• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak
Selasa, Oktober 14, 2025
No Result
View All Result
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Opini

Rakyat Nagekeo Harus Tolak Bungkam (Dukungan untuk Suku Redu, Isa dan Gaja)

by WartaNusantara
Oktober 13, 2025
in Opini
0
Menjadi Saudara Dalam Kemanusiaan
0
SHARES
17
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

RelatedPosts

Hermeneutik ‘Titi Jagung’ dan Wajah Otonomi yang Membumi

Catatan Pertama : Catatan Kritis dari Erich Dalam Tulisan Pertamananya Merespons Kebijakan Pemda Lembata Gelar Lomba

Lembata yang ‘Baik Aja’ (Evaluasi atas Jagung Titi dan Festival Lamaholot)

Lembata yang ‘Baik Aja’ (Evaluasi atas Jagung Titi dan Festival Lamaholot)

Load More

Rakyat Nagekeo Harus Tolak Bungkam (Dukungan untuk Suku Redu, Isa dan Gaja)

Oleh Steph Tupeng Witin

WARTA-NUSANTARA.COM–  RAKYAT Nagekeo sesungguhnya tahu bahwa ada gerombolan mafia yang diduga melibatkan oknum aparat penegak hukum (polisi), oknum pengacara (doyan gagal dan tidak laku  di mana-mana), oknum BPN dan orang-orang lokal yang berperan sebagai “tuan tanah dadakan” atau kerennya “tuan tanah palsu.”

Gerombolan mafia urutan terakhir “tuan tanah palsu” ini biasanya berperan sebagai “pengganggu” yang diduga kuat ada dalam bekingan oknum polisi, oknum pengacara dan oknum BPN untuk menghadirkan “tuan tanah baru” yang kiblat akhirnya: menggagalkan aliran pembayaran uang ganti untung proyek strategis nasional (PSN) Waduk Lambo. Orang-orang ini sangat nekat karena berani melanggar adat.

Prosedur kejahatan dirancang dengan licik, lihai dan beraroma premanisme yang sangat jahat. Orang lokal tampil sebagai “tuan tanah palsu” yang bertindak garang, membuat laporan palsu ke polisi yang cepat ditanggapi dengan proses pemanggilan ala kejahatan narkoba kelas berat, lalu pemilik ulayat asli itu diintimidasi, disiksa bahkan sampai ada korban yang akhirnya sakit dan meninggal dunia.

Polisi pun membuat surat kepada BPN bahwa tanah ulayat bermasalah sehingga proses pembayaran harus dihentikan. Oknum BPN yang masuk dalam jejaring mafia pasti menyambutnya dengan sigap. Lalu dibuatlah “drama” berikutnya agar “tuan tanah palsu” itu diberi panggung oleh gerombolan mafia busuk waduk Lambo ini.

Kerja jejaring mafia waduk Lambo ini sangat terstruktur dan sistematis. Kerja model ini hanya mungkin dirancang oleh kelompok mafia yang otaknya telag diracuni kejahatan kelas dewa.

Publik Nagekeo menduga kuat, otak mafia terbesar di waduk Lambo adalah kelompok Kaisar Hitam (KH) Destroyer bentukan mantan Kapolres Nagekeo Yudha Pranata yang telah angkat koper dari Mbay. Kelompok ini menyebar hampir semua level dan sendi kehidupan di Kabupaten Nagekeo.

Gerombolan KH Destroyer ini diduga kuat sangat merusak peradaban pada hampir semua sendi. Rakyat Nagekeo sesungguhnya sangat tahu perilaku kelompok Kaisar Hitam Destroyer ini.

Organisasi berdaya rusak peradaban Nagekeo ini perlahan menggerogoti perilaku elite politik dan birokrasi di Nagekeo. Orang-orang yang dikenal taat beragama tiba-tiba saja menyembah berhala kepada Yudha Pranata melebihi Tuhan yang diimani.

