Persebata yang Mulai Mengkhawatirkan
OLeh : Robert Bala

WARTA-NUSANTARA.COM– Saya punya seorang sahabat yang semasa sekolah dikenal sebagai pemain sepak bola andalan. Di kelas kami, dialah yang hampir selalu turun ke lapangan. Posturnya memang tidak tinggi, tapi lincah dan tangguh. Saya sendiri? Jangan ditanya. Sepanjang ingatan, saya hanya sekali tercatat sebagai pemain cadangan—dan itu pun tidak pernah dimainkan.






Perbedaan kami bak langit dan bumi. Namun suatu hari, sahabat itu diam-diam meminta saya menulis tentang Persebata Lembata. Saya tertawa. Permintaan itu terasa aneh dan, terus terang, tidak masuk akal. Saya bukan mantan pemain, bukan pelatih, apalagi pengurus klub. Atau mungkin saja karena ia tahu, meski tidak tahu bermain sepak bola tetapi saya punya Sekolah Keberbaktan Olahraga (SKO) di lembata.




Mungkin juga ia berpikir begini: di negeri ini, banyak orang yang fasih berbicara—atau menulis—tentang sepak bola tanpa harus turun ke lapangan. Bisa jadi ia menempatkan saya di kelompok itu. Alasan terakhir inilah yang akhirnya saya terima. Maka lahirlah tulisan ini dengan satu frasa kunci: Persebata Mengkhawatirkan.


Judul itu ternyata membuatnya kaget. Ia berharap tulisan bernada pujian. Tapi saya hanya menjawab ringan, “Siapa suruh?”
Mengkhawatirkan Lawan
Kata “mengkhawatirkan” bukan sekadar sensasi. Ia berangkat dari data dan performa di lapangan. Liga 3 Nusantara musim ini diikuti 24 klub yang dibagi ke dalam empat grup. Persebata Lembata berada di Grup D bersama Preseden Denpasar, Persiba Bantul, Persekabpas Pasuruan, Gresik United, dan Waanal Brothers.


Format kompetisi yang digunakan adalah triple round-robin. Artinya, setiap tim saling bertemu tiga kali. Dengan sistem ini, Persebata harus menjalani total 15 pertandingan di fase grup. Jadwal mereka dimulai sejak 30 November 2025 dan akan berakhir pada 25 Januari 2026.
Pertanyaannya sederhana: mampukah klub berjuluk Sembur Ikan Paus ini menembus dua atau minimal tiga besar grup? Jawabannya memang belum final. Kompetisi masih berjalan dan Persebata masih menyisakan delapan laga. Namun satu hal mulai terlihat jelas: tren performa yang menanjak.




Pada fase awal, Persebata mencatat kemenangan atas Gresik United, Waanal Brothers, dan Persiba Bantul. Mereka juga menahan imbang Bantul di pertemuan pertama. Kekalahan dialami saat berhadapan dengan Preseden Denpasar (dua kali) dan Persekabpas Pasuruan. Hingga pertengahan kompetisi, Persebata bertengger di posisi ketiga dengan 10 poin.
Yang menarik, kekalahan tidak membuat Persebata stagnan. Saat menghadapi Preseden Denpasar, misalnya, Persebata awalnya kalah 0–2. Pada pertemuan berikutnya, skor mengecil menjadi 1–2. Artinya ada perbaikan nyata. Hal serupa terlihat saat melawan Persiba Bantul. Setelah bermain imbang pada 4 Desember, Persebata justru menang 2–1 pada laga 23 Desember, tepat sebelum Natal.
Tren positif ini membuka harapan besar saat Persebata bersua Persekabpas Pasuruan, pemuncak klasemen sementara. Di fase pertama, Persebata hanya kalah tipis 0–1. Dengan pola peningkatan yang ada, peluang untuk mencuri poin terbuka lebar. Preseden Denpasar sudah membuktikannya: sempat kalah dari Persekabpas di fase awal, lalu berbalik menang di fase berikutnya.
Jika tren ini berlanjut, maka Persebata bukan lagi tim pelengkap. Bagi klub-klub papan atas, kehadiran Persebata justru mulai terasa mengkhawatirkan.
Waspada pada Kebangkitan Lawan
Namun euforia tidak boleh berlebihan. Justru di sinilah kewaspadaan diuji. Persebata akan kembali berhadapan dengan Gresik United dan Waanal Brothers—dua tim yang sempat mereka kalahkan. Seperti halnya Persebata belajar dari kekalahan, lawan pun pasti melakukan hal yang sama.
Pengalaman Persiba Bantul menjadi pelajaran penting. Di satu fase mereka kalah, di fase lain mereka bangkit. Artinya, kemenangan sebelumnya bukan jaminan kemenangan berikutnya. Persebata harus bersiap menghadapi lawan yang datang dengan taktik baru dan motivasi berlipat.

Meski demikian, ada satu hal yang membuat optimisme tetap terjaga: progres Persebata itu nyata. Klub dari kabupaten yang nyaris tak dikenal di kancah nasional ini kini mulai sering disebut komentator sepak bola. Racikan pemain dari berbagai daerah, stamina yang kuat, serta kerja keras tanpa henti menjadi ciri khas Persebata.
Kita ingat keluhan Shin Tae-yong soal minimnya daya jelajah pemain Indonesia. Persebata justru menunjukkan sebaliknya: mereka berlari, mengejar bola, dan bertarung hingga peluit akhir.
Dalam arti inilah, Persebata memang mengkhawatirkan—bagi lawan. Namun arti positif itu harus dibarengi kewaspadaan, kerja keras, dan kerja cerdas. Hanya dengan belajar dari setiap pertandingan, Persebata bisa melangkah menuju jalur kemenangan yang lebih matang dan berkelanjutan. ***
Robert Bala :
Pendiri SMA Sekolah Keberbakatan Olahraga San Bernardino (SKO-SMARD) Lewoleba, Lembata, Penulis buku RANCANG DIRI, RAIH KARIER (Inspirasi Pengembangan Kepribadian dan Karier. Terbit Januari 2026, Penerbit TANAH AIR BETA.




