• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak
Rabu, Desember 31, 2025
No Result
View All Result
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Agama

Renungan Tahun Baru 2026 : Masihkah Asa Bertumbuh di Tanah yang Terluka?

by WartaNusantara
Desember 30, 2025
in Agama
0
Tobby Ndiwa, Serfolus Tegu dan Kapolres Nagekeo Harus Diproses Hukum Terkait Kebocoran Data Intelijen dan Penyebaran Berita Bohong
0
SHARES
28
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Renungan Tahun Baru 2026 : Masihkah Asa Bertumbuh di Tanah yang Terluka?

Oleh : Steph Tupeng Witin SVD

Jurnalis, Penulis Buku dan Imam Katolik

WARTA-NUSANTARA.COM–  Manusia hidup oleh harapan. Asa adalah tenaga batin yang membuat manusia tetap melangkah ketika realitas tidak ramah dan keadilan terasa jauh. Kitab Suci menyebut harapan sebagai anugerah yang tidak menipu, sebab ia berakar pada kasih dan kebenaran Allah: “Harapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita” (Roma 5:5). Dalam iman Katolik, harapan bukan sikap pasif menunggu keajaiban, melainkan keberanian moral untuk tetap berdiri di pihak kebenaran, bahkan ketika risiko dan penderitaan menyertainya. Bahkan justru risiko dan penderitaan yang menyertainya memurnikan harapan itu.

RelatedPosts

Romo Sinyo Da Gomez Pimpin Misa Open House Natal 2025 di Rujab Bupati Lembata

Romo Sinyo Da Gomez Pimpin Misa Open House Natal 2025 di Rujab Bupati Lembata

Gubernur dan Wakil Gubernur NTT Open House Natal 2025 Hadirkan Sukacita, Kebersamaan, dan Semangat Persatuan

Gubernur dan Wakil Gubernur NTT Open House Natal 2025 Hadirkan Sukacita, Kebersamaan, dan Semangat Persatuan

Load More

Memasuki tahun baru 2026, harapan itu diuji oleh luka-luka sosial yang belum sembuh. Ketika manusia diperlakukan tidak adil, ketika hukum kehilangan wajah melindungi, ketika institusi kepolisian menjadi sarang teror, intimidasi, kriminalisasi dan ketika suara yang lemah dibungkam oleh ketakutan, nurani kita dipanggil untuk bersuara. Ajaran moral Katolik menegaskan bahwa diam di hadapan ketidakadilan bukanlah netralitas, melainkan kegagalan mencintai sesama (Yak 2:17). Moralitas Katolik menuntut keberanian untuk terlibat dalam pembelaan terhadap orang-orang kecil yang paling kerap menjadi tumbal ketidakdilan agar keadilan bisa bersemi pasca di nurani kaum kecil. Karena itu, renungan ini tidak lahir dari kemarahan, melainkan dari panggilan iman: agar terang kebenaran tetap dinyalakan, dan agar harapan-asa yang lahir dari keadilan-tidak padam di tengah gelapnya zaman. Perjuangan menghadirkan harapan memang selalu tidak mudah karena mesti berhadapan dengan orang-orang kuat yang memiliki akses terhadao uang, posisi dan jejaring mafia terstruktur. Tapi fakta di belahandunia mana pun tidak pernah berubah: kebenaran akan bercahaya walau mesti melewati malam kelam menakutkan.


Dalam iman Katolik, manusia adalah pusat dari setiap tatanan sosial. Ajaran Gereja menegaskan bonum commune-kebaikan bersama-sebagai tujuan negara dan pembangunan. Ketika hak-hak dasar warga tergerus, kebaikan bersama berubah menjadi slogan kosong.

UUD 1945 meletakkan fondasi yang jelas: negara wajib melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Perlindungan itu bukan pilihan, melainkan mandat konstitusional. Negara hadir pertama-tama untuk manusia, bukan sebaliknya.

