• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak
Jumat, Oktober 3, 2025
No Result
View All Result
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Feature

Ziarah Paripurna Jurnalis dari Lereng Labalekan

by WartaNusantara
September 3, 2025
in Feature
0
Ziarah Paripurna Jurnalis dari Lereng Labalekan
0
SHARES
86
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

RelatedPosts

Ada Cinta Di Ujung Wade, Lebatukan

Ada Cinta Di Ujung Wade, Lebatukan

𝑺𝑬𝑳𝑨𝑳𝑼 𝑱𝑨𝑫𝑰 ‘𝑹𝑼𝑴𝑨𝑯’ (𝑴𝒂𝒎𝒂 𝑲𝒂𝒕𝒂𝒓𝒊𝒏𝒂 𝑻𝒖𝒕𝒐 𝑻𝒐𝒍𝒐𝒌)

𝑺𝑬𝑳𝑨𝑳𝑼 𝑱𝑨𝑫𝑰 ‘𝑹𝑼𝑴𝑨𝑯’ (𝑴𝒂𝒎𝒂 𝑲𝒂𝒕𝒂𝒓𝒊𝒏𝒂 𝑻𝒖𝒕𝒐 𝑻𝒐𝒍𝒐𝒌)

Load More
Ziarah Paripurna Jurnalis dari Lereng Labalekan
JAKARTA : WARTA-NUSANTARA.COM–  ADA dua sapaan akrab: ama atau senior. Pertama, sapaan akrab dalam dialek Imulolo versi Morfologi Dialek Lamalera, disertasi Prof Dr Gregorius Perawin Keraf alias Gorys Keraf, guru Besar Universitas Indonesia dan penulis buku Tata Bahasa Indonesia. Ama disematkan kepada pria dalam komunitas penutur dialek Imulolo.
Dialek ini juga merambah ke desa-desa tetangga seperti Posiwatu, Puor A dan Puor B di Kecamatan Wulandoni serta Desa Belabaja, Labalimut (Boto), Atawai, dan Liwulagang di Kecamatan Nagawutun, Pulau Lembata, NTT.
Sedangkan sapaan senior merujuk —selain usia, meski tak terpaut jauh— pada usia kami saat di waktu berbeda terjun dalam dunia tulis-menulis. Paul Burin dan juga dua kerabat sekampungnya dari Puor, Karolus Kia Burin dan Vianey K Burin, terlebih dahulu terjun dalam urusan tulis-menulis lalu belakangan disebut agak mentereng: jurnalistik.
Dunia para kuli disket ini juga dikrabi beberapa generasi di atas kami di sekitar desa-desa di atas. Saya sebut saja: Melkhior Koli Baran, Lukas Onek Narek, dan Anton Gelat Wuwur di Posiwatu. Sedang bergerak ke Boto ada juga senior Bonefasius Bejor atau Bonne Pukan, yang sempat ngepos di SKM DIAN, Pos Kupang, dan Surabaya Post.
Meski usia kami beda setahun, saya dan Paul Burin juga bertemu saat masih di sekolah dasar. Paul menyelesaikan sekolahnya di SDK Puor, sedang saya di SDK Boto. Puor dan Boto berjarak sepelemparan batu. Tapal batas dua desa itu dipagari dengan kebun warga.
Perjumpaan awal pun tak sulit. Selain jarak kampung berdekatan, ayah Paul, bapa Stanis Deri Burin, adalah guru multi talenta di masanya. Satu yang saya ingat: guru Stani pengarang lagu sekaligus pelatih dan tukang pukul mat (dirigen, istilah kerennya). Di luar itu, guru Stani juga wasit saat turnamen bola kaki dan voli antar stasi jelang perayaan Paskah.
Ibu Edeltrudis Peni Burin, kayak Paul adalah guru Bahasa Indonesia saya di SDK Boto, sekolah di mana mama Nika Batafor, istri Prof Gorys Keraf mengajar sesaat sebelum menikah dengan magun Goris Perawin. Dari ibu Edel dan suaminya, Paulus Sari Kobun, saya juga diajar bagaimana belajar berdeklamasi yang baik di bawah terik matahari. Pasutri guru saya ini mengajar kami Bahasa Indonesia, plus deklamasi.
Belajar jurnalistik? Saat itu belum ada. Selain diajar ibu guru Edel dan Pak guru Polus Sari, hanya deklamasi dan belajar mengarang (menulis, istilah kerennya). Karena itu, saat masih kelas IV SD usai menonton buldoser di Tana Wure, guru Polus Sari Kobun menyuruh kami mengarang.
“Kamu belajar mengarang agar besok lusa bisa mengarang buku macam magun Goris Perawin, gur rajan (guru hebat, dalam dialek Imulolo, bukan profesor),” ujar guru Polus Sari. Mendengar begitu, saya bertanya dalam hati. Siapa Goris Perawin? Setahu saya, guru hebat saat itu salah satunya, gur Stani, ayah Paul. Ia hebat karang lagu, pukul mat, dan wasit.
Dalam dunia ‘karang-mengarang’ para senior di atas adalah generasi di atas saya dan beberapa rekan yang lebih dahulu terjun dalam dunia jurnalistik. Namun, di atas itu belakangan saya baru tahu nama Markus Soni Alior, dari Puor, lulusan Universitas Indonesia yang terjun sebagai wartawan di Jakarta.