Bahkan dalam banyak kasus, gerombolan KH Destroyer ini nekat keluar dari lubang persembunyian untuk “bernyanyi” membela bosnya Yudha Pranata.

Kelompok Destroyer ini memiliki pengacara yang kerjanya menggunakan pasal dan ayat-ayat hukum untuk meneror, mengancam dan membunuh karakter lawan yang melawan arogansi irasionalitas mafianya.

Pasal dan ayat hukum bukan untuk mencari dan memperjuangkan nilai kebenaran dan keadilan hukum tapi sekadar tameng irasional untuk mengampanyekan teror dan ancamannya.

Orang-orang yang kerjanya meneror dan mengancam orang lain bahkan dengan bersembunyi di balik nama besar “Bareskrim Mabes Polri” sesungguhnya orang sangat lemah dalam semua aspek.

Orang yang rasional tidak akan membuang banyak energi percuma hanya untuk meladeni orang lemah segala dimensi ini. Suaranya menggelegar tapi substansinya nol.
KH Destroyer juga memiliki jurnalis yang kerjanya memberitakan seputar aktivitas destruktif dan membela Yudha Pranata.

Medianya tidak pernah terdaftar secara resmi dan terverifikasi di Dewan Pers. Media yang mereka bangun dalam afiliasi dengan KH Destroyer namanya bernuansa “gelap” yang sesungguhnya menarasikan gerakan destruktif dari kelompok sempalan ini.

Medianya selalu memuat “nyanyian” pengacara yang berteriak seperti orang kesurupan yang hanya mengundang gelak tawa publik yang memahami mekanisme kerja para peneror kemanusiaan ini.

Jurnalisnya bisa disulap dari tukang penjual ikan keliling kampung. KH Destroyer juga memiliki energi destruktif untuk mengubah seorang jurnalis bisa kapan saja menjadi “petinju” di ruang publik.

Profesi jurnalis yang mulia dibelokkan sekadar alat murahan untuk melayani hasrat perutnya. Orang-orang Flores melalui institusi Pendidikan Gereja Katolik telah melahirkan banyak penulis andal dan jurnalis brilian yang melayani kemanusiaan universal. Tapi di sudut pinggiran Nagekeo, ada organisasi tidak jelas bernama KH Destroyer yang angkuhnya melampaui Dewan Pers.

Mengapa semua ini harus ditulis secara terbuka di media yang bermartabat? Agar publik Nagekeo membuka mata untuk melihat dan membaca kenyataan yang telanjang.

Salah satu bukti kepemimpinan yang lemah adalah suburnya gerakan-gerakan premanisme, mafia dan kelompok destruktif seperti KH Destroyer ini. Pemimpin yang kuat akan menjaga martabat daerah dan rakyatnya. Pemimpin yang kuat dan bersih akan bekerja dengan benar untuk menghadirkan keadilan bagi rakyat.

Pemimpin yang lemah akan menjadikan masa kepemimpinannya sebagai panggung permainan pada mafioso lokal yang dibekingi aparat penegak hukum. Kita menduga, jangan sampai kepemimpinan birokrasi dan politik di Nagekeo telah diracuni dan dicuci otaknya oleh gerombolan KH Destroyer. Beredar kabar bahwa ada elite birokrasi yang sudah memakai gelang KH Destroyer.

Mafia Tanah Waduk Lambo

Waduk Lambo memang “surga” bagi gerombolan mafia di Kabupaten Nagekeo. Para mafioso terbelalak matanya melihat aliran uang bernilai triliunan yang mengalir dari proyek strategis nasional itu.

Presiden Jokowi mungkin tidak pernah membayangkan bahwa waduk Lambo akan menjadi arena gerakan liar para mafia yang berjejaring mengejar bayang-bayang sendiri untuk memungut remah-remah uang yang hendak mengalir ke tangan rakyat pemilik sah tanah ulayat.

