Oleh : Arnoldus Jansen Ukat
Mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira Kupang
WARTA-NUSANTARA.COM-Kausalitas atau disebut juga sebagai kaidah hubungan sebab-akibat merupakan bagian terpenting yang ada pada hukum alam. Dalam buku berjudul Kamus Hukum oleh M. Marwan dan Jimmy, kausalitas adalah suatu sebab yang dapat menimbulkan suatu kejadian. Dari sini kita dapat memahami bahwa prinsip kausalitas merupakan prinsip yang sangat mempengaruhi suatu kejadian di dalam alam semesta dia berproses dari apa yang disebut sebagai sebab, menuju suatu kejadian atau disebut sebagai akibat. Walau demikian, prinsip kausalitas bukanlah satu-satunya prinsip yang berlaku di alam semesta sebab masih ada banyak prinsip atau kaidah yang ada di alam semesta seperti prinsip probabilitas, prinsip relativitas, prinsip ketidakpastian, prinsip simultanitas, dan prinsip kebetulan.
Dari semua kaidah atau prinsip yang ada prinsip kausalitaslah yang paling berpengaruh atau paling banyak dikenal oleh banyak orang sebab prinsip ini dapat diterima jalan berpikirnya dimana suatu kejadian terjadi karena ada penyebabnya. Plato sendiri pernah mengatakan “everything that becomes or changes must do so owing to some cause; for nothing can come to be without a cause”. Dari sini, Plato menganggap bahwa apapun yang berubah atau terjadi pasti terjadi karena suatu penyebab, karena tidak ada yang bisa terjadi tanpa penyebab. berbeda dari Plato, Aristoteles memiliki pandangan tersendiri dimana dia menambahkan konsep empat aitia. Aitia di sini merupakan bahasa Yunani yang menurut ilmu filsafat mengacu pada ‘sebab’. Empat aitia atau sebab menurut Aristoteles adalah material, formal, efisien dan final. Untuk memahami empat sebab yang dikonsepkan oleh Aristoteles kita bisa gambarkan degan sebuah meja makan yang terbuat dari kayu. Dimana kayu adalah material, desain sebagai
formal, pekerjaan tukang kayu sebagai efisien, dan meja makan sebagai final. Di sini, materi mengacu pada komposisi penyebab perubahan atau pergerakan akibat yang ada. Untuk meja kayu, komposisinya tentu saja kayu. Formal, dari kata form atau bentuk, mengacu pada tampilan, bentuk, atau pengaturan dari akibat. Dalam hal ini, desain meja kayu. Selanjutnya, efisien disini merujuk pada agen dari akibat. Untuk meja kayu, agennya adalah tukang kayu, sedangkan seorang anak, agennya adalah orang tuanya. Terakhir, final, mengacu pada akhir atau tujuan dari akibat tersebut.
Selanjutnya adalah paham Stoics tentang kausalitas. Para penganut paham Stoics adalah ahli filsafat pertama yang secara sistematis mempertahankan ide bahwa setiap peristiwa dibutuhkan adanya syarat-syarat sebab-akibat tertentu. Apa yang dinamakan prinsip kausalitas ini telah datang untuk mendominasi seluruh pandangan barat hingga saat ini. Oleh karena itu, salah satu inovasi utama dari prinsip Stoics adalah bahwa ide tentang sebab dikaitkan dengan keteraturan tanpa pengecualian dan keharusan. Para penganut paham Stoics berpegang teguh pada pandangan bahwa setiap peristiwa memiliki sebuah sebab. Mereka menolak ide bahwa ada beberapa peristiwa tanpa sebab karena itu akan meruntuhkan kepercayaan dasar mereka dalam hubungannya dengan alam semesta. Selain itu, mereka berpendapat bahwa setiap peristiwa khusus membutuhkan akibatnya.
Perkembangan selanjutnya adalah pandangan sebagian besar ahli filsafat abad ke-13 yang tidak sependapat dengan Aristoteles. Mereka membedakan dua jenis sebab efisien: causa prima dan causa secunda. Jenis sebab efisien pertama merupakan sumber asli dari makhluk. Jenis sebab efisien kedua hanya ditemukan dalam benda-benda yang diciptakan, dan merujuk pada asal dari awal gerakan atau perubahan. Sebab pertama bekerja dalam semua sebab sekunder yang dapat dianggap sebagai sebab-sebab instrumental yang tunduk pada sebab pertama tersebut. Pada abad ke-17 lahir sebuah gerakan pemikiran yang dikenal sebagai ilmu pengetahuan modern. Evolusi ini merupakan sebuah perubahan radikal dalam perkembangan konsep kausalitas. Sejarah perkembangan pandangan ini luar biasa kompleks, dan dipengaruhi oleh sebuah keyakinan teologis
dan ilmiah. Akan tetapi, penentuan kausalitas tidak dipandang memiliki sebuah sumber ilmiah, tetapi sebuah sumber teologis. Idenya adalah bahwa semua benda ditentukan asal muasalnya (sebabnya), dan hanya karena Kemahakuasaan Tuhan dan kemahatahuan ilmu pengetahuan. Jika Tuhan mengetahui apapun dan dapat melakukan apapun, maka apapun harus terjadi. Dengan kata lain, hanya Tuhan yang dapat menjadi sebab, bahkan Tuhan juga yang menjadi inisiator aktif dari sebuah perubahan.
