ADVERTISEMENT
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak
Kamis, Agustus 21, 2025
No Result
View All Result
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Pendidikan

Kelas Demokrasi Nimo Tafa Institut: Jebakan Modernisasi dan Perlunya Pembangunan Alternatif Pasca Kemerdekaan Indonesia

by WartaNusantara
Agustus 21, 2025
in Pendidikan
0
Kelas Demokrasi Nimo Tafa Institut: Jebakan Modernisasi dan Perlunya Pembangunan Alternatif Pasca Kemerdekaan Indonesia
0
SHARES
17
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Kelas Demokrasi Nimo Tafa Institut: Jebakan Modernisasi dan Perlunya Pembangunan Alternatif Pasca Kemerdekaan Indonesia

LEMBATA : WARTA-NUSANTARA.COM–  Unsur yang paling mencolok setelah kemerdekaan bangsa ini adalah komitmen untuk mengisi kemerdekaan. Apa yang dibuat setelah Indonesia merdeka? Salah satu term yang sering muncul berkaitan dengan cara untuk mengisi kemerdekaan adalah pembangunan.

RelatedPosts

Sri Mulyani Bantah Sebut Guru Beban Negara : Itu Hoaks

Sri Mulyani Bantah Sebut Guru Beban Negara : Itu Hoaks

Dari “Kegelapan” Orang Tua, Lahir Cahaya Prestasi : Kisah Septiana, Wisudawati Terbaik Pematang Siantar

Dari “Kegelapan” Orang Tua, Lahir Cahaya Prestasi : Kisah Septiana, Wisudawati Terbaik Pematang Siantar

Load More

Di Indonesia, sejarah pembangunan setelah kemerdekaan merujuk langsung pada komitmen atau obsesi melangsungkan modernisasi. Masalahnya, modernisasi (kemajuan) diartikan secara sempit hanya sebagai pengantar ke dalam teknologi modern.

Dalam Kelas Demokrasi Nimo Tafa Institut di Aula Dekenat Lewoleba, Kabupaten Lembata, Eman Krova mengulas dengan sangat baik isu penting ini; mendedah kembali catatan-catatan kritisnya mengenai upaya modernisasi berkedok pembangunan yang justru membawa masyarakat pada pelbagai krisis yang tidak main-main.

Hasil dari pembangunan—yang dianggap semata peralihan menuju teknologi modern, kata Eman, ialah terciptanya dualitas matriks sosio-ekonomis-kultural, di mana yang ‘modern’ dan yang lebih kuat menguasai yang lain dalam hal sumber daya alam, finansial dan edukatif dan yang ‘tradisional’ menjadi semakin terdepak ke pinggiran.

“Pembangunan dalam sebuah masyarakat dualistis yang bergantung pada strategi modernisasi, perlahan lahan merampas sumber sumber kelangsungan hidup dari mayoritas rakyat atas nama kesejahteraan umum,” papar Eman dalam forum yang bertajuk, “Bincang Kemerdekaan: Pengetahuan Lokal dan Cetusan Ekspresi Kemerdekaan,” tersebut, Senin 18 Agustus 2025.

Peneliti sosial, budaya dan politik Nimo Tafa Institut ini lebih jauh mengungkapkan, pembangunan dalam sebuah masyarakat dualistis yang bergantung pada strategi modernisasi, perlahan-lahan merampas sumber sumber kelangsungan hidup dari mayoritas rakyat atas nama kesejahteraan umum.

“Ada kecenderungan pendapat rakyat sudah diabaikan sejak dari proses perencanaan yang diserahkan sepenuhnya pada tangan parah ahli dan birokrat maupun NGO/LSM,” kritiknya.

Dampaknya adalah rusaknya basis-basis sumber daya, baik sistem sistem pengetahuan maupun sumber sumber daya alam yang telah tumbuh ribuan tahun.