Markus sama-sama merintis karir di jurnalistik dengan Rebong bersaudara asal Atadei, termasuk sejarawan Thomas B Ataladjar. Sedangkan Burin bersaudara: Karel, Vianey, dan Paul Burin, tercatat sebagai wartawan generasi awal sejak Pos Kupang terbit tahun 1992.
Nama Karel, Vian, dan Paul mulai familiar di media setelah diam-diam saya melihat namanya terpampang di HIDUP atau DIAN dengan berita, opini maupun feature yang disajikan. Ada kebanggaan kalau membaca tulisan mereka di media. Termasuk penulis-penulis lain seperti Koli Baran, Onek Narek atau Bonne Pukan.
Meski lama memendam keinginan setor nama di koran, selang setahun terbit saya mulai ‘uji nyali’ menulis di media. DIAN menjadi ruang sangat terbuka mengekspresikan kemampuan di dunia jurnalistik. “Kalau laporanmu sudah terbit di DIAN, teman stor muka di kantor Biro DIAN. Ambil honor tulisan,” kata Konrad Mangu, teman sesama penulis lepas kala itu dan kini menetap di Tangerang, Banten.
Sedang Paul Burin terus memotivasi agar terus menulis. Menulis tema apa saja. Berbagai kegiatan diskusi atau seminar menjadi peluang sangat terbuka siapa saja untuk menulis.
“Kalau berita, pasti kontributor media bersangkutan sudah lakukan reportase. Nanti ama ambil sisi lain seperti pembicara atau tokoh lain yang dianggap punya news value,” ujar Paul Burin suatu saat di kampus Unwira, Merdeka saat kami ngopi bareng.
Paul Burin juga tak tanggal menceritakan bagaimana asyiknya menjadi wartawan. Asal ditopang kegilaan membaca, berdiskusi, dan memulai menulis. Bahkan Paul menyodorkan tip menulis yang baik agar naskah bisa lolos seleksi redaksi media yang kita teruskan tulisan kita.
Sebagai mahasiswa yang belum pernah terjun langsung melakukan reportase berbekal kartu pers resmi, saya lebih memilih menjadi pendengar yang baik dari senior Paul. Kisah Paul Burin tentang dunia jurnalistik semasa ia ngepos di Pos Kupang, adalah pelajaran berharga.
“Pos Kupang sudah sediakan rubrik Kolom Mahasiswa, Cerpen, dan Puisi. Silahkan ketik lalu antar ke Redaksi di ‘Paris’ (Pasar Inpres, Naikoten) saat jalan kaki ke kampus,” kata Paul.
Tak menunggu lama. Beberapa naskah Cerpen dan Puisi segera saya hantar. Semalam saya nongkrong di depan mesin ketik sampai telunjuk tangan kanan tangan kram dan kuku rasanya bengkok. Dalam hati, saya berharap bisa lolos seleksi redaksi.
“Puisi-puisimu sudah terbit. Cerpen sudah lolos seleksi. Minggu depan pasti dimuat. Ama tunggu saja. Tapi, puisi tidak dibayar. Cerpen dibayar Rp. 7500. Cukup untuk beli kurus (cabe), bawang, dan jeruk nipis menjaga stabilitas kos,” kata Paul sambil tertawa.
Dorongan Paul Burin manjur. Belasan naskah Cerpen dan kolom Opini Mahasiswa saya di Pos Kupang menghiasi beberapa edisi media cetak paling keboak (besar) di Kupang kala itu. Usai meninggalkan Kupang, dari Jakarta saya setia mengirim opini ke redaksi. Lancar jaya. Nyaris semua opini saya dimuat media itu.
Tak sampai di situ. Saya mencoba uji nyali dengan menulis opini di beberapa media Ibu Kota. Paul mengingatkan: tulis topik aktual dan gaya populer. Tak meleset karena beberapa tulisan layak tayang. Ada media yang membayar per opini Rp 1 juta dipotong pajak. Tulisan itu kemudian saya satukan dalam Kejutan Politik, buku perdana saya.
Setiap kali bertemu Paul Burin, saya selalu menyampaikan terima kasih dan apresiasi. Beliau senior yang tak pelit berbagi ilmu jurnalistik. Ini pelajaran berharga yang saya terima dari senior, sesama anak lereng Labalekan, selatan Lembata dalam karir jurnalistiknya hingga purna tugas dari Pos Kupang belum lama.
Selamat Ulang Tahun ke-57, senior Paul Burin. Tuhan berkatimu sekeluarga. Hormat selalu, senior.
Jakarta, 3 September 2025
Ansel Deri
Orang udik dari kampung;
Pemimpin Redaksi Odiyaiwuu.com
WartaNusantara