Namun realitas sosial menunjukkan jurang antara norma dan praktik. Di masyarakat yang mengalami ketidakadilan struktural, hukum sering dirasakan jauh, bahkan menakutkan. Sosiologi menyebut keadaan ini sebagai “defisit kepercayaan institusional” ketika rakyat kehilangan rasa aman terhadap institusi negara. Dalam negara dan wilayah pelosok yang dikepung tangan-tangan jahat mafia, negara selalu abai karena diduga sangat kuat bahwa negara yang direpresentasi oleh elite politik, birokrasi dan militer justru berkolaborasi di bawah bendera kejahatan terorganisasi untuk memangsa rakyatnya sendiri. Aneka fakta kejahatan yang memurukkan realitas hidup rakyat mesti dibaca secara kritis sebagai ajakan untuk berpartisipasi dalam kerja-kerja kemanusiaan untuk membongkar semua kebusukan yang menghadirkan luka sosial di ruang publik. Tanpa kepekaan membaca kenyataan, suara kritis dan keterlibatan untuk berpartisipasi dalam gerakan membongkar jejaring mafia, kita sedang mengabadikan kejahatan di depan mata. Kita kehilangan kepekaan kemanusiaan menyaksikan orang-orang kecil dan sederhana tumbang satu persatu menjadi tumbal kejahatan sesamanya.



Melawan Dosa Sosial
Dalam perspektif moral Katolik, ketakutan yang lahir dari penyalahgunaan kuasa adalah dosa sosial. Ia merusak martabat manusia dan mematikan kebebasan hati nurani. Gereja mengajarkan bahwa kekuasaan hanya sah sejauh melayani kehidupan.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian menegaskan fungsi Polri sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Ketika amanat ini dijalankan dengan integritas, hukum menjadi berkat; ketika disimpangkan, hukum berubah menjadi beban.

Namun penting ditegaskan: institusi tidak boleh dihakimi secara menyeluruh oleh kesalahan oknum. Dalam semangat keadilan, kita membedakan antara individu yang menyalahgunakan wewenang dan institusi yang sedang berbenah.

Hari-hari ini, Polri tengah menjalani proses reformasi internal, penguatan pengawasan, penegakan etik, dan komitmen pada transparansi. Ini adalah tanda harapan. Dalam teologi Katolik, pertobatan selalu dimulai dari pengakuan akan kerapuhan dan niat untuk memperbarui diri.

Reformasi bukan sekadar kebijakan administratif, melainkan perubahan budaya. Ia menuntut keberanian moral untuk berpihak pada kebenaran, sekalipun berhadapan dengan jaringan kepentingan yang mapan.

Di titik inilah peran masyarakat sipil dan pers menjadi sangat penting. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menjamin kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara dan pilar demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab adalah sahabat negara hukum. Ia bukan musuh aparat, melainkan mitra kritis yang membantu negara bercermin. Dalam etika Katolik, kebenaran adalah dasar rekonsiliasi, bukan ancaman. Ketika pers dibungkam, masyarakat kehilangan cahaya penuntun. Ketika wartawan bekerja dalam ketakutan, publik kehilangan hak untuk tahu. Padahal, transparansi adalah syarat keadilan sosial.

Yesus sendiri berkata, “Kebenaran akan memerdekakan kamu” (Yohanes 8:32). Sabda ini melampaui sekat agama. Ia adalah prinsip universal: masyarakat yang jujur akan lebih kuat daripada masyarakat yang penuh rekayasa.

Secara sosiologis, keadilan yang tampak (visible justice) memulihkan kepercayaan publik. Ketika hukum ditegakkan secara adil, rasa aman tumbuh, dan harapan sosial pulih.

Karena itu, reformasi kepolisian dan perlindungan kebebasan pers bukan agenda sektoral, melainkan kebutuhan nasional. Keduanya saling menguatkan dalam menjaga demokrasi dan kemanusiaan.

Gereja, sebagai bagian dari masyarakat sipil, memiliki panggilan profetis: menyuarakan yang benar, membela yang lemah, dan mengingatkan yang kuat agar tidak lupa diri. Suara ini bukan suara kebencian, melainkan suara cinta akan keadilan.

Dalam Ajaran Sosial Gereja, keadilan selalu berpasangan dengan belas kasih. Penegakan hukum tanpa belas kasih menjadi kejam; belas kasih tanpa keadilan menjadi sentimental. Keduanya harus berjalan bersama.

