Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Keb. 7:7-11; Ibr.4:12-13; Mrk. 10:17-30
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, Injil pada hari ini menampilkan semangat seorang kaya yang berlari-lari untuk menjumpai Yesus. Di hadapan Yesus ia berlutut dan bertanya kepada-Nya tentang apa yang harus ia perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal? Dalam kekayaannya, ia masih merindukan hidup yang kekal, dan bagaimana memperolehnya.
Menurut dia, siapakah yang menjadi sumber yang layak dipercaya yang dapat menjelaskan tentang kehidupan kekal ini karena manusia belum ada yang sampai ke sana (alam kekekalan)? Sebab alkitab bersaksi bahwa sebelum waktu dan ruang ada, maka Yesus sebagai Firman telah ada dalam ke-esa-an (Allah-Firman-Roh Kudus) dalam dimensi kekekalan, sebagaimana dikatakan Yohanes 1:1: “Pada mulanya adalah Firman, dan Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah.”
Pertanyaannya, begitu pentingkah hidup yang kekal itu hingga orang kaya, yang sudah memiliki kekayaan yang berlimpah itu masih harus pergi meminta kepada Yesus? Tentu sangat penting. Karena ini menyangkut keselamatan manusia secara utuh total dalam hidupan yang abadi.
Hidup kekal menurut Injil Yohanes adalah mengenal Allah sebagai satu-satunya Allah yang benar dan mengenal Yesus sendiri (Yoh. 17:3). Hidup yang kekal adalah tujuan dari kehidupan sekarang (Yoh 4:36). Kehidupan sekarang harusnya mengarah atau tertuju kepada kehidupan yang kekal nantinya. Hal ini dapat diamati dari perkataan “mengumpulkan buah untuk hidup yang kekal” yang menunjukkan betapa pentingnya hidup yang kekal sebagai tujuan hidup seseorang. Hal ini juga dikuatkan dalam Yohanes 5:29 dimana akan ada kebangkitan untuk hidup yang kekal bagi mereka yang berbuat baik.
Hidup kekal itu dikaitkan dengan keselamatan sesudah kematian secara raga. Maka sesudah mendengar pengajaran Yesus itu, murid-murid berkata:” “Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?”
Pertanyaan murid-murid Yesus ini, erat kaitannya dengan kata-kata Yesus kepada orang kaya tadi:”Pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin,maka engkau akan beroleh harta di sorga.”
Dalam versi penginjil Yohanes, ada kebangkitan untuk hidup yang kekal bagi mereka yang berbuat baik. Jadi perbuatan baik ikut pula menjadi syarat untuk mendapatkan hidup kekal. Hidup kekal tidak cukup didapatkan dari hanya dengan mendengar dan mengikuti perintah Tuhan saja tetapi harus dilengkapi dengan perbuatan-perbuatan baik, sebagaimana kata Yesus kepada orang kaya itu:” Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!” Lalu kata orang itu kepada-Nya: “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku.” Namun bagi Yesus hal itu belum cukup. Maka Yesus mengatakan kepada-Nya:” Masih ada satu kekuranganmu. Pergilah dan juallah yang kau miliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin.”
Injil Yohanes bukan saja menerangkan apa arti hidup kekal itu, tetapi juga menunjukkan bagaimanakah caranya mendapatkan hidup yang kekal itu. Syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk mendapatkan kehidupan yang kekal adalah percaya kepada-Nya (Yoh. 3:15). Kepada-Nya berarti percaya kepada Anak, yang telah dikaruniakan oleh Bapa sebagai wujud kasih-Nya bagi dunia (Yoh. 3:16). Penekanan percaya kepada Yesus sebagai juru selamat adalah hal yang penting dalam Injil Yohanes.
Barangsiapa benar-benar percaya kepada Yesus maka dia akan mengikutinya tanpa pamrih apapun. Yesus sendiri mengatakan bahwa kehidupan yang kekal hanya didapat dengan mendengar perkataan Yesus sendiri serta percaya kepada Dia yang mengutus Yesus (Yoh. 5:24). Kehidupan yang kekal tidak didapatkan dari kegiatan dalam menyelidiki Kitab Suci saja (Yoh. 5:39), tetapi hidup itu diperoleh dengan datang kepada Yesus secara langsung (Yoh. 5:40). Penekanan akan kepercayaan sebagai syarat mutlak untuk mendapatkan hidup yang kekal masih terus dikemukakan dalam bagian selanjutnya. Dalam Yohanes 6:47 dikatakan bahwa “Sesungguhnya barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal.”
Baik Markus maupun Yohanes menekankan bahwa untuk mendapat hidup yang kekal harus percaya kepada Yesus dengan datang langsung kepada-Nya dan harus berbuat baik, lebih-lebih kepada yang miskin:”Pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga.”
Supaya mendapat hidup yang kekal atau dengan kata lain, atau supaya selamat, kita harus percaya kepada Yesus dan harus pula berbuat baik. Keduanya ibarat mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Hanya bisa dibedakan.
Sampailah di sini saudara-saudaraku, kita musti sadar bahwa supaya mendapat hidup yang kekal tidak cukup percaya kepada Yesus saja tetapi kepercayaan itu harus dibarengi dengan perbuatan-perbuatan baik. Perbuatan baik yang secara tegas ditekankan oleh Yesus dalam injil hari ini adalah keberpihakan untuk mendahulukan orang-orang miskin. Ajaran Yesus ini kemudian ditegaskan oleh Paus Fransiskus ketika beliau berkunjung ke Indonesia yakni: Iman, Persaudaraan dan Berbelarasa.
“Saya pikir ketiga ini mengungkapkan dengan baik perjalanan Anda sebagai sebuah gereja dan karakter Anda sebagai sebuah bangsa yang secara etnik dan budaya berbeda. Pada saat yang sama, Anda sekalian dicirikan sebagai sebuah pergumulan dalam mewujudkan kehidupan yang bersatu dan damai seperti yang dicerminkan oleh Pancasila,” ujar Paus Fransiskus.
Sedangkan tentang persaudaraan beliau mengutip tulisan seorang penyair abad 20 soal makna persaudaraan, yakni menjadi saudara dan saudari artinya mencintai satu sama lain dengan mengakui bahwa masing-masing pribadi sama berbedanya dengan dua tetes air. “Soal dua tetes air tadi, melukiskan persaudaraan secara sempurna. Tidak ada dua tetes air mata yang sama, tidak ada dua saudara bahkan saudara kembar pun sama sekali, tidak identik. Menghidupi persaudaraan karenanya berarti menyambut satu sama lain sebagai sederajat di dalam perbedaan.”
Beliau meneruskan bahwa belarasa itu erat kaitannya dengan persaudaraan. Belarasa tidak sekedar memberi sedekah kepada orang yang membutuhkan sambil memandang rendah mereka dari menara rasa aman dan keberhasilan. “Sebaliknya, belarasa berarti mendekatkan kita satu dengan yang lain, menghapuskan segala sesuatu yang menghalangi kita untuk turun menyentuh mereka yang ada di bawah. Mengangkat mereka dan memberi mereka harapan. Terlebih, belarasa berarti merangkul mimpi dan hasrat mereka akan kebebasan dna keadilan,”
Maka, terhadap pertanyaan para murid:” Siapakah yang diselamatkan?” Adalah mereka yang beriman dengan teguh kepada Allah, sambil menjalin persaudaraan sejati yang saling menghargai, dengan berbelarasa kepada yang miskin. Inilah jalan menuju hidup yang kekal. Semoga kita semua mampu menggapainya. Amin!! ***