Didampingi Anggota DPRD Saat Diperiksa Inspektorat, Netralitas Klarifikasi Kades Simpang Koje Dipertanyakan
MADINA : WARTA-NUSANTARA.COM — Proses klarifikasi yang dilakukan Inspektorat Mandailing Natal terhadap Kepala Desa Simpang Koje atas dugaan penyimpangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun Anggaran 2023 dan 2024 menjadi sorotan publik. Hal ini bukan semata karena materi pemeriksaan, namun karena kehadiran Ahmad Yusuf Nasution, anggota DPRD Madina dari Fraksi PKS, yang ikut mendampingi langsung sang kepala desa saat memasuki kantor Inspektorat.
Menurut Irban Syukur Siregar, Ahmad Yusuf mengaku hanya “mengantar adiknya.” Namun fakta bahwa ia ikut masuk dan tidak menunggu di luar ruang pemeriksaan menimbulkan dugaan intervensi terhadap proses audit dan potensi penyalahgunaan jabatan politik.
Yang menjadi pertanyaan:
Apakah nama Ahmad Yusuf tertera dalam surat pemanggilan resmi dari Inspektorat?
Apa kapasitas hukumnya hadir dalam proses klarifikasi tersebut?
Apakah kehadiran seorang anggota legislatif dalam proses pemeriksaan desa bukan bentuk intervensi terhadap lembaga eksekutif pengawas internal?
Jika benar dugaan penyimpangan APBDes tersebut terbukti, maka seharusnya Ahmad Yusuf sebagai anggota DPRD berdiri di sisi hukum dan kepentingan publik, bukan justru membela atau melindungi tindakan yang melanggar aturan. Sikap membela perbuatan melawan hukum justru patut dipertanyakan integritas dan komitmennya sebagai wakil rakyat.
Sikap tertutup kepala desa dan nada tinggi yang ditunjukkan Ahmad Yusuf kepada wartawan semakin menambah tanda tanya publik. Ketika kepala desa dimintai tanggapan soal hasil klarifikasi, justru ahmad yusuf yang menjawab singkat dalam bahasa Mandailing: “Ho kan marsapa, jadi inda dong,” yang berarti: “Kau kan bertanya, jadi tidak ada.” – sebuah pernyataan yang dinilai tidak pantas dan tidak mencerminkan etika seorang pejabat publik dan atas dasar apa dia menjawab pertanyaan media yang di tanyakan kepada kepala desa ?
Ketua Gerakan Pemuda Mahasiswa Simpang Sordang (GPM SimSor) sekaligus pelapor, Rizal Bakri, menegaskan:
“Saya yakin dan percaya Inspektorat Mandailing Natal akan bekerja secara profesional. Jangan ada ikut campur dan intervensi dari pihak manapun, termasuk Ahmad Yusuf Nasution, anggota DPRD Madina Fraksi PKS, yang ikut mendampingi terlapor.”
Jika DPRD sebagai lembaga pengawas justru membela pelanggaran yang sedang diawasi, maka fungsi kontrol itu sendiri menjadi rusak. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen DPRD terhadap transparansi, keadilan, dan supremasi hukum.
Masyarakat kini menanti ketegasan Inspektorat untuk menjaga independensi pemeriksaan dan mencegah segala bentuk tekanan politik yang berpotensi mengganggu objektivitas proses. Lembaga ini harus menjadi benteng terakhir untuk memastikan penggunaan keuangan desa benar-benar berpihak kepada rakyat. *** (Magrifatulloh).