Tahun baru mengundang kita semua: aparat, pemimpin, pers, dan warga-untuk memperbarui komitmen moral. Bukan dengan saling mencurigai, tetapi dengan saling mengoreksi dalam kebenaran.

Harapan tidak lahir dari janji kosong, melainkan dari langkah konkret. Setiap kasus yang ditangani secara transparan, setiap suara warga yang didengar, setiap wartawan yang dilindungi, adalah benih asa.

Mazmur berkata, “Keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman” (Mzm 85:11). Damai sejati bukanlah ketiadaan konflik, melainkan hadirnya keadilan.

Masyarakat yang terluka tidak membutuhkan retorika, melainkan keberpihakan nyata. Di sanalah negara menemukan kembali legitimasi moralnya.

Sebagai imam, saya percaya bahwa Tuhan bekerja juga melalui institusi manusia: melalui hukum yang adil, aparat yang jujur, dan pers yang berani. Rahmat Allah tidak pernah jauh dari ruang publik.

Masihkah kita memiliki asa di tahun 2026? Ya, selama kebenaran masih diperjuangkan, selama reformasi terus dijaga, dan selama nurani tidak dibungkam oleh ketakutan.

Kiranya tahun baru ini menjadi ruang pertobatan bersama: agar hukum kembali menjadi jalan keadilan, pers menjadi cahaya publik, aparat menjadi pelindung rakyat, dan harapan-asa yang mungkin rapuh namun setia-tetap hidup di hati bangsa ini.

Kronos
Manusia hidup di dalam Kronos, waktu yang mengalir tanpa menunggu siapa pun. Tahun berganti, kalender diperbarui, dan kehidupan terus berjalan. Namun manusia tidak pernah sekadar hidup di garis waktu yang netral. Ia membawa ingatan, luka, dan pengalaman yang membentuk cara memandang hari esok. Kronos memberi kita tanggal, tetapi makna hidup lahir dari apa yang kita lakukan di dalamnya.

Di sanalah Kairos menemukan tempatnya. Kairos adalah waktu yang penuh kesadaran, saat ketika manusia berhenti sejenak, menoleh ke belakang, lalu memilih arah baru ke depan. Kenangan masa lalu, termasuk yang pahit dan melukai, tidak dimaksudkan untuk menjerat manusia dalam dendam, melainkan untuk membimbing nurani agar kesalahan yang sama tidak terulang.

Dalam konteks Nagekeo, kenangan itu tidak netral. Ia menyimpan jejak ketidakadilan, praktik mafia, penyalahgunaan kuasa, dan ketakutan yang sengaja dipelihara. Kronos mencatat peristiwa-peristiwa itu sebagai masa lalu, tetapi Kairos menuntut keberanian moral untuk mengakuinya sebagai pelajaran bersama. Tanpa kejujuran pada sejarah, masa depan akan rapuh.

Praktik mafia-yang bekerja melalui intimidasi, manipulasi hukum, dan penguasaan narasi-telah merusak tatanan sosial dan kepercayaan masyarakat. Ketika hukum dipelintir menjadi alat kekuasaan, dan ketika suara rakyat dibungkam oleh rasa takut, masyarakat kehilangan ruang bernapas. Namun iman mengajarkan: kejahatan yang disembunyikan tidak pernah benar-benar menang.

Tahun Baru yang dirayakan dalam suasana Natal memberi terang yang berbeda. Natal mengingatkan bahwa Allah tidak tinggal jauh dari sejarah manusia. Ia masuk ke dalam Kronos-ke dalam dunia yang kotor, penuh intrik, dan ketidakadilan-untuk mengubahnya menjadi Kairos keselamatan. Dari palungan yang sunyi, Tuhan menyatakan bahwa kekuasaan sejati bukan pada ancaman, melainkan pada kebenaran.

Karena itu, asa bagi masyarakat terdampak Waduk Lambo dan warga Nagekeo tidak boleh dipadamkan. Harapan itu tumbuh ketika ada keberanian untuk berubah: keberanian negara membersihkan institusi dari oknum dan jaringan mafia, keberanian aparat menegakkan hukum secara adil, dan keberanian pers serta masyarakat sipil untuk tetap bersuara jujur.

