• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak
Selasa, September 16, 2025
No Result
View All Result
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Hukrim

Deddy Manafe: VeR Tanpa Tanda Tangan Dokter Forensik Tidak Bisa Digunakan Sebagai Alat Bukti

by WartaNusantara
September 16, 2025
in Hukrim
0
Deddy Manafe: VeR Tanpa Tanda Tangan Dokter Forensik Tidak Bisa Digunakan Sebagai Alat Bukti
0
SHARES
26
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Deddy Manafe: VeR Tanpa Tanda Tangan Dokter Forensik Tidak Bisa Digunakan Sebagai Alat Bukti

KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM– Ahli Pidana Fakultas Hukum Undana Kupang, Deddy R. Ch. Manafe, SH., M.Hum menjelaskan VeR (red, visum et repertum) harus dibuat oleh orang yang memiliki keahlian khusus untuk itu, yakni ahli kedokteran forensik.

Menurut Dedy Manafe, VeR harus dibuat oleh ahli kedokteran forensik bukan yang lain. Kalau VeR itu dibuat oleh bukan ahli kedokteran forensik, maka tidak memenuhi kualifikasi sebagai keterangan ahli sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1 angka 28 KUHAP dan oleh karena itu tidak bisa dikategorikan sebagai alat bukti surat dan pembuatnya juga tidak berkualifikasi sebagai ahli dalam alat bukti keterangan ahli. Dengan demikian, VeR tersebut tidak bernilai pembuktian menurut KUHAP.

RelatedPosts

Anggota DPR RI, Dipo Nusantara Desak APH Usut Tuntas Kasus Kematian Aktivis Vian Ruma

Anggota DPR RI, Dipo Nusantara Desak APH Usut Tuntas Kasus Kematian Aktivis Vian Ruma

Menjadi Saudara Dalam Kemanusiaan

Polres Nagekeo Harus Buka Tabir Kematian Vian Ruma

Load More

Hal itu dijelaskan Deddy R. Ch. Manafe, SH., M.Hum yang dihadirkan terdakwa sebagai ahli dalam sidang lanjutan eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widaya Dharma Lukman Sumaatmadja, S.I.K alias Fajar yang digelar di Pengadilan Negeri Kupang, Senin (15/9/2025).

Atas pertanyaan Akhmad Bumi yang minta penjelasan ahli terkait Visum et Repertum (VeR) yang tidak ditandatangani oleh ahli kedokteran forensik, tapi oleh dokter umum. Tidak ada paraf dokter umum disetiap lembar surat visum, dan tidak ada lampiran rekam medis dalam surat visum. Kalau dibawah ke pengadilan, harus ditandatangani oleh dokter forensik kecuali visum tersebut bukan untuk kepentingan pengadilan atau bukan untuk pro justitia, mohon penjelasan ahli, sambung Akhmad Bumi.

“Kalau VeR itu dibuat oleh bukan ahli kedokteran forensik, tidak bisa dikategorikan sebagai alat bukti surat dan pembuatnya juga tidak berkualifikasi sebagai ahli dalam alat bukti keterangan ahli. VeR tersebut tidak bernilai pembuktian menurut KUHAP”, ungkap Dedy Manafe.

Sidang dengan agenda mendengar keterangan ahli yang dihadirkan terdakwa Fajar berlangsung di Ruang Sidang Tirta Pengadilan Negeri Kupang yang dimulai pukul 09.30 Wita hingga pukul 14.00 wita.

Ahli Deddy R. Ch. Manafe, SH.,M.Hum hadir dipersidangan mewakili Fakultas Hukum Undana Kupang berdasar Surat Tugas yang ditandatangani Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Hukum Undana Kupang, Dr. Orpa J. Nubatonis, SH., M.Hum, dengan surat tugas Nomor 2682/UN15.14.2/PP/2025 tanggal 12 September 2025.

Ahli Dedy Manafe dicecar dengan pertanyaan beruntun baik dari Pensehat Hukum terdakwa, Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum. Sekitar 4 jam lebih ahli menjawab pertanyaan dalam ruang sidang.

Akhmad Bumi melancarkan pertanyaan dengan menyebutkan saat ini dalam dunia praktik dikenal berbagai istilah seperti pekerja seks komerisil (PSK) sebagai label yang diberikan bagi perempuan pelacur.

Dalam perkembangan sebut Akhmad Bumi, praktik prostitusi online dilakukan melalui aplikasi digital termasuk MiChat, muncul relasi antara pihak yang menawarkan jasa seksual selaku produsen jasa dan pihak yang menggunakannya, konsumen jasa.

Akhmad Bumi juga mengangkat putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara tahun 1983, putusan yang diketuk oleh hakim Bismar Siregar dalam kasus perbuatan cabul anak dibawah umur.

