ADVERTISEMENT
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak
Rabu, Juli 9, 2025
No Result
View All Result
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Feature

FRANS SEDA PENGUSUL PERTAMA HERMAN YOSEPH FERNANDEZ SEBAGAI PAHLAWAN

by WartaNusantara
Juli 26, 2024
in Feature
0
PETUAH DAN PESAN MANTAN GUBERNUR NTT BUAT CALON  PEMIMPIN NTT
0
SHARES
52
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh : Thomas B.Ataladjar)*

WARTA-NUSANTARA.COM–Frans Seda dikenal sebagai Pejuang Kemerdekaan, ahli ekonomi, menteri berkali-kali. Ia juga dikenal sebagai politikus kawakan, pengamat politik, tokoh nasional, tokoh gereja Katolik, tokoh pers, tokoh pendidikan dan pengusaha Indonesia.  Setelah Perang Kemerdekaan dan tamat dari HBS Surabaya,  Frans Seda melanjutkan studi ekonomi di Katolieke Economische Hogeschool, Tilburg, Belanda (1950-1956) dan lulus sebagai sarjana ekonomi pada tahun 1956. 

Drs. Frans Seda  dan Teman Sekolah dan Teman Seperjuangannya Herman Yoseph Fernandez

Sejak 1963,  Frans Seda tampil sebagai tokoh nasional yang dipercaya selama  tiga zaman yakni sebagai menteri era Orde Lama dan Orde Baru, hingga penasihat presiden di era Reformasi. Dalam pemerintahan, Frans Seda pernah menjabat sebagai Menteri Perkebunan dalam Kabinet Kerja IV (1963-1964), Menteri Keuangan Kabinet Ampera I dan II (1966-1968), serta Menteri Perhubungan dan Pariwisata Kabinet Pembangunan I (1968-1973).

        Sederet jabatan penting negara pernah diemban Drs.Frans Seda  seperti,  Duta Besar RI untuk Belgia dan Luksemburg di Brussel. Kepala Perwakilan Indonesia Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) pada 1973-1976, anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia (1976-1978), anggota Dewan Penasihat Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia (DP-KTI) di bawah pimpinan Presiden Soeharto kemudian dilanjutkan oleh Presiden B.J. Habibie (1996).

RelatedPosts

Basreng Seribu dan Rayuan Pagi

Basreng Seribu dan Rayuan Pagi

Gaspar Sio Apelaby : Pupuk Langka, Air Bersih Sulit, Petani Lembata Merana

Gaspar Sio Apelaby : Pupuk Langka, Air Bersih Sulit, Petani Lembata Merana

Load More

      Tak kurang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Frans Seda adalah nasionalis tulen  berwawasan internasional. Beliau adalah generasi teknokrat pertama Indonesia yang turut membangun fondasi perekonomian dan keuangan negara.

          Dalam  dua tahun belakangan ini,  Drs.Frans Seda tengah diperjuangkan untuk bisa memperoleh gelar sebagai Pahlawan Nasional. Beliau layak memperolehnya.

2023 Naskah Akademik Frans Seda,  2023   Biografi Herman Yoseph Fernandez

          Tahun 2023 merupakan tahun yang punya arti khusus  bagi  saya berkaitan dengan kedua tokoh ini, Frans Seda dan Herman Yoseph Fernandez. Betapa tidak.Saya bersyukur, karena dalam proses pengusulan gelar Pahlawan Nasional bagi Frans Seda, saya terlibat dengan turut menulis dua topik untuk naskah akademiknya. Pertama, berjudul “Kiprah Frans Seda sebagai Menteri Perkebunan”. Kedua, judulnya “Kiprah Frans Seda sebagai Menteri Perhubungan”. Sebagai bahan referensi  untuk penulisan naskah akademik ini, panitia membekali kami masing-masing penulis dengan sebanyak  6 buku tentang Frans Seda. Kedua naskah akademik tersebut langsung di kirim ke panitia. Kita tetap berharap semoga dalam tahun 2024 ini, Frans Seda tokoh nasional asal Flores ini, terus diperjuangkan agar dapat dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional yang layak beliau peroleh. 