Salah satu tokoh yang menyatakan bahwa Tuhan adalah sebab utama yaitu Aristoteles. Bagi Aristoteles Tuhan adalah forma murni sekaligus aktualitas murni pada diri-Nya, dengan demikian mustahil mengalami perubahan. Argumen Aristoteles tentang keberadaan Tuhan di kenal luas sebagai penggerak utama atau causa prima. Ia mengemukakan sutau aksioma bahwa: pastilah ada sesuatu yang menciptakan gerak, dan sesuatu ini pada dirinya sendiri haruslah tidak tergerakkan, dan pastilah abadi, merupakan substansi, dan aktualitas. Objek pikiran dan objek keinginan, menurut Aristoteles menyebabkan gerak, tanpa dirinya sendiri harus bergerak. Jadi Tuhan melahirkan gerak dengan dicintai, sedangkan hal-hal lain menyebabkan terjadinya gerak dengan cara dirinya sendiri harus bergerak. Tuhan menurut Aristoteles adalah pikiran murni: sebab pikiranlah yang terbaik. Hidup pun adalah bagian dari Tuhan; sebab kehidupan adalah aktualitas pikiran; dan aktualitas Tuhan yang tergantung pada dirinya sendiri adalah kehidupan yang terbaik dan kekal. Dengan demikian, Tuhan adalah suatu peng-ada yang hidup, baka, terbaik, sempurna, sehingga kehidupan dan keberlangsungan yang terus-menerus dan kekal adalah milik Tuhan, sebab ‘inilah’ Tuhan. Sampai di sini bisa dilihat bahwa kausalitas sangat berpengaruh terhadap hidup yang kita jalani saat ini karena setiap keputusan yang kita pilih tentu memiliki konsekuensinya tersendiri. Apabila kita salah dalam mengambil keputusan tentu akibatnya akan berpengaruh buruk bagi diri kita sebaliknya jika kita mengambil keputusan yang tepat dan benar tuntu akibatnya akan baik bagi diri kita. Contohnya, dalam menentukan kampus pilihan, maka kita melihat penyebabnya adalah karena kita ingin menambah pengetahuan, disuruh orang tua, dan lain sebagainya. Selanjutnya, memetakan akibat atau konsekuensi dari setiap opsi kampus yang kita inginkan. Kita melakukan pertimbangan dengan melihat banyak aspek.
Contohnya aspek dalam kasus ini yang dapat menjadi bahan pertimbangan adalah biaya kuliah, jarak kampus, pekerjaan setelah lulus, dan lain sebagainya. Berbagai aspek dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan. Adanya kausalitas dapat membuat kita lebih sistematis dalam berpikir dan menentukan pilihan. Kita dapat melihat lebih dekat berbagai pertimbangan di setiap pilihan dan menentukan pilihan yang terbaik sesuai dengan keinginan diri kita.
Jika kita mampu menentukan pilihan hidup yang terbaik bagi diri kita sendiri tentu kelak kita akan merasakan kebahagiaan dan untuk mencapai hal tersebut langkah pertama yang harus kita lakukan adalah berusaha memperjuangkan apa yang telah menjadi pilihan hidup kita selama ini sebab prinsip kausalitas berpengaruh pula pada usaha yang kita lakukan selain keputusan yang sudah kitah pilih atau buat. Bertolak dari semuanya itu prinsip kausalitas menjadi tolak ukur dalam suatu pilihan sebab jadi tidaknya seseorang tergantung pada pilihan dan usahanya dalam memperjuangkan pilihan yang sudah ia putuskan.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa pengaruh kausalitas sangat besar terhadap pilihan hidup kita, kita tidak bisa melepaskan atau memisahkan diri kita dari prinsip kausalitas sebab keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat. Dan masih berhubungan degan kausalitas tentu setiap orang memiliki keinginan untuk mendapatkan hidup yang baik, sejahtera dan lain sebagainya karena itu untuk mencapainya kita perlu berwaspada dalam membuat suatu pilihan atau keputusan akan pilihan hidup kita agar kelak tidak ada penyesalan yang keluar dari dalam diri kita. ***








