Catatan Wilhelmus Leuweheq
LEMBATA : WARTA-NUSANTARA.COM-Pesan Ini ditangkap dari testimoni putri sulung mendiang Prof. Dr. Gorys Keraf, dokter Nina Keraf, SpD dalam seminar bertemakan Menelisik Peran Prof. Dr. Gorys Keraf dalam Perkembangan Perjalanan Bahasa Indonesia. Seminar Bulan Bahasa ini diselenggarakan dalam kerjasama antara Dinas Kearsipan dan Perpustakaan serta Komunitas Pegiat Literasi antara lain Agupena, Moting Baun, Lembata Akustic.
Dokter Nina mengakui bahwa yang mereka ketahui dari Bapanya adalah seorang pekerja keras, tekun, selalu mau belajar dan penuh perhatian bagi keluarganya. Hal yang sama diungkapkan sang Putera Adi Keraf bahwa Bapa adalah inspirator keluarga dengan semangat juang pantang menyerah. Sebagian besar waktu Bapa Gorys habis untuk mengajar namun selalu ada waktu yang disisihkan untuk anak-anak. Pesan utamanya adalah belajarlah tanpa batas dan belajar untuk kepentingan masyarakat. Karena itu Bapa juga tak pernah membatasi pendidikan anak-anaknya.
Adi Keraf bahkan pada saat yang sama belajar Teknik Elektro di Universitas Trisakti dan Ekonomi di Universitas Indonesia. Sedangkan Nina sebelum menempuh pendidikan kedokteran di Trisakti sudah lebih dahulu menyelesaikan pendidikan Farmasi di UI. Setelah Kematiannya, barulah anak-anak menyadari popularitas ayah mereka. Menyaksikan banyaknya ucapan terimakasih yang disampaikan, baik oleh orang-orang yang mengalami langsung bantuan almarhum, yang merasakan jasa-jasanya bahkan oleh pejabat-pejabat tinggi di negeri ini, barulah anak-anak tahu bahwa ayahnya adalah orang hebat yang buku-bukunya dibaca dan dijadikan pelajaran di seantero Indonesia.
Sosok yang bekerja sampai larut malam, yang suka mendampingi belajar anak-anak, yang mau menterjemahkan istilah asing bagi anak-anak, sosok sederhana, sesederhana rumah tinggal dan perabotan yang ada di dalamnya, sosok itu ternyata seorang cendekiawan hebat, yang pemikirannya berperan penting tidak hanya dalam sejarah Bahasa Indonesia tetapi lebih dari itu dalam dialektika bangsa ini. Anak-anaknya pasti bangga dan mensyukuri sosok ayahanda ini, karena dengan tidak membawa popularitasnya ke rumah mereka bisa berkembang dan mewarisi kharakter hebat sang ayah.
Guru Sejati Thomas B. Ataladjar seorang sejarahwan, penulis buku: Lembata dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya menyebut sosok Gorys Keraf sebagai Guru Sejati. Thomas mengklaim sebagai anak kandung ideologisnya Gorys Keraf. Sebagai seorang anak kampung yang mengadu nasib ke Jakarta, Thomas menjadikan Gorys sebagai guru dan saudara. Thomas memang tidak menjadi ahli bahasa tetapi dengan menjadi penulis yang diakui orang, ia telah memenuhi harapan sang guru.
Gorys tidak hanya dosen yang mengajarnya di ruang kuliah Atma Jaya Jakarta, tetapi membimbing dan memperkenalkan Thomas dengan berbagai komunitas “orang-orang pintar” hingga Thomas terus berkembang, tidak hanya menjadi penulis biasa tetapi penulis yang meneliti sampai akhirnya disebut sebagai sejarahwan. Thomas mengajak masyarakat Lembata dan khususnya orang muda Lembata untuk menghargai karya-karya Gorys Keraf dan dan Karya putera-puteri Lembata lainnya. Di Perpustakaan Daerah ini harus disiapkan tempat khusus untuk karya Gorys Keraf dan karya Putera-Puteri Lembata umumnya. Perpustakaan ini juga harus dikelola oleh Pustakawan terdidik sehingga memberikan pelayanan yang profesional, itulah harapan Thomas.
Menghapus Inferioritas Kolektif Gregorius Yoseph Laba, yang akrab dipanggil Yoris Wutun mengungkapkan bahwa membaca dan mendalami buku-buku Gorys Keraf akan sanggup menghapus inferioritas kolektif kita sebagai orang Lembata. Sadar atau tidak, kita cenderung lebih menghargai karya orang orang luar. Bahkan kita bisa saja melihat orang lain selalu lebih baik, lebih hebat, lebih pintar dari kita-kita sendiri. Yoris saat ini dapat disebut sebagai anak kandungnya literasi Lembata. Yoris mengakui bahwa awal tampilnya pada launching Festival
“Saya Baca” sekitar lima tahun lalu sangat mempengaruhi pengembangan dirinya saat ini. Membawakan pidato berbahasa Inggris di hadapan duta baca Indonesia Najwa Sihab dan ribuan pasang mata warga Lembata sungguh membangkitkan rasa percaya diri dan motivasi untuk belajar tanpa henti.
Perjuangan Yoris yang saat ini belajar pada Sekolah Tinggi Hukum Jentera Jakarta ini sudah membuahkan hasil dengan terpilih untuk mengikuti forum Global Feminist Coalition For Gender Transformative Education di New York Amerika Serikat September lalu. Penampilan Yoris, anak muda Lembata berusia 21 tahun, yang berbicara lugas dengan fleksibilitas daya pikir yang sanggup memenuhi harapan pendengar, sungguh merupakan cahaya bagi masa depan Lembata.
Sebagai anak dari proses Literasi Lembata, Yoris menyampaikan penghargaannya kepada Pemerintah, Lembaga Pendidikan, Komunitas Pegiat Literasi dan stakeholders umumnya atas upaya-upaya yang memungkinkan proses literasi Lembata berjalan. Masih banyak yang kurang dan harus dibenahi secara bersama sama, namun sosok Yoris dapat meyakinkan semua pihak bahwa Manusia Lembata memiliki kemampuan-kemampuan alami yang jika diedukasi secara tepat akan dapat berprestasi gemilang.
Gorys Keraf Menjiwai dan Meragai Bahasa Indonesia.
Eman Krova, menjawab secara tegas pertanyaan apa peran Gorys Keraf dalam perjalanan sejarah Bahasa Indonesia. Pembicara terakhir dalam seminar ini menempatkan Gorys Keraf sebagai ahli bahasa Indonesia yang hanya dapat disejajarkan dengan Tokoh Sutan Takdir Alisabana. Dan dengan merangkum pemikiran berbagai pakar Eman menyimpulkan Gorys Keraf Menjiwai dan Meragai Bahasa Indonesia. Dengan kajian-kajian, penelitian-penelitian, pembelajaran tanpa henti Gorys sungguh menjiwai bahasa Indonesia dan dengan itu Gorys sanggup memberi bentuk fisik Bahasa Indonesia berupa kaidah-kaidah yang tetap dipakai hingga saat ini.
Seminar yang dimoderatori oleh Fred Wahon ini memberikan rekomendasi kepada Bupati Lembata agar Gedung Kearsipan dan Perpustakaan Daerah diberi nama Gedung Prof. Dr. Gorys Keraf. Dan semua peserta sepakat untuk terus menjadikan Gorys Keraf sebagai inspirator Literasi Lembata. ***