Oleh karena itu, menemukan strategi pembangunan alternatif menjadi mendesak. Di sini, Eman Krova menukil pemikiran dari ekofeminis terkemuka, Vandana Shifa, yang mengajarkan, “harus ada ruang ‘penilaian langsung’ dari masyarakat. Harus ada pelibatan atau riset yang partisipatif, berbasis pengetahuan lokal/rakyat.

Alasannya, pertama; bahwa kalaupun kita menganggap bahwa rakyat bodoh, mereka tetap mengetahui lebih baik daripada para pakar dan merekalah yang mengetahui dengan tepat kesulitan yang menghimpit mereka.

Kedua; bahwa rakyat ternyata tidak sebodoh yang dianggap para pakar, sekurang kurangnya dalam hal yang terkait secara langsung dengan kegiatan mereka.
Maka, harus ada ruang penilaian dari masyarakat atau yang disebut JJ. Salomon sebagai ‘keahlian tandingan.’

Mengapa Pengetahuan Lokal Penting?

Para post-modernis menemukan bahwa pengetahuan tidak bekerja di ruang hampa kebudayaan. Alih alih bebas dari nilai, norma dan aturan budaya, pengetahuan justru sarat olehnya.

Apakah itu berarti pengetahuan bersifat konservatif dan anti perubahan?

“Kita cendrung membedakan antara sains dan tradisi, misalnya sains bersifat progresif sementara tradisi sebaliknya. Sains lebih adaptif terhadap potensi persoalan sementara tradisi indiferen terhadapnya.

Dikotomi ini terjadi karena laju modernitas yang sinis terhadap tradisi karena dianggapnya opium yang memperlambat gerak peradaban,” ujar Eman.

Bertentangan dengan ilusi kemajuan yang dibawa modernitas, para antropolog, Eman menandaskan, justru menemukan fakta fakta lapangan yang berbicara lain: Misalnya, masyarakat di Sikka mengenal paham “Tana Luma Lago.”

Kebiasaan tradisional untuk menanami lahan dengan tanaman turi (Luma) dan tanaman Waru (Lago).

Luma memberi ke pada tanah unsur N dan daunnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Daun Lago yang memiliki perbandingan C:N yang agak rendah ideal untuk dijadikan serasah/rosot karbon yang cepat dapat beralih menjadi humus. Juga dapat digunakan untuk fermentasi ubi kayu kering menjadi ai ohu budun, sejenis makanan dari ubi kayu yang sangat digemari oleh banyak orang Maumere.

Contoh lainnya, Masyarakat Dayak penganut Agama Kaharingan menyelesaikan persoalan lingkungan dengan sistem perlandangan bergilir yang sudah dipraktikkan selama ratusan tahun. Hutan yang dikelola hanya digunakan dalam dua tiga masa panen lalu dibiarkan agar tumbuh kembali seelah sepuluh sampai lima belas tahun.

Di ujung pemaparannya, Eman kembali menekankan tujuan-tujuan riset partisipatoris sebagaimana yang dianjurkan juga oleh Vandana Shifa.

Keempat tujuan itu yakni; pertama; memperkuat kebutuhan dan keinginan rakyat kebanyakan dengan menguraikan perasaan dan pandangan mereka dalam bentuk yang mudah dimengerti. Kedua; membantu ‘gerakan rakyat’ untuk tumbuh pada konteksnya dan menetapkan keputusan yang lebih demokratis. Ketiga; sebagai sarana menerjemahkan argumen argumen mereka pada taraf yang sofistikasi teoretis sehingga tidak dicap sebagai anti pembangunan atau gerakan anti pembangunan. Keempat; jika ketiga hal yang diungkap sebelumnya itu diimplementasi maka wahana untuk menerapkan hak akan keahlian tandingan akan terwujud.

Freddy Wahon, jurnalis senior yang hadir dalam forum itu menekankan pentingnya hasil diskusi diwujudkan dalam gerakan rakyat untuk mendorong perubahan di Lembata.

Sementara itu, Alexander Taum, jurnalis Media Indonesia, berpendapat ide-ide brilian dari Kelas Demokrasi tak harus menjadi rekomendasi formal, melainkan dapat menjadi pedoman hidup individu. “Biarkan ide-ide itu tumbuh dalam pikiran kita,” kata Taum.