Hakim Bismar Siregar sebut Akhmad Bumi dalam pertimbangan hukumnya menganalogikan alat kelamin perempuan sebagai barang. Hakim Bismar Siregar melakukan perluasan penafsiran atas kata barang.

Segala sesuatu yang melekat pada diri korban termasuk dalam pengertian barang. Hubungan senggama antara terdakwa dan saksi korban telah menguntungkan terdakwa, karena itu juga sudah menerima ‘jasa’ dari saksi korban, demikian sebaliknya korban telah mendapat keuntungan dari terdakwa. Sehingga ketika saksi korban menyerahkan kehormatannya kepada terdakwa, berarti sama dengan menyerahkan barang, sebut Akhmad Bumi dengan mengutip pertimbangan hukum hakim Bismar Siregar.

Dalam konteks prostitusi online atau pelacuran, bagaimana hukum pidana mengkonstruksikan hal tersebut? Mohon penjelasan ahli, tanya Akhmad Bumi.

Ahli Dedy Manafe menjelaskan dengan memberi penjelasan mulai dari konsep pelacuran, sejarah pelacuran hingga konstruksi yuridis tindak pidana pelacuran secara panjang lebar dalam persidangan.

Untuk sejarah pelacuran jelas Dedy Manafe, kalau menelusuri di berbagai literatur, pelacuran itu sudah sangat tua se-usia dengan perkembangan peradaban manusia.

Di masing-masing negara memiliki sejarahnya masing-masing. Ada yang menempatkannya pada posisi terhormat, bahkan sebagai bagian dari diplomasi antar negara.

Ada juga yang merupakan bagian dari ritual keagamaan atau kepercayaan yang disebut sebagai pelacur bakti. Akan tetapi, tidak sedikit yang menempatkannya sebagai suatu kejahatan yang harus diberantas, ungkap Dedy Manafe.

Untuk Indonesia sebut Dedy Manafe, bukunya Prof. Koentjoro dari Universitas Gajah Mada yang berjudul On The Spot memberi gambaran yang sangat detail tentang praktik pelacuran terutama di daerah Jawa. Masih banyak hasil penelitian lainnya yang secara sporadis menulis tentang praktik pelacuran di berbagai daerah di Indonesia.

Ahli juga mengutip hasil penelitian skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa bimbingannya, Maria M. F. Making dengan judul Tinjauan Kriminologis Tehadap Anak Yang Melacurkan Diri (Studi Kasus Di Kota Leweoleba, Kabupaten Lembata) Tahun 2025.

Hasil penelitian tersebut mengungkapkan kata Dedy Manafe bahwa angka tertinggi anak yang melacurkan diri di Kota Lewoleba itu Tahun 2023, yaitu lebih dari 500 anak. Mereka berasal dari Kota Lewoleba dan desa-desa sekitarnya.

Tahun 2025, anak yang melacurkan diri berjumlah 193 anak, yang mana tarif mereka mulai dari Rp.20.000,00 (dua puluh ribu rupiah) satu kali pakai dan rata-rata anak-anak ini berusia antara 15 tahun hingga belum 18 tahun, dan ada yang pertama kali melacurkan diri ketika berusia antara 11 atau 12 tahun, jelasnya.

Menurut Dedy Manafe, hanya orang yang dilacurkan oleh orang lain yang berkualifikasi sebagai korban. Dilacurkan, mengandung makna motif dan niat tidak ada pada si pelacur, tetapi ada pada orang lain yang melacurkan si korban, jelasnya.

Berbeda dengan orang yang melacurkan dirinya, motif, niat, modus, dan tindakan semuanya ada pada si pelacur itu sendiri. Oleh karena itu dia secara hukum pidana tidak dapat diberi kualifikasi sebagai korban.

Ahli dengan tegas manyatakan bahwa secara hukum pidana, pelacur yang melacurkan dirinya bukan korban tindak pidana.

Akhmad Bumi melanjutkan dengan bertanya, bagaimana dengan pelacur yang melacurkan dirinya, tetapi masih berusia anak-anak?

Ahli Dedi Manafe menjelaskan anak yang melacurkan dirinya bukan merupakan fenomena yang asing dan baru. Akan tetapi, sesungguhnya sudah relatif cukup lama terjadi seperti hasil penelitian Maria M. F. Making yang dijelaskan tadi dan masih banyak penelitian lain.

Menurt Dedy Manafe, kalau mau menerapkan semacam adagium menyetubuhi anak adalah kejahatan tanpa melihat motif atau latar belakang dari perbuatan itu, maka tentunya penjara di NTT sudah penuh.

