif turun menjadi cukup informatif dengan nilai 75. Inilah potret Keterbukaan Informasi public di NTT tahun ini).
Ketika hari ini kita dapatkan potret keterbukaan Informasi yang kurang menggembirakan ini maka saatnya untuk berbenah. Saatnya untuk kembali ke jalan yang benar. Jalan benar itu adalah bahwa Pemerintah Daerah, dalam hal ini Eksekutif dan Legislatif baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota harus memiliki political will dalam mengalokasikan anggaran untuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi pada seluruh Badan Publik Lingkup Provinsi dan Kabupaten/kota. Tidak sampai di situ saja!! Pengalokasian anggaran yang adil dan proporsional juga harus diberikan kepada Komisi Informasi Provinsi NTT yang memiliki kewajiban konstitusional untuk mengawal dan mengawasi kurang lebih 3000 Badan Publik di NTT yang terdiri dari Kategori perguruan tinggi negeri,; partai politik; pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota; badan usaha milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah; pemerintah desa atau. badan usaha milik desa. organisasi non pemerintah.
Jumlah Badan Publik seperti tersampaikan hari ini, adalah pengingat kepada yang Terhormat Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi dan Gubernur dan Wakil Gubernur, bahwa minimnya alokasi anggaran yang dihibahkan kepada Komisi Informasi berakibat pada terabaikannya Hak Asasi Manusia, – Hak Untuk Tahu – masyarakat Nusa Tenggara Timur, untuk ikut mengawas dan mengawal tata kelola penyelenggaraan Negara supaya bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Sekarang ini, kini dan di sini, kita semua berada pada ajang yang bergengsi, Penganugerahan Keterbukaan Informasi Publik. Ajang di mana Komisi Informasi, mengumumkan Hasil evaluasi dan menilai kepatuhan Badan Publik se-provinsi Nusa Tenggara Timur dalam hal implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
Berdasarkan kategori di atas maka mustinya seluruh Badan Publik itu dinilai oleh Komisi Informasi, namun sayang, karena minimnya anggaran, tahun ini Komisi Informasi hanya mampu menjangkau 168 Badan Publik tetapi hanya 104 Badan Publik yang mampu mengembalikan SAQ.
Hari ini kita akan mendengarkan Pengumuman Hasil Monitoring dan Evaluasi. Penilaian Komisi Informasi mengacu pada Pasal 8 ayat (5) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2022 tentang Monitoring dan Evaluasi Keterbukaan Informasi Publik yang mengatur bahwa hasil evaluasi diberikan dengan kualifikasi: a. Informatif b. Menuju Informatif c.Cukup Informatif d. Kurang Informatif dan e.Tidak Informatif.
Kepada Badan Publik yang hari ini mendapatkan Penganugerahan Keterbukaan Informasi Publik, apapun kualifikasinya, Komisi Informasi NTT mengucapkan proficiat dan sukses untuk partisipasi aktifnya.
Saudara-saudara, Pengumuman Penganugerahan ini, akan diikuti dengan Surat Edaran dari Ketua Komisi Informasi Provinsi Nusa Tenggara Timur kepada ke-56 Badan Publik, yang mendapat predikat Informatif untuk memasang spanduk sebagai Badan Publik informative. Spanduk Badan Publik Informatif yang dipasang sejajar dengan spanduk Zona Integritas, sebagai bentuk akuntabilitas Badan Publik kepada masyarakat. Badan Publik Informatif dan Zona Integritas sebagai pengingat kolektif bahwa Badan Publik yang bersangkutan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Dengan demikian maka transformasi nilai-nilai reformasi birokrasi seperti transparansi, akuntabilitas, efesiensi dan produktivitas, serta berorientasi pada pelayanan public, sudah menjadi karakter pelayanan para penyelenggara Negara.
Mengakhiri sambutan saya, saya mengutip filsuf Socrates yang menitip pesan moral tentang Tripel filter Test khusus kepada PPID. Bahwa dalam mendokumentasikan, menyimpan dan mendistribusikan informasi Publik apakah telah melewati Triple filter test tersebut? filter I, apakah Informasi itu Benar? (Nilai Verum- Kebenaran) dan akurat. filter II, apakah informasi yang benar itu Baik? (nilai Bonum) untuk menunjang tercapainya Bonum Communae? filter III, apakah informasi yang benar dan baik itu Berguna bagi kepentingan masyarakat dalam rangka untuk mewujudkan salus populi suprema lex?
Paling terakhir, dengan rendah hati kami mengundang Gubernur NTT dalam hal ini diwakili oleh Kepala Dinas Kominfo untuk memberikan sambutan. *** (WN-01)








