Oleh : Antonius Missa, (61123024), Mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira Kupang
WARTA-NUSANTARA.COM–“Cogito, ergo sum” atau “Saya berpikir, maka saya ada” adalah pernyataan terkenal yang dikemukakan oleh filsuf René Descartes. Pernyataan ini merupakan salah satu titik awal dalam pemikiran Descartes yang menyoroti keberadaan diri sendiri sebagai individu yang berpikir. Dalam konteks ini, Descartes mempertanyakan segala pengetahuan yang dipercayainya sebelumnya dan mencoba untuk mencari dasar yang pasti dan tidak diragukan.
Pernyataan “Cogito, ergo sum” menegaskan bahwa keberadaan diri sebagai individu yang berpikir adalah hal yang pasti dan tidak dapat diragukan. Dengan menyadari bahwa dia berpikir, Descartes menyimpulkan bahwa keberadaan dirinya sebagai individu yang berpikir adalah suatu kepastian yang tidak dapat dipertanyakan. Ini membuka jalan bagi Descartes untuk membangun landasan epistemologisnya yang terkenal, yaitu metode keraguan hyperbolik, di mana dia meragukan segala pengetahuan yang tidak pasti dan mencari kebenaran yang mutlak.
Relevansi pernyataan “Cogito, ergo sum” dalam konteks Indonesia dapat dilihat dari pentingnya kesadaran akan eksistensi diri dan keberadaan individu dalam masyarakat. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, pemahaman akan hak asasi manusia, kebebasan berpikir, dan kesadaran akan eksistensi diri sebagai individu yang memiliki martabat adalah hal yang sangat penting.
Dengan memahami nilai-nilai Hak Asasi Manusia, seperti hak atas kebebasan berpikir, hak untuk diakui dan dihormati sebagai individu yang unik, serta hak untuk hidup tanpa diskriminasi, kita dapat menciptakan masyarakat yang inklusif, adil, dan berkeadilan di Indonesia. Pernyataan “Cogito, ergo sum” mengingatkan kita untuk tidak mengabaikan pentingnya hak asasi manusia dan martabat individu dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian, pemahaman akan nilai-nilai Hak Asasi Manusia dan kesadaran akan eksistensi diri sebagai individu yang berpikir dapat memberikan kontribusi positif dalam membangun masyarakat yang menghargai hak-hak individu, menghormati keberagaman, dan mendorong partisipasi aktif dalam kehidupan sosial dan politik di Indonesia. Menurut saya, konsep “Cogito, ergo sum” atau “Saya berpikir, maka saya ada” yang diajukan oleh Descartes memiliki kedalaman filosofis yang signifikan. Dalam pemikirannya,
Descartes menekankan pentingnya keraguan metode sebagai langkah awal dalam mencapai pengetahuan yang pasti. Dengan meragukan segala sesuatu yang dapat diragukan, Descartes mencapai titik di mana ia menyadari bahwa keberadaannya sebagai pemikir adalah fakta yang tidak dapat diragukan.
Konsep ini menyoroti pentingnya kesadaran diri dan keberadaan subjektif dalam proses berpikir dan merasakan. “Cogito, ergo sum” menegaskan bahwa eksistensi manusia tidak hanya terbatas pada realitas fisik, tetapi juga pada kesadaran dan pikiran yang memungkinkan individu untuk memahami dirinya sendiri sebagai entitas berpikir yang ada.
Dalam menghadapi teknologi yang sangat mempengaruhi generasi muda, peran “Cogito, ergo sum” dapat diartikan sebagai panggilan untuk mempertahankan keberadaan dan identitas diri di tengah arus informasi dan pengaruh teknologi yang begitu kuat. Dengan memahami bahwa keberadaan mereka sebagai individu yang berpikir adalah fakta yang tak terbantahkan, generasi muda dapat mempertimbangkan dampak teknologi terhadap keberadaan mereka sebagai manusia.
“Cogito, ergo sum” dapat menjadi dasar untuk mengembangkan kritisitas, refleksi, dan kesadaran diri dalam menghadapi teknologi yang begitu canggih. Generasi muda dapat menggunakan pemikiran ini sebagai landasan untuk mempertahankan otonomi pikiran dan kebebasan berpikir mereka di tengah informasi yang begitu melimpah dan kadang membingungkan.
Dengan memahami bahwa keberadaan mereka sebagai pemikir adalah inti dari identitas mereka, generasi muda dapat menghadapi tantangan teknologi dengan sikap yang lebih kritis dan reflektif. Mereka dapat menggunakan kesadaran diri ini sebagai alat untuk membedakan informasi yang benar dan bermanfaat dari informasi yang menyesatkan, serta untuk mempertahankan martabat dan integritas pribadi mereka dalam era teknologi yang terus berkembang pesat.
Dalam konteks Indonesia, konsep “Cogito, ergo sum” atau “Saya berpikir, maka saya ada” yang dikemukakan oleh filsuf René Descartes dapat memiliki peran yang penting dalam menghadapi teknologi canggih. Konsep ini menekankan pentingnya keberadaan diri individu melalui proses berpikir yang rasional dan kritis. Dalam menghadapi teknologi canggih, pemahaman akan keberadaan diri melalui proses berpikir kritis sangatlah penting. Indonesia sebagai negara yang terus berkembang dalam bidang teknologi, perlu memiliki individu-individu yang mampu berpikir secara kritis dan tidak terpengaruh secara buta terhadap perkembangan teknologi yang terus berubah.
Dengan mengaplikasikan konsep “Cogito, ergo sum”, individu di Indonesia diharapkan mampu untuk:
- Mengembangkan kemampuan berpikir kritis: Dengan mempertimbangkan secara rasional dan kritis tentang dampak teknologi canggih, individu dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dan berdampak positif bagi masyarakat.
- Memahami nilai-nilai kemanusiaan: Dalam menghadapi teknologi canggih, penting untuk tidak kehilangan nilai-nilai kemanusiaan dan etika. Dengan memahami keberadaan diri melalui proses berpikir, individu dapat memastikan bahwa teknologi digunakan untuk kebaikan bersama dan tidak merugikan individu atau masyarakat.
- Menghadapi tantangan teknologi dengan bijaksana: Dengan kesadaran akan keberadaan diri melalui proses berpikir, individu dapat menghadapi tantangan teknologi canggih dengan sikap yang terbuka, adaptif, dan progresif. Mereka dapat menjadi agen perubahan yang membawa manfaat bagi kemajuan teknologi di Indonesia.
Dengan demikian, konsep “Cogito, ergo sum” dapat memainkan peran yang penting dalam menghadapi teknologi canggih di Indonesia dengan cara yang bijaksana, kritis, dan berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan. Ini akan membantu memastikan bahwa perkembangan teknologi di Indonesia dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat dan negara secara keseluruhan. ***