Langkah perubahan yang penting bukanlah janji besar, melainkan tindakan konkret: membuka ruang keadilan bagi korban, memulihkan hak yang dirampas, melindungi warga dari intimidasi, dan memastikan hukum bekerja tanpa tebang pilih. Di situlah keadilan menjadi nyata, bukan sekadar wacana.

Bagi masyarakat sendiri, menyimpan asa berarti menolak menyerah pada ketakutan. Kairos menuntut keberanian batin untuk tetap percaya bahwa kebenaran memiliki daya hidup. Ketika warga saling menguatkan, menjaga ingatan kolektif, dan tidak membiarkan ketidakadilan dinormalisasi, mereka sedang menyiapkan masa depan yang lebih bermartabat.

Natal mengajarkan bahwa terang selalu lahir dari tempat yang tampak lemah. Harapan tidak datang dari kekuatan mafia, melainkan dari nurani yang tidak mati. Di situlah pesan Natal menjadi universal: kasih lebih kuat daripada teror, dan kebenaran lebih tahan lama daripada kebohongan. Meski kebohongan itu terus menerus didaur ulang dan dibandangkan melalui banyak media yang murah meriah persis pakaian kedaluwarsa di pasar rombengan.

Kiranya Kronos tahun yang baru ini diisi dengan Kairos perubahan, waktu di mana luka tidak disangkal, tetapi disembuhkan; waktu di mana hukum kembali menjadi pelindung, bukan ancaman; dan waktu di mana masyarakat Nagekeo, termasuk mereka yang terdampak Waduk Lambo, tetap menyimpan asa untuk memperoleh kehidupan yang lebih adil, manusiawi, dan bermartabat. ***

Steph Tupeng Witin SVD, Jurnalis, Penulis Buku dan Imam Katolik

WartaNusantara

WartaNusantara

Related Posts

Romo Sinyo Da Gomez Pimpin Misa Open House Natal 2025 di Rujab Bupati Lembata
Agama

Romo Sinyo Da Gomez Pimpin Misa Open House Natal 2025 di Rujab Bupati Lembata

Romo Sinyo Da Gomez Pimpin Misa Open House Natal 2025 di Rujab Bupati Lembata Deken Lembata, Rm. Sinyo Da Gomez...

Read more
Gubernur dan Wakil Gubernur NTT Open House Natal 2025 Hadirkan Sukacita, Kebersamaan, dan Semangat Persatuan

Gubernur dan Wakil Gubernur NTT Open House Natal 2025 Hadirkan Sukacita, Kebersamaan, dan Semangat Persatuan

𝑹𝒖𝒕𝒊𝒏𝒊𝒕𝒂𝒔 (𝒅𝒂𝒏 𝑪𝒉𝒆𝒄𝒌 𝑼𝒑 𝑹𝒖𝒕𝒊𝒏) (𝑰𝒏𝒔𝒑𝒊𝒓𝒂𝒔𝒊 𝑯𝒐𝒎𝒊𝒍𝒊 𝑴𝒊𝒏𝒈𝒈𝒖 𝑷𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂 𝑨𝒅𝒗𝒆𝒏, 30/11/2025)

Membuka Kotak Natal Kedua

Paus Leo XIV Pimpin Perayaan Natal Perdamaian Perdana

Paus Leo XIV Pimpin Perayaan Natal Perdamaian Perdana

Tobby Ndiwa, Serfolus Tegu dan Kapolres Nagekeo Harus Diproses Hukum Terkait Kebocoran Data Intelijen dan Penyebaran Berita Bohong

Mungkinkah Waduk Lambo Menjadi Palungan?

Menjelang Nataru, KemenHAM Pastikan Keamanan Sosial dan Pemenuhan HAM di Tempat Ibadah dan Pasar Semarang

Menjelang Nataru, KemenHAM Pastikan Keamanan Sosial dan Pemenuhan HAM di Tempat Ibadah dan Pasar Semarang

Load More
Next Post
Wakil Bupati Lembata Sambut Dandim 1624  Flotim–Lembata di Pelabuhan Lewoleba

Wakil Bupati Lembata Sambut Dandim 1624  Flotim–Lembata di Pelabuhan Lewoleba

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ads

Tag

mostbet mostbet UZ Sastra
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Polkam
  • Internasional
  • National

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In