Meriahnya Pernikahan Putra-putri Penulis dan Wartawan
MALAKA : WARTA-NUSANTARA.COM-FEATURE : — SAYA mengikuti seluruh rangkaian resepsi pernikahan dua anak terkasih Engky Dasman dan Anak Indri Seran di Maktihan, Besikama, Kabupaten Malaka pada hari Jumat, 8 Agustus 2025 malam.
Bersama keluarga inti usai acara peminangan di Maktihan, Kamis, 7 Agustus 2025.
Anak Engky merupakan putra dari Bapak Benediktus Dasman (almarhum) – kerap kami sapa Om Beny dan Ibu Maria Wilfrida. Om Beny berasal dari Manggarai sedangkan Ibu Maria berasal dari Maumere, Sikka. Sedangkan anak Indri merupakan putri dari Bapak Yohanes Bernando Seran – kerap kami sapa Om Nando Seran dan Ibu Yayuk Srimulyantini. Om Nando berasal dari Maktihan, Besikama sedangkan Ibu Yayuk berasal dari Solo, Jawa Tengah.
Pasangan muda ini punya banyak kesamaan. Anak Engky dan Anak Indri sama-sama sebagai sulung atau anak pertama. Anak sulung terkadang mendapat priveles khusus. Sebagai anak pertama terkadang mendapat perhatian yang ekstra. Kerapkali dimanja-manja, tapi bisa jadi dibentuk untuk lebih disiplin sebagai prototype bagi adik-adiknya. Kesamaan lain, Engky sebagai auditor pada Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi NTT di Kupang, sedangkan Indri bekerja di Inspektorat Daerah Provinsi NTT. Toh, saatnya akan menjadi seorang auditor atau pemeriksa keuangan.
Kesamaan lain, yakni orang tuanya sama-sama berlatar belakang sebagai wartawan. Om Nando dan Om Benny Dasman sama-sama sebagai wartawan Pos Kupang di masa awal koran ini memulai debutnya pada 1 Desember 1992. Om Nando kemudian memilih menjadi pegawai negeri sipil (PNS), melanjutkan studi sampai jenjang doktor kajian Ilmu Hukum Internasional di Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta. Saat ini juga ia menduduki jabatan eselon II, yakni sebagai Kepala Kesbangpol Kabupaten Malaka dan Pelaksana Tugas (Plt) Asisten I Setda Malaka.
Sebelumnya, ia juga menjabat beberapa posisi strategis di Pemkab Malaka.
Cerita tentang Om Nando ini relatif banyak. Ketika Pos Kupang berjalan belum setahun, kami kedatangan tamu, yakni seorang wartawan senior, Mochtar Lubis. Usai Pemred Indonesia Raya ini membagi pengalaman di Pos Kupang di Jalan Soeharto, sekarang Hotel Sylfia, kami dua menemui lelaki ini di hotel. Kepadanya kami meminta agar beliau menuliskan sesuatu untuk kami.
Kepada saya, Pak Mochtar Lubis menanyakan apakah tetap menjadi wartawan? Saya menjawab, Ya. Sedangkan Om Nando ingin menjadi penulis. Benar adanya. Saya memilih jalan hidup sebagai wartawan hingga purna bulan April 2025, Om Nando menjadi penulis. Pesan-pesannya itu saya laminating dan simpan dengan rapi. Saya anggap “wasiat” ini sebagai surat-surat penting. Menyimpannya juga terlampir bersama dengan surat-surat penting lainnya.
Salah satu pesan yang ia sampaikan adalah wartawan harus jujur melaporkan apa yang terjadi di lapangan dan terus menambah ilmu tiada habisnya.
Bersama Om Nando juga banyak hal yang didapatkan. Ia selalu meng-up date setiap informasi dan mencairkan suasana terutama di ruang redaksi. Setelah itu, ia hilang. Tentang informasi, dia selalu yang terdepan. Ketika kunjungan Duta Besar (Dubes) Inggris ke Pos Kupang, dialah satu-satunya reporter yang mengajukan pertanyaan dalam bahasa Inggris. Saat itu, Dubes mengatakan, dengan mendengar pertanyaan itu ia seakan berada di negerinya Inggris.
Om Nando menggunakan bahasa Inggris yang sungguh fasih. Dengan latar belakang sebagai seminaris, Om Nando memang punya kemampuan bahasa Inggris. Kami senyam-senyum melihat gayanya yang khas, kerap ia mengangkat tangan tinggi-tinggi dibarengi dengan suara yang lantang. Omong politik, dia juga jagonya. Musim politik apalagi Pilkada di Belu—saat itu Malaka masih bergabung dengan Belu — ia akan duduk jaga sampai beritanya tembus di bagian produksi. Begitu serunya lelaki kelahiran 11 September 1965 ini bertarung dalam kompetisi berita di redaksi hingga “wajib” tayang keesokan harinya.
