Yupelita Dima Tegas Bantah Tuduhan LGBT terhadap Prada Lucky: Dalil PH Terdakwa Tidak Pernah Dibuktikan di Persidangan
KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM – Penasihat hukum keluarga korban kasus penganiayaan yang menewaskan Prada Lucky Cepril Saputra Namo, Yupelita Dima, SH., MH., secara tegas membantah tuduhan penyimpangan seksual (LGBT) yang disampaikan tim penasihat hukum 22 terdakwa dalam nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sidang pembacaan pleidoi tersebut berlangsung pada Rabu–Kamis (17–18/12/2025).




Tim penasihat hukum 22 terdakwa, yang terdiri dari Letkol I Ketut S., Mayor Gatot Subur, Kapten Indra Putra, dan Letda Chk Benny Suhendra Las Baun, menyebut korban diduga melakukan penyimpangan seksual sejak masih sipil dan empat kali saat menjadi anggota TNI.



Selain itu, penasihat hukum para terdakwa menilai tuntutan Oditur Militer berupa pidana pokok 12, 9, dan 6 tahun penjara disertai pidana tambahan pemecatan dari dinas TNI AD kepada 22 terdakwa dan membayar restitusi dinilai tidak mencerminkan rasa keadilan dan kemanusiaan.
Mereka berdalih, tindakan pemukulan dilakukan sebagai bentuk kekecewaan untuk “menyadarkan dan membina” korban agar tidak mengulangi perbuatan yang dituduhkan tersebut.


Menanggapi hal itu, Penasehat Hukum keluarga korban, Yupelita Dima menegaskan bahwa tuduhan LGBT terhadap almarhum Prada Lucky sama sekali tidak didukung fakta hukum yang terungkap di persidangan.
“Menyebut korban sejak masih sipil telah berkali-kali melakukan penyimpangan seksual, tetapi tidak pernah dibuktikan dalam persidangan. Pengakuan itu disampaikan oleh dan kepada siapa, di mana, dan apakah termuat dalam BAP saat pemeriksaan di batalyon? Jika ada, mengapa tidak dihadirkan dan dibuktikan di persidangan?” tegas Yupelita, Sabtu (20/12/2025) di Kupang.


Menurutnya, menuduh seseorang yang telah meninggal dunia tanpa dasar pembuktian yang sah merupakan tindakan yang tidak etis dan mencederai rasa keadilan.
Yupelita juga membantah dalil penasihat hukum terdakwa yang menyebut korban melakukan hubungan sesama jenis sebanyak empat kali saat menjadi anggota TNI. Dalil tersebut, kata dia, tidak disertai pembuktian dan tidak dihadirkan mereka sebagai saksi di persidangan.
“Dalil bantahan penasihat hukum 22 terdakwa tidak pernah dibuktikan. Sebaliknya, dalil dakwaan oditur militer telah diuji dan dibuktikan dalam persidangan. Yang disampaikan penasihat hukum 22 terdakwa hanyalah asumsi, bukan fakta hukum,” tegasnya.
Lebih lanjut, Yupelita mengungkapkan fakta penting yang muncul dalam pemeriksaan saksi korban selamat dari penyiksaan, Prada Richard J. Bulan. Dalam kesaksiannya, Richard menyatakan bahwa mereka terpaksa membuat pengakuan terkait tuduhan penyimpangan seksual agar mereka tidak disiksa berkali-kali.
“Kami terpaksa mengakui agar tidak disiksa lagi, terpaksa memutar kata. Kalau tidak mengakui, kami terus disiksa dan dipukul berkali-kali,” ungkap Richard J. Bulan dalam persidangan.
Sebelumnya, telah diberitakan bahwa Prada Lucky Cepril Saputra Namo memiliki kekasih perempuan bernama Cionce Sabuna, yang akrab disapa Cici, di Bali. Cici merupakan mahasiswi Universitas Dhyana Pura (Undhira) Bali, Program Studi Pariwisata, Fakultas Bisnis, Pariwisata, Pendidikan, dan Humaniora.
“Komunikasi terakhir dengan Lucky akhir Juni 2025. Dia sempat kirim pesan dan bilang rindu. Sampai sekarang saya masih simpan salempang dari Lucky sebagai kenangan,” ujar Cici melalui sambungan WhatsApp, Minggu (2/11/2025).
Cici juga menyatakan tidak keberatan identitasnya dicantumkan dalam pemberitaan. “Silakan saja, memang kenyataannya seperti itu,” kata Cici.
Hal senada disampaikan ibu kandung almarhum, Sepriana Paulina Merpey. Ia menegaskan bahwa hubungan cinta Lucky dan Cici bukanlah rahasia.
“Terdakwa Made Juni Artha Dana juga tahu hubungan cinta Lucky dan Cici di Bali,” ungkap Sepriana.
Pernyataan Cici dan ibu korban tersebut menepis tuduhan-tuduhan miring yang dilontarkan dalam nota pembelaan penasihat hukum 22 terdakwa. Tuduhan bahwa Prada Lucky terlibat hubungan sesama jenis disebut tidak berdasar dan berpotensi mencederai nama baik almarhum.
Penasihat hukum keluarga korban menilai, dalil Penasehat Hukum 22 tersebut tersebut hanyalah upaya pengaburan fakta dan pembentukan opini menyesatkan diruang sidang.
“Dalam persidangan, tuduhan Penasehat Hukum 22 terdakwa itu tidak mampu dibuktikan. Diruang sidang diuji adalah fakta, bukan asumsi atau karangan cerita. Karena itu, kami menilai dalil Penasehat Hukum 22 terdakwa tersebut tidak memiliki nilai pembuktian hukum, perlu dikesampingkan,” tutup Yupelita Dima. ***(*/WN-01)








