Oleh : Germanus S. Atawuwur
Kel. 32:7-11, 13-4; 1Tim.1:12-17; Luk. 15:1-10
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, pada pemberitaan injil tentang orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat terkesan, mereka adalah kelompok manusia problematis. Mereka selalu saja mencari masalah dengan Yesus. Mereka suka sekali mencari-cari kesalahan Yesus. Karena itu, di mana ada Yesus, di situ ada mereka. Mereka mengeluh kemudian protes karena Yesus terlalu akrab dengan pemungut cukai. Karena para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Melihat kenyataan itu, mereka bersungut-sungut, katanya: “Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.” Rupanya orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat mau supaya pemungut cukai dan orang berdosa itu mustinya dicampakan sebagaimana warta bacaan pertama. Bahwa bangsa Israel tidak lagi menjadi bangsa yang setia kepada Allah.
Mereka membuat lembu emas lalu menyembah berhala. Mereka menggantikan Tuhan dengan lembu emas buatan tangan mereka. Melihat kondisi Israel seperti ini, Tuhan pun berkata kepada Musa:” Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk.Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya murka-Ku bangkit terhadap mereka dan Aku akan membinasakan mereka.”
Taurat Musa inilah yang menjadi dasar pemikiran orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat bahwa pemungut cukai dan orang berdosa harus dibinasakan. Bagi kelompok ini, Yesus mustinya berlaku sebagaimana apa yang dirancang Tuhan bagi Israel. Namun Yesus justru bertindak lain. Tindakan Yesus justru keluar dari Taurat Musa. Ia membiarkan diri-Nya untuk didekati orang berdosa. Dia sendiri mendekati bahkan mencari orang-orang berdosa. Dia merangkul dan bersahabat dengan mereka. Mereka nampak akrab. Bagi orang berdosa, bertamu dengan Yesus dianggap biasa, Karena itu mereka datang untuk mendengarkan Dia. Fakta seperti inilah yang menjengkelkan para Ahli Taurat dan orang-orang Farisi, karena dianggap bertentangan dengan ajaran mereka.
Yesus mengetahui kejengkelan mereka. Karena itu Dia menjawab dengan memberi perbandingan yang diambil dari hidup sehari-hari, yaitu dengan dua perumpamaan, yaitu domba yang hilang dan dirham yang hilang. Apa yang terjadi pada saat domba dan dirham yang hilang bila sudah ditemukan kembali? Sebelumnya ada usaha dengan susah payah, dengan penuh resiko meninggalkan 99 ekor domba yang tidak hilang dan usaha menyalakan pelita dan menyapu rumah supaya domba dan dirham ditemukan kembali. Semua sahabat dan tetangga diajak bersukacita, karena yang dicari-carinya didapat kembali.
Usaha pencarian yang sungguh-sungguh dan tak kenal lelah yang dilakukan gembala untuk mencari yang satu saja itu, mau menggambarkan bahwa walaupun hanya satu saja domba yang hilang, tetapi betapa berartilah yang satu itu. Karena itu sang gembala percaya, bahwa yang ke-99 itu tetap setia berada di dalam kandang, sehingga dia berani pergi keluar untuk mencari yang satu ekor itu. Usahanya pun tidak sia-sia. Ia berhasil mendapatkan kembali. Ia lalu memanggulnya di atas bahunya, lalu kembali dalam keadaan sukacita.
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, Jawaban Yesus dalam bentuk perumpamaan kepada orang-orang farisi dan ahli-ahli taurat hendak mengatakan tentang misi Yesus untuk datang ke dunia sebagaimana yang dikehendaki Bapa-Nya. Dia datang ke dunia ini untuk memanggil orang berdosa supaya bertobat. Yesus tidak saja memanggil kembali orang-orang berdosa di zaman-Nya. Ia masih terus memanggil siapapun orang yang berdosa itu. Maka hari ini dalam bacaan II, Timotius, murid Paulus menggambarkan bagaimana gurunya dipanggil kembali oleh Tuhan. Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. “Aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya,karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman. “
Paulus benar-benar merasa diri sebagai orang berdosa. Bahkan merasa dirinya paling berdosa. Karena ia sadar bahwa pada masa mudanya, ia hidup sebagai seorang Farisi menurut mazhab yang paling keras dalam agama Yahudi. Ia digembleng dan diajar dengan teliti oleh Gamaliel, gurunya. Mulanya ia seorang penganiaya orang Murid – murid Yesus ketika ia masih bernama Saulus. Sesudah pengalamannya berjumpa Yesus di jalan menuju kota Damsyik, ia berubah menjadi seorang pengikut Yesus Kristus. Ia bahkan menjadi rasul agung yang dengan gigih pantang mundur, mewartakan injil Tuhan. Ia kemudian menyebut dirinya sebagai “rasul bagi bangsa-bangsa non-Yahudi” yaitu Bangsa Romawi kuno.
Untuk tugasnya sebagai rasul itu, ia menyadarinya sebagai panggilan ilahi. Karena itu dia mengangkat syukur bagi Tuhan:“ Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku.Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja, segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, yang esa! Amin. “
Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero