Suku Sidhe Layangkan Somasi ke Kapolres Ngada: “Polisi Jangan Jadi Mafia Tanah!”
Kontributor: Domitius Pau, S.Sos., M.A
BAJAWA : WARTA-NUSANTARA.COM– Selasa siang (16/12/2025), suasana di Mapolres Ngada tampak berbeda. Sekelompok masyarakat adat yang mengatasnamakan diri Ana Woe Suku Sidhe mendatangi markas kepolisian tersebut sekitar pukul 13.30 WITA. Kedatangan mereka bukan untuk sekadar berkunjung, melainkan membawa tuntutan keras berupa somasi kepada Kapolres Ngada terkait dugaan ketidakprofesionalan oknum anggota Polsek Aimere dalam menangani sengketa tanah ulayat.



Rombongan diterima oleh Petugas Piket Pamapta II, Aipda Fransiskus X. Neto Toda, yang didampingi oleh anggota Propam/Paminal Polres Ngada. Di hadapan petugas, warga menumpahkan rasa kecewa yang telah lama terpendam.
Salah satu perwakilan suku menegaskan bahwa oknum polisi di Polsek Aimere terkesan terlalu jauh mencampuri urusan tanah ulayat yang seharusnya menjadi ranah perdata. Alih-alih bertindak sebagai pengayom yang netral, oknum tersebut diduga berpihak pada salah satu pihak (EP) yang mengklaim tanah ulayat tersebut sebagai milik pribadi.



“Ini urusan tanah warisan, obyek perkara perdata. Kenapa polisi seolah-olah menjadi pembela salah satu pihak? Sikap ini merusak kohesi sosial yang sudah kami bangun turun-temurun dari leluhur,” ujar salah satu anggota suku dengan nada kecewa.
Seorang ibu, anggota suku yang enggan disebutkan namanya, menambahkan bahwa persoalan di Desa Binawali ini sebenarnya sederhana jika polisi tetap berdiri di tengah. Namun, kenyataan di lapangan justru sebaliknya, polisi diduga menjadi “beking” bagi EP, bahkan terkesan mengintimidasi warga suku Sidhe dengan dalih sertifikat tanah yang diklaim pihak lawan.


Sekretaris Suku Sidhe, PL dan BG, membeberkan akar masalah ini. Awalnya, tanah tersebut—yang di atasnya berdiri Kantor Desa Binawali, SDK Foa, dan Kapela Foa Timur—diserahkan kepada pemerintah melalui program PTSL untuk disertifikasi oleh anak suku dan juga penggarap lain yang membutuhkan. Penyerahan tersebut disepakati dan ditandatangani oleh seluruh anak suku. Namun, di tengah jalan, oknum EP mengambil alih proses tersebut dan secara sepihak mengklaim dirinya sebagai ketua suku kepada petugas pertanahan. Penguasaan sepihak inilah yang memicu protes besar-besaran dari seluruh anak suku Sidhe untuk merebut kembali jati diri dan tanah leluhur mereka.


Aroma “Mafia Tanah” dan Pembiaran Pidana
Ketegangan memuncak ketika terjadi pengrusakan tanaman dan tanda larangan yang dipasang suku Sidhe di lokasi. Warga suku menduga polisi melakukan pembiaran terhadap tindakan pidana pengrusakan tersebut.
MT, anggota suku lainnya, mengungkapkan keheranannya atas sikap Polsek Aimere. “Pada 15 November lalu, kami sudah sampaikan sikap tertulis di Polsek. Mereka bilang silakan ke jalur hukum perdata. Tapi setelah itu, polisi justru turun ke TKP dan sepulangnya mereka terjadilah pengrusakan tanaman kami dan tanda larangan itu. Hingga kini, laporan kami tidak ditindaklanjuti dengan cepat,” tegasnya.
MT juga mencurigai adanya alibi dari anggota intel Polsek Aimere yang baru sekarang bertanya mengenai status tanah suku, padahal masalah ini sudah melewati dua kali mediasi yang dihadiri oleh Kapolsek, Danramil, dan Camat Aimere. “Ini seolah-olah ingin mengabui kami dengan pertanyaan seperti itu,” tambahnya.
Respons Kepolisian dan Langkah Tegas Warga
Menanggapi somasi tersebut, Aipda FX Neto Toda berjanji akan menyerahkan langsung somasi kepada Kapolres Ngada. Ia juga mengingatkan agar masyarakat tetap memegang teguh nilai leluhur, mengingat tanah suku di Ngada bersifat kolektif dan tidak bisa dikuasai secara individu.
“kalau ada masalah tanah suku bicara secara kekeluargaan. Tanah suku kita di Ngada itu milik bersama anak suku. Tapi sering diklaim sebagai tanah milik perorangan” tambahnya.
Di sisi lain, anggota Propam Polres Ngada yang hadir menegaskan bahwa Polri tengah melakukan reformasi internal. Ia membagikan barcode laporan pengaduan kepada warga agar setiap perilaku “nakal” oknum di lapangan bisa dilaporkan secara digital.
Menutup pertemuan tersebut, masyarakat Suku Sidhe memberikan peringatan keras. Mereka menyatakan akan turun ke lapangan untuk menguasai kembali lahan milik leluhur mereka. “Kami akan mendokumentasikan setiap gerak-gerik polisi di lapangan. Jika ada yang tidak netral, kami tidak akan tinggal diam,” pungkas perwakilan warga dengan tegas. ***