Oleh karena contoh penelitian ini baru di Kota Lewoleba, belum termasuk Kota Kupang dan lain-lainnya di NTT. Di sinilah, kemudian hukum pidana hanya memberi kualifikasi korban kepada orang yang dilacurkan termasuk anak yang dilacurkan, bukan melacurkan diri.

Orang yang melacurkan diri termasuk anak yang melacurkan diri oleh hukum pidana tidak diberi kualifikasi sebagai korban, pasangan seksualnya yang merupakan orang dewasa juga tidak dapat diberi kualifikasi sebagai pelaku tindak pidana (pleger), jelasnya.

Dalam perspektif pshykiatrik kehakiman jelas Dedy Manafe, anak yang melacurkan diri bisa saja sedang menderita oedipus complex. Sementara orang dewasa yang menggunakan jasa layanan sexual anak itu bisa juga sedang menderita pedofilia.

Artinya, kedua orang ini sejatinya orang yang membutuhkan pertolongan bukan pemidanaan. Di sini, makin memperjelas logika mengapa secara hukum pidana anak yang melacurkan diri tidak diberi kualifikasi korban tindak pidana, dan orang dewasa sebagai pasangan sexualnya juga oleh Pasal 44 KUHP dikategorikan sebagai alasan peniadaan pidana (strafuitluitings gronden), jelasnya.

Terdakwa AKBP Fajar didampingi kuasa hukumnya Akhmad Bumi, SH, Nikolas Ke Lomi, SH, Andi Alamsyah, SH dan Reno Nurjani Junaidey, SH dari Firma Hukum Akhmad Bumi dan Partners.

Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim A. A. GD. Agung Parnata, S.H., C.N dengan dua hakim anggota yakni Putu Dima, SH dan Sisera Semida Naomi Nenoh Ayfeto, SH.

Sementara tim JPU gabungan dari Kejaksaan Tinggi NTT dan Kejaksaan Negeri Kota Kupang, yang terdiri dari Arwin Adinata (Koordinator Kejati NTT), Kadek Widiantari dkk.  *** (*/WN-01)

WartaNusantara

WartaNusantara

Related Posts

Anggota DPR RI, Dipo Nusantara Desak APH Usut Tuntas Kasus Kematian Aktivis Vian Ruma
Hukrim

Anggota DPR RI, Dipo Nusantara Desak APH Usut Tuntas Kasus Kematian Aktivis Vian Ruma

Anggota DPR RI, Dipo Nusantara Desak APH Usut Tuntas Kasus Kematian Aktivis Vian Ruma JAKARTA : WARTA-NUSANTARA.COM--  Anggota DPR RI...

Read more
Menjadi Saudara Dalam Kemanusiaan

Polres Nagekeo Harus Buka Tabir Kematian Vian Ruma

Empat Anggota DPR NTT Bertemu Kapolri Listyo Sigit Prabowo Soal PTDH Kompol Cosmas Gae

Empat Anggota DPR NTT Bertemu Kapolri Listyo Sigit Prabowo Soal PTDH Kompol Cosmas Gae

Padma Indonesia Dukung Forja Ngada Kembalikan Harkat dan Martabat Pers

Kompak Indonesia Desak Kajati NTT Tangkap Pelaku Dugaan Korupsi Proyek Gedung FKKH Undana Kupang

Tim Gabungan Gelar Operasi Pengawasan Orang Asing di Lembata, 4 Orang Dokumen Lengkap

Tim Gabungan Gelar Operasi Pengawasan Orang Asing di Lembata, 4 Orang Dokumen Lengkap

Bupati Lembata Tanggapi Aksi Demonstrasi : Segera Kaji Ulang Tunjangan Pemda

Bupati Lembata Tanggapi Aksi Demonstrasi : Segera Kaji Ulang Tunjangan Pemda

Load More
Next Post
𝑺𝑬𝑳𝑨𝑳𝑼 𝑱𝑨𝑫𝑰 ‘𝑹𝑼𝑴𝑨𝑯’ (𝑴𝒂𝒎𝒂 𝑲𝒂𝒕𝒂𝒓𝒊𝒏𝒂 𝑻𝒖𝒕𝒐 𝑻𝒐𝒍𝒐𝒌)

𝑺𝑬𝑳𝑨𝑳𝑼 𝑱𝑨𝑫𝑰 ‘𝑹𝑼𝑴𝑨𝑯’ (𝑴𝒂𝒎𝒂 𝑲𝒂𝒕𝒂𝒓𝒊𝒏𝒂 𝑻𝒖𝒕𝒐 𝑻𝒐𝒍𝒐𝒌)

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ads

Tag

mostbet mostbet UZ Sastra
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Polkam
  • Internasional
  • National

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In