Wapres Gibran yang beberapa waktu lalu mengunjungi waduk Lambo pasti tidak akan diberitahu oleh siapa pun, apalagi oleh gerombolan mafioso bahwa ada oknum polisi, oknum pengacara, oknum BPN dan “tuan tanah palsu” yang bergerak kepanasan seperti ulat menggelepar mencari celah untuk bisa mendapatkan uang ganti untung.

Suku Redu, Isa dan Gaja hampir saja menjadi korban permainan busuk dari jejaring mafia waduk Lambo yang mengandalkan “tuan tanah palsu” alias “tuan tanah dadakan” yang tentu saja didukung oknum Polres Nagekeo, oknum pengacara dan oknum BPN.

Begitu mendengar ada uang sebesar Rp22,4 miliar akan diterima ketiga suku itu, permainan mulai dirancang dengan memakai jasa Wunibaldus Wedo. Orang ini sangat percaya diri karena didukung oleh pembeking mafia yang menguasai jalur hukum dan birokrasi pembayaran hak rakyat.

Maka dibangunlah kesepakatan dalam pertemuan di kantor BPN Nagekeo, 27 Mei 2025 yang katanya dihadiri wakil suku Redu, Isa dan Gaja (Flobamora-Newa.com (6/10/2025). Herannya, Polres Nagekeo hadir. Memang ada uang di balik batu. Kalau tidak ada uang, mana polisi mau hadir?

Wedo sangat percaya diri bahwa dia dipercaya menerima aliran dana itu ke rekeningnya. Tentu saja, Wedo dan gerombolan mafia menarik napas. Ada harapan. Tapi harapan itu pupus ketika ketiga suku keberatan atas kesepakatan itu. Pihak yang terlibat dalam kesepakatan pun menarik kembali kesepakatan.

Baca Juga :  Pater Niko “Konok” Strawn SVD Persembahkan Diri Hingga Titik Batas (Catatan di Usia 91 Tahun)

Dus Wedo dan gerombolan mafia gigit jari, mungkin gigit lidah juga. Uang sebesar 22,4 miliar kandas. Gerakan busuk mafia waduk Lambo terendus. Dus Wedo dalam berita Flobamora-News.com (6/10/2025) tampil perkasa dengan topi hitam dengan lambang KH Destroyer: huruf kapital K dan H mengapit pisau dengan ujung tajam mengarah ke atas.

Sementara topi samping kiri tertulis: Destro. Inilah penampilan dalam balutan gaya gerombolan KH Destroyer yang merupakan anak buah dari mantan Kapolres Nagekeo Yudha Pranata.

Mengapa suku Redu, Isa dan Gaja tidak lagi memercayai Wunibaldus Wedo? Para ketua suku bukan anak bawang yang tidak pernah membaca gerakan “tuan tanah palsu” yang tentu diduga kuat dibekingi oleh kelompok mafia yang selama ini kerjanya hanya meneror dan menakut-nakuti warga agar bisa mendapatkan uang yang menjadi hak asli pemilik tanah.

Rakyat kecil seperti suku Redu, Isa dan Gaja memang hidup di kampung dan mengolah alam yang Tuhan beri dengan polos dan jujur. Kehadiran waduk Lambo diharapkan membawa dampak positif bagi hidup mereka hari ini dan prospek cerah masa depan anak-anaknya.

Ternyata waduk Lambo sebagai proyek strategis nasional menjadi malapetaka bagi pemilik tanah, orang-orang kecil dan sederhana. Yang kenyang adalah gerombolan mafia yang berpesta pora di bibir waduk Lambo. Hingga detik ini, air belum mengalir di waduk Lambo tapi air mata warga pemilik tanah telah tumpah. Pembangunan hanya memperbesar perut gerombolan mafia.

