Hakim Kabulkan Praperadilan Sekretaris KPU Sumba Timur, Ahmad Azis Ismail Ucapkan Terima Kasih
WAINGAPU : WARTA-NUSANTARA.COM — Permohonan praperadilan yang diajukan Sekretaris KPU Sumba Timur, Simon Bili DapaWando, S.Si, akhirnya dikabulkan Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Waingapu. Putusan ini dibacakan langsung oleh Hakim Ahmad Bustomi Kamil, SH dalam ruang sidang PN Waingapu pada Senin (24/11/2025).

“Mengabulkan permohonan praperadilan Pemohon untuk seluruhnya,” tegas Hakim Ahmad Bustomi Kamil saat membacakan amar putusan.
Simon Bili DapaWando sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penyimpangan penggunaan anggaran Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan Wakil Bupati Tahun Anggaran 2024 hingga selesai pada KPU Kabupaten Sumba Timur. Ia ditahan di Lapas Klas IIA Waingapu.
Dalam persidangan, Simon didampingi tim kuasa hukum dari Firma Hukum Akhmad Bumi dan Partners (ABP), yaitu Akhmad Bumi, SH, Ahmad Azis Ismail, SH, dan Andi Alamsyah, SH.
Usai sidang, Ahmad Azis Ismail menyampaikan apresiasinya kepada hakim. “Ucapan terima kasih kepada Yang Mulia Hakim yang telah mengabulkan seluruh permohonan praperadilan Pak Simon Bili DapaWando,” ujar Azis kepada media.
Ia juga memastikan bahwa pihaknya segera mengurus pembebasan kliennya dari Lapas Waingapu.
“Hari ini juga kami mengurus Pak Simon keluar dari Lapas,” tambahnya.
Permohonan praperadilan yang didaftarkan pada 7 November 2025 itu mempersoalkan sah atau tidaknya penetapan tersangka dan penahanan terhadap Simon Bili DapaWando. Pemohon menilai penyidik pada Kejaksaan Negeri Sumba Timur bertindak prematur dan melanggar hukum, karena dianggap belum memiliki bukti permulaan yang cukup.
Dalam permohonan disebutkan bahwa saat Simon ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-02/N.3.19/Fd.1/11/2025 tanggal 4 November 2025, penyidik belum mengantongi dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur Pasal 184 KUHAP, yaitu Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan terdakwa.
Kewajiban pemenuhan minimal dua alat bukti itu juga telah dipertegas Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014, yang menegaskan bahwa penetapan tersangka harus berdasar bukti permulaan yang cukup, bukan sekadar dugaan awal.
Pemohon menilai penyidik justru baru mengumpulkan bukti setelah penetapan tersangka, padahal menurut hukum, proses pengumpulan bukti dilakukan pada tahap penyelidikan, bukan setelah seseorang ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam permohonan itu, Simon juga menyebutkan bahwa dirinya belum pernah diperiksa sebagai tersangka saat penahanan dilakukan pada 4 November 2025. Padahal Pasal 21 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang telah diperiksa.
Selain itu, terdapat sejumlah pelanggaran prosedural yang didalilkan Pemohon, antara lain Penangkapan tanpa surat perintah penangkapan, Penahanan tanpa surat tugas yang sah, Tidak diberikan tembusan surat perintah penangkapan dan penahanan kepada keluarga.
Padahal Pasal 18 ayat (3) KUHAP mewajibkan penyidik memberikan tembusan surat penangkapan dalam waktu 1×24 jam kepada keluarga tersangka, dan Pasal 21 ayat (2) KUHAP mewajibkan tembusan surat perintah penahanan juga diberikan kepada keluarga.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu, hakim menilai tindakan penetapan tersangka dan penahanan terhadap Simon tidak sah secara hukum, sehingga permohonan praperadilan dikabulkan seluruhnya.
Dengan putusan ini, Simon Bili DapaWando akan segera menghirup udara bebas kembali setelah tim kuasa hukum menyelesaikan proses administratif di Lapas Waingapu.
Pantauan media ini, setelah pembacaan putusan pecah tangis oleh istri dan keluarga Simon dalam ruang sidang. Rasa haru menyeliputi kelurga yang menantikan pembacaan putusan sejak pagi di Pengadilan Negeri Waingapu. *** (*/WN-01)