WartaNusantara

Related Posts

Ada Cinta Di Ujung Wade, Lebatukan
Feature

Ada Cinta Di Ujung Wade, Lebatukan

Ada Cinta Di Ujung Wade, Lebatukan Umat di Dusun Wade foto bersama didepan bangunan darurat Kapela St Paulus Wade/Dok Alex...

Read more
𝑺𝑬𝑳𝑨𝑳𝑼 𝑱𝑨𝑫𝑰 ‘𝑹𝑼𝑴𝑨𝑯’ (𝑴𝒂𝒎𝒂 𝑲𝒂𝒕𝒂𝒓𝒊𝒏𝒂 𝑻𝒖𝒕𝒐 𝑻𝒐𝒍𝒐𝒌)

𝑺𝑬𝑳𝑨𝑳𝑼 𝑱𝑨𝑫𝑰 ‘𝑹𝑼𝑴𝑨𝑯’ (𝑴𝒂𝒎𝒂 𝑲𝒂𝒕𝒂𝒓𝒊𝒏𝒂 𝑻𝒖𝒕𝒐 𝑻𝒐𝒍𝒐𝒌)

Ziarah Paripurna Jurnalis dari Lereng Labalekan

SVD dengan Karya-karya yang Nyata

Urat Nadi Pariwisata Lembata : Tersumbat di Tengah Janji Pembangunan

Urat Nadi Pariwisata Lembata : Tersumbat di Tengah Janji Pembangunan

Amye Un Siap Bertarung jadi Walikota Darwin, 23 Agustus

Amye Un, Perempuan yang Dekat dengan Orang Jalanan di Darwin

Meriahnya Pernikahan Putra-putri Penulis dan Wartawan

Meriahnya Pernikahan Putra-putri Penulis dan Wartawan

Load More
Next Post
Wabup Lembata : Jaminan Sosial Hak Pekerja, Lauching Kerjasama BPJS Ketenagakerjaan-Bank NTT

Wabup Lembata : Jaminan Sosial Hak Pekerja, Lauching Kerjasama BPJS Ketenagakerjaan-Bank NTT

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ads

Tag

mostbet mostbet UZ Sastra
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Polkam
  • Internasional
  • National

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In