Rakyat Nagekeo harus lebih peka dan terbangun kesadarannya untuk melawan kekuatan mafia waduk Lambo yang telah lama memanfaatkan kelemahan dan keterbatasan rakyat kecil untuk meraup keuntungan bagi perutnya sendiri. Fakta ini benar-benar terjadi di Kabupaten Nagekeo.

Publik Nagekeo, terutama kelompok kritis, seperti para pastor dan aktivis kemanusiaan, harus membangun sinergi untuk menjaga agar tubuh Nagekeo jangan lagi dikotori kotoran gerombolan mafia yang dilepas di bibir waduk Lambo.

Aroma kotoran mafia itu telah tercium oleh ketua suku Redu, Isa dan Gaja sehingga mereka tetap teguh bertahan menghadapi gelombang permainan mafioso waduk Lambo yang semakin tergerus keberadaannya karena dikuliti hingga ke sumsum yang keropos.

Rekan-rekan jurnalis yang setia bergerak di jalur etika dan moralitas harus bersatu untuk melawan kebuasan gerombolan mafia yang bisa menelan dan melumat siapa pun tanpa rasa kemanusiaan. Uang milik orang-orang kecil suku Redu, Isa dan Gaja saja hampir dirampok secara licik dengan memanfaatkan anggota gerombolan KH Destroyer, Dus Wedo.

Jika rakyat Nagekeo diam, apalagi bungkam di hadapan gerakan mafia waduk Lambo, suatu waktu mereka akan bergerak lebih kasar untuk melumat dam menelan siapa pun tanpa ampun. Mafia itu kalau tidak dilawan akan semakin beringas dam kalap.

Tapi ketika dilawan secara rasional, mafia akan mengendorkan gerakannya dan perlahan menghilang dari Nagekeo. Apalagi kalau uang sebesar 22,4 miliar tidak didapat maka bubarlah pesta pora para mafia di bibir waduk Lambo.

Kita berharap agar Gereja di Rendu tidak terkena getah kegagalan total gerombolan mafia yang dikomandani Dus Wedo dan pembangunan gereja berjalan kembali.

Saatnya juga Gereja berbenah agar tidak menjadi tameng mafioso yang sangat melukai nurani rakyat kecil suku Redu, Isa dan Gaja yang hak-haknya hendak dirampas oleh Wunibaldus Wedo, yang namanya selalu disebut dan diintensikan dalam misa oleh pastor paroki. Syukur kalau intensinya untuk pertobatan. Tapi jika intensinya agar berhasil merampok hak-hak rakyat Redu, Isa dan Gaja? Walahualam!

Menghina Marwah DPRD

Perlawanan terhadap kelompok mafioso ala Nagekeo ini mesti digempur dari berbagai arah dan harus melibatkan banyak komponen. Banyak orang Nagekeo memiliki nurani terjaga yang akan terpanggil untuk mempersembahkan diri dan hidup bagi keselamatan tanah Nagekeo.

Kerja-kerja untuk kemanusiaan memang butuh banyak energi ekstra karena kita melawan kekuatan jahat yang berdaya mematikan kemanusiaan.

DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat memang memiliki peran utama mendengarkan, menampung, memverifikasi dan memperjuangkan hak dan kepentingan rakyat yang diwakilinya.

Para mafioso ini telah lama kehilangan kewarasan sehingga semua orang yang bertentangan dan melawan kerja busuknya pasti akan diteror, dikriminalisasi dan dibunuh karakternya.

Apalagi kelompok ini memiliki media kacangan yang dalam menulis pun tidak membedakan antara berita dan opini. Itulah ciri khas media bentukan KH Destroyer pimpinan Yudha Pranata. Apalagi wartawannya disulap dari penjual ikan dan mantan “petinju.”

Dalam kasus pengaduan warga suku Redu, Isa dan Gaja, ada dugaan gerombolan mafia wadul tanah Lambo menghina marwah institusi DPRD.

Peristiwa ini bermula dari perebutan uang ganti rugi Waduk Lambo terhadap 14 bidang tanah senilai Rp 22,4 miliar yang sebelumnya ditulis Rp 21,8 miliar.

