Sir. 27:4-7; 1 Kor. 15:54-58; Luk. 6:39-45
Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara-saudariku yang terkasih,
Bacaan injil yang kita dengar hari ini berisi perumpamaan tentang kebijaksanaan hidup. Agar pengajaran Yesus mudah ditangkap dan dimengerti para pendengar dan pembaca maka dalam pengajaran-Nya tentang Kerajaan Allah, Yesus selalu menggunakan perumpamaan. Injil kali ini, Yesus malah menggunakan tiga perumpamaan sekaligus dalam satu pewartaan. Pewartaan tentang kebijaksanaan hidup yang harus dimiliki oleh setiap murid Kristus, bila hendak menggapai Kerajaan Surga.
Perumpamaan pertama, dalam anya retoris-Nya, Yesus memberikan perumpamaan ini:” “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang? “
“Orang buta” yang digambarkan Yesus dalam injil ini, adalah orang yang buta secara fisik. Penglihatannya terbatas. Semua di sekitarnya serba gulita. Karena itu, pergerakan orang buta menjadi sangat terbatas. Maka mau tidak mau, dia butuh bantuan orang. Orang yang diminta bantuannya, adalah tentu orang yang tidak buta matanya. Orang yang diminta bantuannya, adalah orang yang tentu sungguh-sungguh dipercayainya. Bahwa ia tidak mungkin membuatnya terantuk, tertabrak atau bahkan terjatuh.
Perumpamaan yang kedua, masih dalam nada retoris, Yesus menantang para pendengar/pembacanya dengan bertanya:” Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?”
Yesus hendak mengeritik para pendengar-Nya bahwa begitu gampang orang melihat kelemahan dalam diri orang lain. Ia kemudian menjadi begitu mudah untuk menilai orang lain bahkan menghakiminya. Padahal balok yang ada di dalam matanya, yang sedemikian dekat dengan dirinya sendiri, tak dilihatnya, atau bahkan pura-pura tidak mengetahuinya.
Secara positif, Yesus hendak mengajarkan tentang manusia, pengikut Kristus yang harus tampil apa adanya. Ada menurut dirinya sendiri. Harus realistis. Jujur dengan dirinya sendiri. Tidak boleh munafik. Ia harus berkata jujur tentang orang lain dan berlaku benar kepada sesama. Ia juga harus mampu melihat siapakah dirinya sesungguhnya, sebelum menilai dan menghakimi orang lain.
Sedangkan pada perumpamaan yang ketiga, ” setiap pohon dikenal pada buahnya. “Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik.
Tiga perumpamaan itu, sejatinya menunjuk pada kwalitas hidup seseorang, apalagi yang menamakan dirinya sebagai pengikut Kristus. Bahwa kwalitas hidup seseorang, ditentukan oleh hatinya. Maka kutipan injil yang saya jadikan sebagai bahan permenungan kita pagi ini adalah: “Yang Diucapkan Mulut Meluap dari Hati. Hati adalah pusat jiwa raga kita, menentukan perilaku lahiriah kita. Dus berarti bahwa hati adalah pusat produktivitas baik perkataan maupun perbuatan kita. Produktivitas entah baik, entah jahat, tergantung dari disposisi hatinya. Disposisi hati berkwalitas tergantung pada seberapa sering mengasahnya di dalam rancangan, rencana dan kehendak Tuhan sendiri.
Kwalitas kemuridan kita, tidak saja terletak pada seberapa jauh dan dalam kita mengikuti Yesus, tetapi sejauh mana kemuridan itu diuji dalam tindakan dan perkataan kita. Apapun itu, perkataan yang diucapkan atau pun perbuatan yang dikerjakan harus keluar dari perbendaharan hati yang harus baik.
Sebagai manusia rapuh-lemah, kita semua tentu tak luput dari salah dan dosa. Maka dari itu, “buta mata” tadi dapat melebar luas kepada kebutaan-kebutaan lainnya. Kita pun mendengar bahwa ada kebutaan hati. Hati yang buta, adalah hati yang tawar, yang tidak peduli dengan siapapun. Hati yang buta, adalah hati yang tidak ikut memiliki tenggang rasa terhadap kaum yang tertindas. Hati yang buta adalah mereka yang hidup hanya untuk dirinya sendiri, untuk keluarga dan kroni-kroninya.
Selain buta hati, ada juga buta moral. Buta moral membuat orang susah membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Buta moral membuat orang hantam kromo saja. Tidak terdorong untuk membuat sesuatu yang baik dan benar, dan berusaha menghindar terhadap apa yang salah. Maka tidak heran, bila kita jumpai dalam kehidupan kita, orang yang suka mengumbar fitnah dan kebencian. Orang mudah menyebar gossip, lalu mulai mengadu domba. Mudah memprovokasi orang lain dengan cerita-cerita bohong. Orang seperti ini akan selalu gemar membela dirinya, dan menganggap dirinya lebih benar dari orang lain.
Dan, kebutaan terakhir adalah buta rohani. Orang tidak mampu mengalami kehadiran Tuhan dalam seluruh peristiwa hidup hariannya. Kadang dia malah berbusung dada bila dia berhasil karena menganggap itu sebagai usaha dan perjuangannya sendiri. Rangkaian kesuksesan dalam meraih kedudukan, keberhasilan dalam pangkat dan jabatan, baginya adalah perjuangannya sendiri. Kalaupun Allah ikut campur tangan, itu tidaklah seberapa. Orang yang buta secara rohani, gampang untuk mengesampingkan Tuhan dan ajaran-ajarannya.
Sampailah di sini, akhirnya kita sebagai pengikut Kristus, bertanya pada diri sendiri. Pada situasi saya hari ini, apakah aku sedang mengalami kebutaan hati, kebutaan moral atau kebutaan rohani? Sebagai manusia lemah, kita sedikit-sedikit, pasti memiliki buta hati, buta moral dan buta rohani. Bila kita jujur mengakui ini semua, maka patutlah kita mereformasi hati. Kita patut memvaksin hati dengan doa, amal dan puasa. Dengan itu kita akan mendpatkan hati yang baru. Hati yang saling merindukan. Hati yang saling memaafkan. Hati yang saling mengampuni. Hati yang selalu berbelas kasih dan hati yang bermurah hati.
Dengan memiliki hati baru dengan kekhasannya tadi, maka kita kita akan menuntun orang lain untuk kembali ke jalan yang benar. Kita mengajak orang lain, untuk selalu berkata yang benar tentang orang lain. Dengan demikian kita patut berbangga karena disebut menjadi pengkut Kristus yang berkwalitas.
Pengikut Kristus yang berkwalitas adalah orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.”