NGADA : WARTA-NUSANTARA.COM–Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTT/Advokat Peradi, Meridian Dewanta, SH., meminta Engelbertus Lowa Sada (ELS), tersangka percabulan terhadap anak di Kabupaten Ngada menyerahkan diri agar memudahkan proses hukum selanjutnya.
Meridian Dewanta, SH., kepada Warta-Nusantara.Com, Minggu, 25/2/2024 mengatakan, Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTT (TPDI-NTT) sebagai lembaga yang peduli terhadap penegakan hukum, demokrasi dan hak asasi manusia, tentu saja mengutuk keras dugaan Tindak Pidana Percabulan Terhadap Anak yang dilakukan oleh seorang bernama Engelbertus Lowa Sada di Todabelu – Mataloko, Kabupaten Ngada – Provinsi NTT.
Engelbertus Lowa Sada diduga melakukan Tindak Pidana Percabulan Terhadap Anak pada saat melakukan pemeriksaan kesehatan di poliklinik pada Seminari St. Yohanes Berchmans Todabelu – Mataloko, Kabupaten Ngada – Provinsi NTT, kejadian pertama yaitu pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2022 dan kedua pada akhir bulan September 2022, dengan korbannya yaitu seorang remaja laki-laki siswa SMP berinisial LMF (13 tahun).
Saat Tindak Pidana Percabulan Terhadap Anak itu terjadi, Frater Engelbertus Lowa Sada sedang menjalani Tahun Orientasi Pastoral (TOP) di Seminari St. Yohanes Berchmans Todabelu – Mataloko, Kabupaten Ngada – Provinsi NTT, dan dia ditugaskan untuk memeriksa kesehatan siswa yang sakit di poliklinik lembaga itu.
Keluarga korban kemudian melaporkan dugaan Tindak Pidana Percabulan Terhadap Anak yang dilakukan oleh Engelbertus Lowa Sada itu ke Polres Ngada pada tanggal 22 April 2023, dan kemudian Engelbertus Lowa Sada ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Ngada pada bulan Agustus 2023.
Pasal yang dipersangkakan oleh Polres Ngada terhadap
Engelbertus Lowa Sada adalah Pasal 82 ayat (1) dan ayat (2) jo. Pasal 76E UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.
Pasal 76E menyatakan : “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul”.
Pasal 82 ayat (1) berbunyi : “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.
Pasal 82 ayat (2) menegaskan : “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.
Namun demikian, dalam proses hukum yang sedang berlangsung di Polres Ngada ternyata Engelbertus Lowa Sada kabur atau melarikan diri, sehingga Polres Ngada pun telah menetapkan Engelbertus Lowa Sada dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada tanggal 21 Januari 2024.
Kami berharap agar Polres Ngada sungguh-sungguh mengerahkan daya upayanya guna menangkap tersangka Engelbertus Lowa Sada, sebab dugaan Tindak Pidana Percabulan Terhadap Anak yang dilakukan oleh buronan itu merupakan gangguan kelainan perilaku seksual yang sangat membahayakan dan meresahkan masyarakat.
Apalagi terdapat informasì bahwa selama di Seminari St. Yohanes Berchmans Todabelu – Mataloko, Kabupaten Ngada – Provinsi NTT, Engelbertus Lowa Sada diduga juga telah mencabuli belasan siswa SMP Seminari lainnya, dengan modus memanggil anak-anak ke ruangannya, lalu dia melakukan aksi bejatnya kepada belasan siswa.
Tindak Pidana Percabulan Terhadap Anak yang diduga dilakukan oleh Engelbertus Lowa Sada tentu saja telah merusak citra Seminari St. Yohanes Berchmans Todabelu – Mataloko, Kabupaten Ngada – Provinsi NTT, apalagi Ia adalah status laki-laki beragama Katolik yang memutuskan untuk mengabdikan hidupnya hanya kepada Tuhan dan tinggal di dalam Seminari hingga akhir
hidupnya.
“Akhirnya kami harus tegaskan bahwa apapun status dan kedudukannya, entah itu Frater atau bahkan Pastor sekalipun, bila sekiranya melakukan kejahatan yang meresahkan masyarakat, tentu saja harus dilibas agar mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum, dan jangan seenaknya lari dari tanggung jawab dengan mempermainkan hukum”, tegas Meridian Dewanta. (WN-01)