Oleh : Manus Wuwur. Ata Oravutu Diaspora Kupang
WARTA-NUSANTARA.COM-Oravutu: Cerita yang Tercecer-lepas. Saya begitu bersemangat ketika ditambah menjadi anggota grup whatshappPeten Oravutu. Saking semangatnya, saya mencoba berselancar di samudra maya, hanya ingin mencaritahu sejarah atau asal usul kata Oravutu. Sayang seribu sayang, tak kujumpai kata itu di sana. Saya kemudian memilih menempuh jalur itu lantaran ketiadaan narasumber baik secara lisan maupun secara tertulis untuk menyingkap sejarah di balik pilihan nama ini: Oravutu. Oravutu, nomen est omen? Oravutu, apalah arti sebuah nama? Nama menunjukkan tanda. Tanda apa yang hendak disingkap dari arti pemberian nama itu? Saya memaksakan memory untuk kembali ke tahun 1970-an saat masih ada di kampong, untuk berusaha mengingat-ingat kisah para tokoh kampong yang pernah bertutur tentang nama ini. Lagi-lagi, saya mengalami kebuntuan memory.
Maklumlah sudah mulai masuk pada kategori PDIP (Penurunan Daya Ingatan Parah)! Hahahaha…….. Akhirnya, aku angkat tangan. Takut menulis sesuatu yang salah. Saya menyerah tetapi dengan sebuah harapan besar, semoga anak-anak Oravutu yang ada di kampong, terpanggil untuk mencaritahu sejarah, asal usul pemberian nama Oravutu, daripadanya kita memiliki basis data yang cukup untuk menuliskannya pada sebuah lembar sejarah bagi anak cucu kita di masa mendatang. Bila tidak, ia hanya menjadi sebuah cerita yang tercecer lepas. Seiring perkembangan zaman, ia akan lenyap digerus masa.
Oravutu, adalah sebutan bagi orang-orang Lewopenutung-Warawatung, yang semula bergabung dalam Desa Lusidawutun, tetapi sepuluh tahun (?) silam, desa Lusiaduawutun dimekarkan menjadi Desa Warawatung. Berikut saya mengutip data Wikipedia yang dirilis 31 Mei 2012 dan belum di up date (?). “Lusiduawutun merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Nagawutung, kabupaten Lembata, provinsi Nusa Tenggara Timur
Indonesia. Desa ini merupakan satu dari 12 desa dan kelurahan yang berada di kecamatan Nagawutun . Desa ini memiliki kodepos 86684. Jumlah penduduknya sebagian besar bersuku daerah Flores. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian petani. Di sini SD Katolik Lewopenutung berada di desa ini.”
Sayang data ini sebenarnya sudah kadaluwarsa. Selain kadaluwarsa, data ini sangat minim. Terkesan kering bertulang. Tiada bumbu. Maka orang akan kurang meminati. Bahkan lari meninggalkannya. Dengan kondisi ini, perangkat desa, baik desa Lusiduawutun maupun desa Warawatung harus sefera terpanggil untuk membuat terobosan alias inovasi guna meng up date kondisi kekinian desa. Terobosan itu tidak lain adalah pembuatan Website Desa, alias Desa Online. Mintalah orang untuk membuat website desa, yang berisi konten-konten yang relevan di desa, maka dengan demikian kedua desa ini dalam tempo sesingkat-singkatnya akan go internasional alias mendunia. Siapa tahu, dengan itu ada “sesuatu yang baik” datang dari sana?
Sementara itu, tentang Desa Warawatung sempat terekam tulisan Jessy/Humas Setda Kabupaten Lembata seperti ini:” DESA WARAWATUNG merupakan sebuah desa di sebelah selatan di Kecamatan Nagawutung, Kabupaten Lembata. Jaraknya sekitar 40 kilo meter (km) dari Lewoleba, ibu kota kabupaten Lemata. Desa ini merupakan hasil pemekaran dari desa induk Lusiduawutun dengan jumlah penduduk 297 jiwa. Menelisik jauh ke dalam kehidupan sosial budaya, desa ini ternyata memiliki beberapa tradisi khas yang terus dilestarikan hingga saat ini. Kekuatan budaya yang tetap kental menjadikan desa ini sebagai sebuah desa adat.” (Pos Kupang, 28 Agustus 2016).
Data tentang kedua desa yang menamakan diri Oravutu ini, benar-benar minim. Maka, pembuatan website desa/desa online adalah sebuah kemendesakan yang segera digerakan oleh para kepala desa, bila tidak mau disebut sebagai desa terkebelakang, terluar dan terisolasi.
Peten Oravutu: Rumah Bersama- Satu Hati Aneka Wajah – .
