Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Yes.45:1-4.6; 1Tes. 1:1-5b; Mat.22:15-21
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih dalam Kristus, sekalipun bukan seorang penyembah Allah, Koresy disebut “yang diurapi.” Gelar yang sama kemudian diberikan Allah kepada Anak-Nya Mesias, atau Kristus. Koresy yang hidup antara tahun 550-530 SM diurapi dalam arti bahwa ia dipakai Allah untuk melaksanakan tugas penting membebaskan Israel dari perhambaan supaya Allah dapat menyelesaikan rencana-Nya memakai Israel untuk mengadakan keselamatan bagi umat manusia. Pada masa hidupnya, Koresy mendirikan kerajaan Persia yang bertahan selama dua abad. Ia merebut Babel pada tahun 539 SM dan kemudian membiarkan orang Yahudi kembali ke negeri mereka.
Kembalinya bangsa Israel ke negeri mereka dengan sebuah misi besar sebagaimana yang dikatakan di awal yakni bahwa Allah memakai mereka untuk mengadakan keselamatan bagi umat manusia. Namun rancangan Allah itu tidak terlaksana karena bangsa Israel menolak utusan-utusan Allah dan bahkan membunuh dengan sadis Yesus Kristus. Mereka sangka Yesus adalah Raja Politis yang memerintah bangsa Israel untuk melawan segala musuhnya. Karena kegagalan mereka inilah maka Israel tidak dapat dipakai Allah untuk mengadakan misi keselamatan bagi seluruh umat manusia.
Kebrutalan Israel di masa Yesus dengan menolak utusan-utusan Allah dan berpuncak pada dibunuhnya Putra Tunggal Allah sepertinya tidak berhenti sampai di situ. Berita-berita terkini tentang konflik antara Israel dan kelompok penguasa Gaza Palestina, Hamas, menambah litany panjang kebrutalan Israel. Yang patut disayagkan adalah kekejaman orang Israel dengan meledakan rudal di Rumah Sakit Baptis Al-Ahli di Gaza yang menewaskan lebih kurang lima ratus orang. Karena itu maka banyak Negara mengutuk pengeboman ini dan mengatakan bahwa Israel melakukan kejahatan kemanusiaan karena itu harus diadili oleh pengadilan internasional.
Ketika kita sedang dalam kemelut kemanusiaan ini, hari ini kita mendengar bagaimana orang-orang farisi dan orang-orang Herodian berusaha menjebak Yesus untuk mendapatkan alasan untuk bisa menangkap-Nya. Karena itu kepada Yesus mereka katakan:” Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka. Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?” Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata: “Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik? Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu.” Mereka membawa suatu dinar kepada-Nya. Maka Ia bertanya kepada mereka: “Gambar dan tulisan siapakah ini?” Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.”
Jawaban Yesus membuat mereka tak berkutik. Dengan itu, mereka tidak memiliki alasan untuk mempersalahkan dan menangkap Yesus. Jawaban Yesus:” Berikanlah kepada Allah yang wajib kamu berikan kepada Allah,” mengandung makna bahwa kasih kita kepada Allah haruslah kasih yang sepenuh hati dan yang menguasai seluruh diri kita. Kasih ini menuntut sikap hati yang begitu menghormati dan menghargai Allah sehingga kita sungguh-sungguh merindukan persekutuan dengan-Nya, berusaha untuk menaati Dia di atas muka bumi ini, dan benar-benar memperdulikan kehormatan dan kehendak-Nya di dunia. Kasih kepada Allah meliputi: kesetiaan dan keterikatan pribadi terhadap Dia; iman sebagai sarana pengikat yang kokoh dengan Dia yang dipersatukan dengan kita oleh hubungan Bapak dengan anak; kesetiaan kepada penyerahan kita kepada-Nya; ketaatan yang sungguh-sungguh, yang dinyatakan dalam pengabdian kita kepada standar-Nya yang benar di tengah-tengah dunia yang menolak Allah; dan kerinduan akan kehadiran dan persekutuan-Nya. Maka kita harus total memberikan diri kepada rancangan dan kehendak Allah.
Kasih model inilah yang pada akhirnya menjadi daya dorong untuk kita mewujudkan jati diri kita sebagai orang beragama, yang melaksanakan kewajiban-kewajiban kepada Allah dengan penuh kasih. Maka dengan itu kita dituntut menjadi orang yang 100% katolik.
Selanjutnya, jawaban Yesus, “Berikan kepada Kaiser apa yang wajib kamu berikan kepada Kaiser”, juga mangandung makna yang sama, bahwa kasih kita kepada pemimpin Negara/Kaiser haruslah kasih yang sepenuh hati dan yang menguasai seluruh diri kita sebagai warga Negara. Maka dengan itu kita juga dituntut untuk total menjadi 100% warga Negara. Jadi, berikan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah dan berikan kepada Kaiser apa yang wajib kamu berikan kepada Kaiser sejatinya memiliki makna jadilah orang katolik yang 100% dan sekaligus menjadi orang Indonesia yang 100% pula.
Dalam konteks menjadi orang katolik yang 100 % dan warga negara yang 100 % juga sejatinya mengandung makna untuk menaruh kasih dan hormat kepada sesama, sebagaimana yang ditunjukkan oleh santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Tesalonika. “Kami selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu semua dan menyebut kamu dalam doakami. Sebab kami selalu mengingat pekerjaan imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada Tuhan kita Yesus Kristus di hadapan Allah dan Bapakita. Dan kami tahu, hai saudara-saudara yang dikasihi Allah, bahwa Ia telah memilih kamu.Sebab Injil yang kami beritakan bukan disampaikan kepada kamu dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan kekuatan oleh Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh. Memang kamu tahu,bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu.”
Selanjutnya, berikanlah kepada Kaiser apa yang menjadi hak Kaiser pun mengandung makna antropologis-sosiologis. Kewajiban untuk memberikan diri demi keselamatan orang lain. Itu artinya, kita pun dituntut untuk menjadi penyelamat manusia. Berikan kepada Kaiser apa yang wajib kamu berikan adalah panggilan penyelamatan untuk memberikan diri bagi misi keselamatan manusia. Salah satunya adalah mendoakan dengan sungguh-sungguh agar perang Rusia dan Ukraina serta perang Palestina dan Israel segera berakhir.
Maka, bertepatan dengan Minggu misi yang kita rayakan hari ini, kita semua, – anda dan saya – dipanggil dan diutus untuk menjadi penyelamat manusia. Penyelamatan kemanusiaan secara paripurna, tidak hanya cura animarum, tetapi juga cura hominum. Bila kita semua melaksanakan misi ini dengan baik dan benar, maka sejatinya kita sedang melaksanakan rencana Tuhan untuk menyelamatkan seluruh umat manusia. Dengan itu pula, kita mengakui eksistensi Allah sebagai Yang Esa. Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain” ***