Ketua Fraksi PSI DPRD Ende Kritik Soal Hak Interpelasi Bukan Forum Anministratif, Tapi Pertanggungjawaban Kepala Daerah
ENDE : WARTA-NUSANTARA.COM– Ketua Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD Kabupaten Ende, Syukri Abdullah, melontarkan kritik tajam terhadap pelaksanaan hak interpelasi yang dinilainya telah disalahartikan sebagai forum administratif. Ia menegaskan, interpelasi merupakan ruang politik yang menuntut pertanggungjawaban langsung dari kepala daerah, terutama terkait kebijakan strategis seperti Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 10 Tahun 2025.



“Penyampaian Hak Interpelasi itu forum politik, bukan forum administrasi. Kalau pendekatannya administratif, itu keliru besar,” tegas Syukri dalam rapat pembahasan interpelasi di Gedung DPRD Ende, Senin (15/12/2025).




Perbup Nomor 10 Tahun 2025 yang menjadi objek interpelasi dinilai sarat persoalan, baik dari sisi substansi maupun proses penyusunannya. Syukri menilai, kebijakan tersebut berdampak langsung terhadap masyarakat dan seharusnya dibahas secara terbuka dengan melibatkan DPRD sebagai mitra sejajar pemerintah daerah.
“Yang kita minta adalah penjelasan politik dan pertanggungjawaban moral dari Bupati atas Perbup 10 ini. Bukan sekadar penjelasan teknis dari birokrasi,” ujarnya.



Ia juga menyoroti kehadiran Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah (Plt Sekda) dalam forum interpelasi yang dinilainya tidak mewakili otoritas penuh dari Bupati. Menurutnya, disposisi yang diberikan tidak cukup untuk menjawab substansi interpelasi yang menyangkut keputusan strategis kepala daerah.
“Tidak ada yang bisa mewakili Bupati dalam forum ini selain pemerintah yang bertanggung jawab langsung atas kebijakan. Tapi yang hadir hari ini bukan representasi utuh dari pemerintah,” tegasnya.
Syukri mendesak agar Plt Sekda memahami bahwa interpelasi bukan sekadar formalitas administratif, melainkan mekanisme kontrol politik terhadap kebijakan eksekutif yang berdampak luas.
“Plt Sekda harus sadar, ini bukan soal disposisi surat. Ini soal akuntabilitas politik Bupati di hadapan rakyat,” katanya.
Lebih jauh, Syukri menekankan bahwa interpelasi bertujuan menggali pertanggungjawaban moral dan politik atas keputusan-keputusan strategis yang diambil Bupati, termasuk dalam penerbitan Perbup 10 Tahun 2025 yang dinilai kontroversial.
“Tujuan interpelasi ini adalah meminta pertanggungjawaban moral dan politik Bupati terhadap kebijakannya, termasuk Perbup 10 yang berdampak langsung pada masyarakat,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengingatkan pentingnya pemahaman terhadap struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai bagian dari relasi sejajar antara legislatif dan eksekutif. Ia menolak pandangan yang menempatkan DPRD sebagai subordinat pemerintah daerah.
“Eksekutif dan legislatif itu setara. Tidak ada yang lebih tinggi. Ini prinsip dasar dalam sistem pemerintahan kita,” tandasnya.
Syukri menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa hak interpelasi harus dijalankan secara serius sebagai bagian dari mekanisme checks and balances. Ia meminta Bupati Ende untuk tidak menghindar dari tanggung jawab politiknya di hadapan rakyat melalui DPRD. ***(NDL)