Dalam catatan saya, Om Nando telah menulis 11 buku dan telah beredar luas di seluruh Indonesia. Temanya banyak. Dari aspek budaya, politik dan hukum. Ada juga ia menulis profil para pejabat. Saat saya bertugas di KantorTribun Pusat di Jakarta tahun 2011, saya pernah mengantarkan sebuah buku terbaru miliknya untuk diresensi di Harian Kompas. Buku itu berjudul, Persaingan Hukum dan Politik.
Om Nando menikahkan dua orang putrinya langsung diberkati oleh Yang Mulia Uskup Atambua, Mgr. Dominikus Saku. Ia beralasan, ketika anak perempuan yang kedua Cindy Seran dan pasangan Theodor Meco Manan menikah duluan beberapa bulan lalu melalui tumpangan tangan uskup, maka saat anak pertama menikah pun patut diberkati oleh uskup. Suatu kebanggaan bagi keluarga ini yang anak-anaknya diberkati dalam Sakramen Perkawinan oleh yang mulia.
Saksi nikah dipercayakan kepada Pak Adri Bria Seran dan ibu. Pak Adri, adalah Ketua DPRD Malaka yang juga adik kandung Bupati Malaka, dr. Stef Bria Seran, MPH.
Menjuarai Berbagai Kompetisi
Om Beny juga punya banyak kisah. Ia sangat piawai menulis. Ia jago menulis dan mengedit berita. Menulis feature atau tulisan ringan sangat jago. Ia pernah “sekolah” selama enam bulan di Yogyakarta tentang bagaimana menulis feature. Pantas saja karya-karyanya mendapat tempat pertama dalam blantika jurnalisme.
Terakhir, sebagai Pemimpin Redaksi Harian Umum Pos Kupang dan POS-KUPANG.COM sebelum purnatugas. Om Beny juga dikenal sangat disiplin. Tak banyak bicara. Sekali bicara berarti itu menjadi hal yang sangat penting dan patut percakapkan atau mendapat perhatian dari peserta rapat maupun pimpinan. Om Beny juga sudah puluhan kali mengikuti kompetisi menulis baik tingkat regional hingga nasional dan selalu meraih juara. Hadiahnya banyak yang ia peroleh.
Suatu ketika ia ke Amfoang, daerah yang berbatasan langsung dengan Enclave Oekusi, Negara Timor Leste untuk menulis khusus tentang jaringan Telkomsel yang belum merata. Dengan tulisan berjudul, Menangkap Sinyal Telkomsel di Bawah Pohon Asam, ia meraih juara satu se-Indonesia. Saat itu, satu-satunya tempat orang di Amfoang untuk boleh berkomunikasi menggunakan handphone hanya di bawah pohon asam itu. Tempat itu ramai hampir setiap saat. Hadiahnya sekitar Rp 20 juta.
Meski memenangkan berbagai lomba menulis di berbagai tingkatan, menduduki sejumlah jabatan penting pada koran di bawah korporasi Kompas Gramedia itu, Om Beny tetap bersahaja. Tak memberi kesan “begaya” begitu. Tetap ramah, baik, dan kebapakan. Saya yang sangat tahu tentang Om Beny selalu menempatkan diri ketika bersamanya.
Beberapa kali kami dua menjadi satu tim yang solid. Ia pernah menjadi redaktur daerah dan saya koredaktur hingga enam bulan kemudian saya dipromosi menjadi redakur daerah. Tentu atas rekomendasi dari dia dan persetujuan pimpinan. Pernah juga berdua mengelola Mingguan Spirit NTT, tabloid sayap kanan Pos Kupang yang menulis kerja sama dengan semua Pemda di NTT. Ketika bersamanya, saya kerap ia tugaskan untuk berjalan keliling NTT untuk merapikan kerja sama serta mendiskusikan peluang kerja sama tahun berikutnya.
Ia juga sangat sabar dalam melakukan editing. Sekacau balau apa pun tulisan ketika beliau yang sentuh, maka menjadi “wah” dan bernilai news. Logika yang lompat pagar atau karena reporter yang karena terburu-buru deadline sehingga kurang pas menarasikan informasi, Om Beny akan mampu menangkap substansi ide yang disampaikan kemudian merumuskan dengan bahasa yang tepat. Ya, menurut hemat saya karena ketenangan dan kesabaran dia dalam mengikuti alur logika reporter.