Sempat berperkara di di Pengadilan Negeri Bajawa dalam perkara perdata nomor 02/PDT.G/2023/PN.BJW antara Penggugat Fransiskus Ngeta yang didukung oleh Kelompok Wunibaldus Wedo, melawan para tergugat yang terdiri dari Ketua dan Fungsionaris Adat tiga suku yakni Suku Redu, Suku Isa dan Suku Gaja. Semuanya berasal dari Desa Rendubutowe, Kecamatan Aesesa.

Setelah berperkara, kedua pihak yang saling bersengketa akhirnya memilih jalan dami di hadapan hakim. Kesepakatan damai (Dading) tersebut telah dibuat dalam bentuk akta perdamaian. Salah satu poin dalam akta perdamaian itu disepakati bahwa 14 objek bidang tanah yang disengketakan merupakan tanah Ulayat Rendu yang diperuntukkan bagi tiga Suku yaitu Suku Redu, Suku Isa dan Suku Gaja di Desa Rendubutowe.

Namun, Pada tanggal 27 Mei 2025, BPN Nagekeo menggelar pertemuan dengan mempertemukan kembali kedua kubu dan membahas ulang kesepakatan dalam diding tersebut.

Pertemuan yang diinisiasi oleh BPN Nagekeo ini sangat jelas melanggar hukum sebab badan pertanahan bukan lembaga yudikatif yang berwenang menganulir putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Kita duga kuat, ini bagian dari skenario permainan para mafia waduk Lambo. Kelompok ini memanfaatkan berbagai institusi resmi negara untuk menggapai impiannya: memperdaya rakyat dan merampok uang milik rakyat.

Dalam pertemuan itu, BPN dan Polisi meminta agar ketiga Ketua Suku memberikan kuasa kepada Wunibaldus Wedo sebagai penerima ganti rugi.

Di titik ini, kita bertanya: mengapa pihak BPN Nagekeo dan polisi mengatur Dus Wedo menjadi penerima ganti rugi? Bukankah Dus Wedo adalah “tuan tanah palsu?”

Di sini pun, permainan mafia waduk Lambo berjalan. Para gerombolan mafia khususnya BPN Nagekeo dan polisi dari Polres Nagekeo semakin kalap untuk merampas uang rakyat. Gabriel Bedi, Ketua Suku Redu tak mau menuruti permintaan itu pihak BPN dan polisi nan konyol itu. Dia kemudian membuat surat keberatan kepada pihak BWS II.

Surat Gabriel kemudian ditanggapi dengan membatalkan pencairan kepada Wunibaldus. BWS juga merekomendasikan agar BPN Nagekeo segera memperbaiki dokumen pengusulan sesuai aturan. Karena BPN sudah berpihak kepada Dus Wedo dan polisi maka mereka tak mau lagi mengusulkan pencarian tersebut hingga terkatung-katung. Dasar mafia ini BPN Nagekeo!

Tiga Ketua Suku kemudian memohon bantuan DPRD agar memediasi dan membantu mereka. Rapat dengar pendapat antara warga tiga suku dengan DPRD Nagekeo berlangsung pada Senin 6 Oktober 2025 lalu. Setelah DPRD memeriksa semua bukti, DPRD kemudian merekomendasikan agar BWS segera membayar uang ganti rugi kepada ketiga Ketua Suku.

Saat berlangsung rapat dengar pendapat tersebut, datanglah kelompok Dus Wedo di bawah kawalan langsung semua pucuk pimpinan di Polres Nagekeo. Ada Kapolres, Wakapolres, Kabag OPS serta para Kasat ke DPRD. Hebatnya polisi di Nagekeo adalah menjadi pengawal bagi diduga kuat anggota mafia “tuan tanah palsu” Dus Wedo.