Adalah sebuah grup whatshapp yang diinisiasi oleh Ama Vitalis Blitin dan Ade Guru Lorens Pukan, dan kawan-kawan. Ade Lorens Pukan didaulat sebagai “Ketua Admin,” yang berperan sebagai jurubicara, informan, dan komunikator yang menjadi jembatan penghubung dengan anak-anak Oravutu di tanah rantau. Umur WAG ini belum sebulan. Hadirnya WAG ini, kemudian secara cerdas dimaknai oleh bibi Occe Meltyn dalam postingannya:” PETEN ORAVUTU yang buat ini dari anggota yang ada sudah jelas beranggotakan putra-putri Oravutu yang punya ikatan dengan Oravutu. Terimakaskih sudah berinisiatif membangun “Rumah Bersama.” Anggota grup terdiri dari anak-anak Oravutu yang ada di kampong halaman (Lusiduawutun-Warawatung) dan yang ada di tanauh rantau. Anak-anak tanah rantau tersebar mulai dari Merauke, Biak Provinsi Papua, lalu terus ke Ambon. Provinsi Maluku. Berlanjut ke Ujung Pandang, Provinsi Sulawesi Selatan. Kemudian bergeser ke Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Di Denpasar, Provinsi Sejuta Wisata, Bali. Lalu ada juga yang tersebar di Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat, Provinsi Katulistiwa. Lalu datang di Provinsi Nusa Tenggara Timur, ada anak Oravutu yang sedang mengais rezeki di Kupang, Kota Karang, lalu ada juga Oravutu yang tersebar di Flores, Pulau Bunga; mulai dari Labuan Bajo, Kota Pariwisata Super Premium, terus ke Nagekeo, datang lagi di Maumere kemudian terus ke Boru dan Larantuka, ujung Timur Pulau Flores. Di Tanah Nusa Tadon Adonara, juga ada anak-anak Oravutu. Oravutu diaspora yang paling jauh ada di Malaysia. Dan oravutu diaspora yang paling dekat adalah Lamanepa. Selebihnya, diaspora yang paling banyak, Oravutu Lewoleba. Akhirnya, Kami Oravutu. Kami Oravutu Diaspora dari Sabang sampai Merauke. Kami Oravutu Indonesia.
Oleh Kakak Alfons Wolin, Peten Oravutu dilukiskan sebagai Satu Hati –Aneka Wajah. Selanjutnya saya kutip posting beliau:” Salam Kompak Satu Hati Aneka Wajah untuk tite pua. Go toi ka dori grup tite nakri ta oreha tu gahan ehaken ta upul limaha heder leiha hener oreha tit eta hedep levu enaj smeha obaka kbote tite dahapenga ta poe panaka tali porenga knako-knako saja kame ri tua puk marak tava levoru enaju ina ama leluhur ma pupuk glapur kame mora snarek smuak sampe fato pitan tanah borek. Salam Lewoleba.”
Peten Oravutu: Gerakan Kembali Ke Kampung.
Saya mengutip lagi penggelan postingan Bibi Occe Meltyn:” Grup ini tentu punya tujuan, sehingga baiklah semua anggotanya perlu tahu tentang hal ini.” Terhadap permintaan itu, Lorens Pukan, Ketua Admin, Kepala Sekolah SDK St. Aloysius Lewopenutung memposting “Proposal Kecil” yang berisi Kegiatan Pemasangan Instalasi di Gereja St. Aloysius Gonzaga Lewopenutung. Ini Progam Ketua Dewan Stasi, Om Damianus Meltyn, setelah beberapa waktu lalu terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Dewan Stasi. Terhadap Proposal Kecil itu, lagi-lagi, Bibi Occe Meltyn menulis dalam postingannya:” Soal Proposal Kecil itu”oke saja.” Kita semua ni tentu dengan suka, gembira dan bahagia untuk kembali ke tanah kelahiran kita dengan berbagai jalan. Yang begini ni juga jalan kan? Nahh…. Yang kami maksudkan tu, setelah bapa guru dan lain-lain yang di kampong panggil kami pulang lewat WAG ini, tolong sampaikan mai tite ta tula kapa untuk kampong tanah kelahiran kita. Soal begitu, Oravutu Lewoleba selalu pulang untuk kampong. Kami pasti pulang untuk ada bersama di kampong tercinta.”
Catatan Kritis Ama Ebby Wolin.
Jadi untuk kepentingan pembangunan instalasi listrik di dalam gereja itulah, WAG ini diinisiasi. Namun ponaan Ebby Wolln, anggota diaspora Oravutu Lewoleba memberikan lampu kuning dalam catatan kritisnya terhadap pembentukan WAG ini. “Pengertian saya, saat saya berdiskusi dengan salah seorang inisator grup waktu itu ialah bahwa grup ini akan menjadi tempat pertemuan kita dan ruang diskusi kita untuk kepentingan Lewotanah. Maka saran saya supaya apapun yang ingin kita lakukan untuk kampong, mari kita mulai dengan diskusi supaya jangan ada miss. Ini juga supaya jangan ada kesan bahwa ternyata grup ini terbentuk untuk mau menggalang dana. Maaf kalau ini salah. Pada prinsipnya kita semua anak tanah tidak pernah berkeberatan untuk urusan-urusan semacam ini, kita semua selalu punya hati untuk kampong.”
Lebih jauh tentang catatan kritis anak Ebby, saya hendak mengakhiri tulisan kecil ini dengan mengatakan bahwa tentu tidak dimaksudkan agar setelah berakhirnya pekerjaan instalasi listrik di dalam gereja, grup ini dibubarkan. Atau anggotanya ramai-ramai muntaber alias, mundur tanpa berita. Karena WAG sudah menjadi Rumah Bersama. Ia berdaya guna untuk membangun komunikasi dan memberi informasi: dari oravutu, untuk oravutu. Ia telah menjadi perekat yang efektif. Peten Oravutu pada akhirnya menjadi Aneka Wajah dalam Rumah Bersama – untuk merajut-satu diaspora Oravutu dalam semangat Satu Hati. ***