Saat menjadi manajer produksi– benteng terakhir aliran naskah berita, Om Beny terkadang membuka kembali e-mail berita untuk mencocokkan berita yang terkadang keliru dilihat news editor. Di masa lain, ketika masih eranya faximille terkadang ia mencari kertas fax yang berisi berita atau tulisan tangan reporter yang sudah dibuang di rak sampah untuk mengoreksi atau mencocokkan dengan berita yang telah diedit redaktur. Sebegitu telitinya ia hanya ingin “memastikan” berita itu sesuai dengan konteks.
Pesta yang Ramai
Acara pesta nikah itu sangat meriah, ramai dan dibanjiri banyak orang baik dari kabupaten itu, kabupaten tetangga, dari Kupang dan relasi atau keluarga dari luar NTT. Pukul 19.00 Wita, Bupati Malaka, dr. Stef Bria Seran, MPH, Wakil Bupati, Henri Melki Simu:; Sekda Malaka, Ferdinandus Un Muti, para pejabat serta pegawai memasuki tempat pesta di halaman rumah Om Nando.
Halaman yang luas itu padat dengan para tamu. Halaman yang ditumbuhi berbagai jenis pohon dan buah-buahan yang sudah dipanen. Ada 40-an jenis tanaman buah-buahan yang tumbuh subur pada halaman seluas kira-kira dua ribu meter persegi itu. Tempat yang sejuk dan representatif untuk sebuah hajatan atau pesta.
Meski dipandu master of ceremony (MC) sesekali Bupati Stef sebagai keluarga mengambil alih. Ketika MC mengatakan, pengantin dan mempelai diminta untuk naik ke atas panggung agar undangan dapat berjabat tangan serta foto bersama, Bupati Stef mengatakan, jika tamu sudah berjabat tangan artinya mereka hendak pamit, sedang kedatangan para tamu sejatinya untuk memeriahkan acara ini. Karena itu, ia meminta pengantin dan mempelai tetap aktif berjai, bertebe, berdansa dan jenis tarian lainnya. Sebagai bentuk memotivasi undangan, Pak Bupati Stef berdansa dengan Anak Indri. Ternyata Pak Bupati Stef jago berdansa.
Benar saja tenda itu tetap penuh. Orang di Malaka akan tetap bertahan di tenda ketika bupati belum pulang. Masyarakat sangat taat pada pemimpinnya. Jika masyarakat tetap bertahan di tenda pesta, apalagi para pejabat atau staf Pemda Malaka. Saya pulang dari tempat pesta sekitar pukul 24.00 Wita, beberapa saat setelah bupati pulang. Suasana masih tetap ramai. Dan, pesta berlangsung sampai pagi hari.
Pak Bupati Stef juga menggarisbawahi tentang makna pemotongan kue tumpeng bagi pengantin. Pedang atau parang yang digunakan itu sebagai simbol laki-laki. Pedang itu sebagai senjata untuk berjuang menghidupi keluarga. Sedangkan kue yang lembut sebagai lambang kesabaran, kelembutan dan cinta dari seorang perempuan. Karena itu, ketika kue sudah dipotong jangan dibagikan kepada orang lain. Kue itu sebagai simbol perempuan, tak boleh dibagi-bagikan.
“Mengerti konteks? Jadi ini hal yang harus kita luruskan,” kata Bupati Perdana Malaka yang terkenal dengan program unggulan Revolusi Pertanian Malaka itu. Ia mengatakan bahwa terkadang hal yang keliru karena kerap diulang-ulang, maka menjadi sebuah pembenaran. Karena itu patut diluruskan.
Malam itu saya juga sempat menyalami Pak Bupati Stef bertemu dengan sejumlah pejabat teras Pemkab Malaka serta teman-teman di sana. Untuk kesekian kali saya mengikuti pesta. Ini merupakan satu di antara pesta pernikahan yang sungguh ramai. Proficiat kepada Om Nando, ibu serta keluarga besar yang telah memersiapkan acara ini dengan sempurna.
Kepada Mama Engky – kami biasa menyapa demikian– dan anak-anak, keluarga dari Maumere dan Manggarai, proficiat juga telah menikahkan anak sulung meski tanpa kehadiran Om Benny. Kita percaya mendiang Om Benny hadir pada seluruh rangkaian acara perkenalan, peminangan dan pemberkatan serta resepsi malam itu.
Kepada Om Heny Doing, mantan anggota DPRD Sikka, saudara kandung Mama Engky yang telah memberi sambutan yang singkat, padat jelas serta menarik saat malam resepsi itu. Om Heny Doing menestimoni bahwa anak Engky di masa SMP Frater Maumere menjadi siswa yang cerdas. Karena itu ia berakselerasi hanya dua tahun saja pada jenjang SMP. Ia memastikan bahwa Indri juga merupakan anak yang cerdas. Jika keluarga dibangun dalam “kecerdasan” dan menyelami dengan “kedalaman hati” maka akan berjalan dengan langgeng hingga maut memisahkan. *** (Paul Burin)