Kehadiran Kapolres, Wakapolres, Kabag Ops Servulus Teguh yang punya Kafe Cokelat itu membuktikan bahwa Polres Nagekeo tidak hanya mendukung mafia tapi diduga kuat menjadi bagian utuh dari mafia tanah di waduk Lambo.

Mereka memaksa agar diizinkan ikut dalam rapat dengar pendapat tersebut namun permintaan kelompok mafia tanah waduk Lambo ini ditolak mentah-mentah alias tidak diizinkan masuk oleh DPRD. Artinya, DPRD sebagai institusi rakyat tidak pernah boleh dikotori oleh jejak kotor kaki mafia waduk Lambo.

Maka terjadilah keributan antara DPRD dan kelompok Dus Wedo hingga DPRD dikatai “RDP Kucing-kucingan” serta rekomendasi DPRD adalah rekomendasi sampah. Memang, mafia tetap malaikat bagi mafia! Tidak pernah ada mafia di depan mata mafia!

Rakyat Nagekeo juga tidak tahu, apakah bupati dan wakil bupati memahami permainan para mafia ini. Bupati dan wakil bupati mesti membela rakyat dalam kasus-kasus yang dialami rakyat kecil ini.

Ketika bupati dan wakil bupati sebagai pemimpin rakyat diam dan bungkam di hadapan gerakan mafia waduk Lambo yang merampok dan merampas hak rakyat dengan kasar, jahat dan tidak berperikemanusiaan, rakyat bisa menafsirkan hal itu.

Fakta-fakta apatisme pemimpin Nagekeo terhadap persoalan riil rakyatnya ini mesti mencerdaskan rakyat untuk beralih kepada pemimpin yang peka dan peduli persoalan rakyat.

Dugaan mafia waduk Lambo tidak bisa disepelekan begitu saja! Air mata orang kecil yang terus mengalir bisa menjadi bandang politik yang menenggelamkan jejak sang pemimpin. Segala sesuatu ada waktunya!   ***

Jurnalis, Penulis Buku dan Pendiri Oring Literasi Siloam Lembata.

WartaNusantara

WartaNusantara

Related Posts

Hermeneutik ‘Titi Jagung’ dan Wajah Otonomi yang Membumi
Opini

Catatan Pertama : Catatan Kritis dari Erich Dalam Tulisan Pertamananya Merespons Kebijakan Pemda Lembata Gelar Lomba

Catatan Pertama : Catatan Kritis dari Erich Dalam Tulisan Pertamananya Merespons Kebijakan Pemda Lembata Gelar Lomba Oleh : Anselmus DW...

Read more
Lembata yang ‘Baik Aja’ (Evaluasi atas Jagung Titi dan Festival Lamaholot)

Lembata yang ‘Baik Aja’ (Evaluasi atas Jagung Titi dan Festival Lamaholot)

Hermeneutik ‘Titi Jagung’ dan Wajah Otonomi yang Membumi

Hermeneutik ‘Titi Jagung’ dan Wajah Otonomi yang Membumi

Kesehatan Mental dan Bunuh Diri

Kesehatan Mental dan Bunuh Diri

Kalah Taktik, Bukan Kalah Semangat : Pelajaran dari Laga Indonesia VS Arab Saudi

Kalah Taktik, Bukan Kalah Semangat : Pelajaran dari Laga Indonesia VS Arab Saudi

Ketika Titi Jagung Jadi Perlombaan Birokrasi Lembata

Dari Laut, Ladang, dan Kandang : Refleksi Jelang HUT Lembata

Load More
Next Post
Bantuan Pakaian Bagi Korban Erupsi Lewotobi Disalurkan di Flores Timur

Pastor Paroki Mater Dolorosa Mangulewa Pater Charles Beraf, SVD  Serahkan Program Reintregrasi Kemensos Kepada Korban TPPO Yuliana Dopo

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ads

Tag

mostbet mostbet UZ Sastra
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Polkam
  • Internasional
  • National

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In