Neh.8:3-5a.6-7,9-11; 1 Kor. 12:12-30; Luk.1:1-4; 4:14-21
Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapak, ibu, saudara, saudari yang terkasih,
Kotbah hari Minggu Biasa III ini saya tertarik untuk merefleksikan Surat Paulus pertama kepada jemaat di Korintus. Saya mengutip kata-katanya:” Sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, Jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita.”
Latar belakang surat ini ditulis tatkala jemaat di Korintus sedang terjadi perselisihan dan perpecahan. Hal ini terjadi karena ada perbedaan karunia rohani yang dianugerahkan Tuhan kepada orang-orang tertentu ternyata melahirkan kesombongan rohani pada orang-orang yang mendapatkan karunia itu. Sementara dalam diri kebanyakan jemaat lainnya, muncul rasa minder bahkan akhirnya bersikap masa bodoh. Mereka yang merasa kuat ingin berkuasa, sedangkan yang lemah tidak mau melayani. Perselisihan pun terjadi dan perpecahan tidak dapat dihindari.Pada situasi inilah Paulus menulis surat itu.
Paulus dalam bacaan suci ini sedang mengirim pesan kepada kita tentang keberagaman karunia yang diberikan Allah kepada kita secara berbeda Dengan kata lain, Paulus sudah sedang omong tentang heterogenitas talenta yang Tuhan berikan kepada manusia. Paulus sedang membedah kemajemukan yang berada di kalangan jemaat Korintus. Ia membedah, lalu ia mengingatkan bahwa keberagamaan itu memang sebagai perbedaan-perbedaan. Tetapi perbedaan itu, tidak boleh menjadi alasan untuk konflik. Keberagaman itu tidak boleh menjadi batu sandungan yang menimbulkan perpecahan. Sebaliknya, keberagamaan yang berbeda itu, harus menjadi satu-kesatuan yang harmony. Harmony in contrast. Berharmoni di dalam perbedaan, sebagaimana refleksi Paulus dalam bacaan suci ini:” Sebagaimana Allah telah menyusun tubuh kita begitu rupa, sehingga kepada anggota-anggota yang tidak mulia diberikan penghormatan khusus, supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan.”
Refleksi ini hendak menyampaikan kepada jemaat di Korintus dan kita pembaca dan pendengar pada hari ini bahwa kebhinekaan karunia itu adalah sebuah keniscayaan. Perbedaan beraneka karunia itu adalah sesuatu yang terberikan (the given) dari Sang Pencipta. Allah Sang Mahakaya itu, menciptakan manusia dengan segala potensi yang ada di dalam dirinya, sejatinya adalah sebuah keindahan yang sedang merepresentasikan Keindahan dan Keagungan Sang Pencipta. Maka keberagaman di dalam perbedaan bukanlah sebuah pertentangan tetapi sebuah unitas, sebuah ke-esa-an dalam kemajemukan untuk saling memperkaya, untuk saling melengkapi dan untuk saling memperhatikan.
Bila pesan itu juga untuk kita hari ini, maka kita diminta untuk tidak boleh menonjolkan ego. Sikap individualistik yang berlebihan harus dihindari. Ke-ego-an tidak boleh mendominasi keberagaman. Sikap yang individualistis harus mampu terlebur dalam sikap altrustik demi menghargai kemajemukan. Sebaliknya, keberagaman tidak boleh merasa besar kepala di atas ke-ego-an seseorang, tetapi dia patut menghormati individualitas seseorang. Dengan kata lain, kemajemukan tidak boleh menyandra individualitas. Maka supaya tidak ada pertentangan di antara individualitas dalam keberanekaan dibutuhkan sikap moderat. Dibutuhkan sikap toleransi. Dibutuhkan semangat tenggang rasa dan tepo seliro. Tidak boleh memaksakan kehendak pribadi di dalam kolektivitas. Individu dan kolektifitas ibarat rel kereta api, berjalan seiring, namun tidak sejalan tetapi mempunyai tujuan yang sama, yakni memuliakan Tuhan dan untuk bonum communae.
Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih, hari ini Paulus lagi-lagi mengingatkan kita bahwa kita itu beraneka ragam anggota tetapi hanya satu tubuh. Maka bila kita berbicara dalam batasan teritorial tentang paroki-paroki, maka kita adalah ratusan bahkan ribuan jiwa yang menjadi anggota Kristus dengan para pastor adalah Tubuhnya. Sebagai anggota Kristus dan sekaligus pula adalah anggota gereja, kita berasal dari beraneka latar belakang yang berbeda-beda. Tetapi kita disamakan oleh iman yang sama, iman akan Tritunggal Mahakudus: Bapa, Putra dan Roh Kudus yang percaya pada Gereja-Nya yang katolik, kudus, umum dan apostolik.
Di paroki, pastor paroki adalah Tubuh Kristus, representasi dari Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja, memiliki otoritas untuk mengatur anggota-anggota tubuh (baca: umat). Hadirnya paroki sebagai Tubuh Kristus sebagai tanda bahwa Gereja sedang hidup dan berada di tengah rumah para putra-putrinya. Itu artinya bahwa paroki melalui pastor parokinya sungguh berhubungan dengan rumah tangga kehidupan umatnya di satu pihak (Paus Fransiskus: Pembaharuan dan Pertobatan Paroki, 17 Desember 2021) dan pada pihak yang lain, struktur Dewan Pastoral Paroki (DPP), tidak boleh menjadi struktur yang kaku dan mati yang pada gilirannya menjadi tidak berguna karena tidak melayani secara paripurna umat Allah yang sebenarnya sedang membutuhkan bantuan dan uluran tangan oleh karena tekanan hidup yang kian menggilas, lebih-lebih pada masa pandemi covid-19 ini.
Sebagai pastor (paroki) dan sebagai pengurus DPP, nasehat Paulus hari ini menjadi relevan:” Kepada anggota-anggota yang tidak mulia diberikan penghormatan khusus, supaya anggota-anggota yang lemah diberikan perhatian istimewa supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan.
Itu artinya, bahwa ketika banyak anggota tetapi satu tubuh dalam konteks kehidupan bersama di sebuah paroki tertentu, baik pastor, DPP dan umat, perlu menyadari bahwa paroki adalah komunitas dari pelbagai komunitas yang tersebar di dalam paroki, yang kita sebut dengan Kelompok Umat Basir atau Komunitas Basis Gerejani.
Kelompok Umat Basis/Kelompok Basis Gerejani adalah simbol kehadiran gereja universal di tengah umat untuk menjadikan seluruh umat menghayati kebersamaan dalam persekutuan, dan yang berpartisipasi dalam perutusan yang memerdekakan demi kemuliaan Tuhan dan kebaikan umum. Bila hal ini telah tercapai, maka itulah pemberian makna yang sesungguhnya terhadap apa yang dikatakan oleh Paulus pada hari ini:” Berbagai anggota tetapi satu tubuh. Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh.”