Tokoh perempuan, Indah Purnama Dewi, mempertanyakan apakah pemilih dalam Pemilu dan Pilkada lebih mengutamakan visi-misi atau kedekatan emosional.

Nefri Eken, aktivis HIV/AIDS, menyoroti penanganan HIV/AIDS di Lembata.

Sementara Maria Loka dari PERMATA mengangkat persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Elias Kaluli Making dari LBH Aldiras membahas kualitas demokrasi Lembata pada Pilkada 2024.

Dia menekankan perlunya perbaikan sistem penyelenggaraan dan pengawasan di masa yang akan datang.
Isu lingkungan, pendidikan, masyarakat adat, penegakan hukum, serta proyek geothermal Atadei juga menjadi bahasan dalam diskusi.

Ben Assan, seorang jurnalis dan aktivis, memandu langsung Kelas Demokrasi edisi ketujuh ini.

Kelas ini dihadiri puluhan warga sipil dari latar belakang yang beragam. Kelas Demokrasi merupakan salah satu platform program yang dikembangkan Nimo Tafa Institut sebagai ruang dialog, diskusi dan bertukar pengetahuan di antara sesama warga di Lembata.  (*/RW-WN-01)

Keterangan Foto/HO-DOK NIMO TAFA INSTITUT

Kelas Demokrasi Nimo Tafa Institut yang digelar di Aula Dekenat Lembata, Kota Lewoleba, Kabupaten Lembata, Senin, 18 Agustus 2025. Kelas ini dihadiri oleh perwakilan komunitas, aktivis, penggiat pemilu, jurnalis, hingga tokoh perempuan.

WartaNusantara

WartaNusantara

Related Posts

Sri Mulyani Bantah Sebut Guru Beban Negara : Itu Hoaks
Pendidikan

Sri Mulyani Bantah Sebut Guru Beban Negara : Itu Hoaks

Sri Mulyani Bantah Sebut Guru Beban Negara : Itu Hoaks JAKARTA : WARTA-NUSANTARA.COM-- Beredar luas di media sosial, khususnya TikTok,...

Read more
Dari “Kegelapan” Orang Tua, Lahir Cahaya Prestasi : Kisah Septiana, Wisudawati Terbaik Pematang Siantar

Dari “Kegelapan” Orang Tua, Lahir Cahaya Prestasi : Kisah Septiana, Wisudawati Terbaik Pematang Siantar

Karang Taruna Kawang Moleng Gandeng Mahasiswa KKN Universitas Muhammadiyah Kupang Gelar Aneka Lomba Jelang HUT ke-80 RI

Karang Taruna Kawang Moleng Gandeng Mahasiswa KKN Universitas Muhammadiyah Kupang Gelar Aneka Lomba Jelang HUT ke-80 RI

Jelang HUT Kemerdekaan RI Ke-80, KAHMI NTT Ingatkan Elit Bangsa Jujur Mengelolah Bangsa

Jelang HUT Kemerdekaan RI Ke-80, KAHMI NTT Ingatkan Elit Bangsa Jujur Mengelolah Bangsa

Saat Reses Anggota DPR RI Usman Husin di Fatuleu, Warga Keluhkan Ijazah Siswa yang Ditahan Sekolah

Saat Reses Anggota DPR RI Usman Husin di Fatuleu, Warga Keluhkan Ijazah Siswa yang Ditahan Sekolah

Rektor Maxs: Tak Ada Putra Mahkota pada Pencalonan Rektor Undana

Rektor Maxs: Tak Ada Putra Mahkota pada Pencalonan Rektor Undana

Load More
Next Post
Akhmad Bumi: Kasus Eks Kapolres Ngada Itu Kesepakatan Produsen dan Konsumen

Akhmad Bumi: Kasus Eks Kapolres Ngada Itu Kesepakatan Produsen dan Konsumen

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ads

Tag

mostbet mostbet UZ Sastra
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Polkam
  • Internasional
  • National

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In