        Pada tahun 2023 yang sama,  tepatnya 26 Agustus 2023, saya diminta untuk meneliti dan menulis biografi perjuangan Herman Yoseph Fernandez yang adalah teman sekola dan teman seperjuangan  Frans Seda sendiri.  Saya sungguh kaget. Buku-buku referensi tentang Frans Seda yang kami gunakan untuk menulis naskah akademik Frans Seda, ternyata sangat membantu saya dalam menulis biografi Herman Yoseph Fernandez.  Lewat  metode penelitian ”historical research” baik penelitian lapangan, penelitian kepustakaan, wawancara serta observasi yang dilakukan, termasuk dari buku-buku tentang  Frans Seda tersebut, akhirnya bisa diketahui dengan jelas,  betapa dekatnya hubungan  Frans Seda dengan Herman Yoseph Fernandez dalam suka dan duka perjuangan hidup maupun perjuangan bela negara. Kami peroleh sejumlah  catatan berharga. Antara lain bahwa  sekira 67 tahun silam tepatnya tahun 1957, Frans Seda  telah tampil sebagai orang pertama yang berinisiatip memperjuangkan ke pihak pemerintah RI, agar teman seperjuangannya Herman Yoseph Fernandez  bisa menjadi Pahlawan.

          Muncul sederet pertanyaan. Apa dasar pertimbangan Frans Seda mau memperjuangkan agar Herman Yoseph Fernandez jadi pahlawan?  Bagaimana bobot kedekatan kedua putra asal Flores ini?  Nilai-nilai dominan apa yang melekat pada Herman Yoseph Fernandez sehingga  Frans Seda mau memperjuangkannya menjadi pahlawan ?  Apa yang melatar-belakangi langkah Frans Seda ini, bahkan sampai mengumpulkan teman-temannya se alma mater Hollandsche Indische Kweekschool  ( HIK), Van Lith Muntilan, untuk membuat patung dan monumen Herman Yoseph Fernandez di Larantuka 1988 ?  Untuk memahami hal ini, mari coba kita telusuri  rekam jejak , latar belakang, faktor-faktor pendukung serta  bobot kedekatan kedua sosok Frans Seda dan Herman Yoseph Fernandez ini.

Frans Seda dan Herman  Yoseph Fernandez Teman Sekolah, Teman Seperjuangan.

Sejak sekolah di Schakelschool di Ende,  Frans Seda dan Herman Yoseph Fernandez sudah saling kenal. Keduanya memiliki sejumlah kesamaan. Sama-sama dari keluarga katolik yang taat dan mencintai pendidikan. Herman Yoseph Fernandez lahir di Ndona, Ende  3 Juni 1925. Frans  Seda lahir pada 4 Oktober 1926 di desa Bhera, Nangablo-Lekebai, Kecamatan Mego, Kabupaten Sikka. Keduanya sama-sama anak guru. Ayah Frans Seda, Paulus Setu Seda, kepala Sekolah Rakyat (SR)  lulusan  Normaalschool (Sekolah Pendidikan Guru) Woloan, dekat Tomohon-Manado.  Ibunya Maria Sipi Soa Seda, ibu rumah tangga. Sementara ayah dari Herman Yoseph Fernandez,  Marcus Suban Fernandez  juga lulusan sekolah guru di Tomohon. Ia  kemudian dikirim oleh misi Larantuka untuk membuka sekolah di Ende. Ibu Herman Yoseph Fernandez,  Fransisca Theresia Pransa Carvallo Kolin, juga  guru yang juga aktif di bidang kesehatan.

Frans Seda adalah anak pertama dari tujuh bersaudara. Adik-adiknya  adalah Yoseph Soa Seda, Henny Seda, Rince Seda, Alexander Sega,  Bonifasius Bedo Seda dan Skolastika. Sementara Herman Yoseph Fernandez, adalah anak ke 4 dari 12 bersaudara.             Kakak adiknya berturut-turut adalah  Sinyo Fernandez, Edmon  Fernandez, Philomena Fernandez (Dra.Suster Emilia Fernandez, biarawati Ursulin di Jakarta), Herman Yosef Fernandez,  Yeremias Fernandez, Anton Fernandez, Yosef Fernandez, M.Bernadeth Fernandez, Henricus Fernandez, Anna Fernandez, Nicholaus Fernandez, dan M.Grice Fernandez. Baik keluarga Frans Seda maupun keluarga Herman Yoseph Fernandez, dekat dengan misi katolik, juga dekat dengan penguasa atau raja di zamannya. Paman Frans Seda, Pisu Sega Seda, adalah seorang kapitan  di Lekebai.

Frans Seda kecil dikenal sebagai anak yang cerdas dan berani.  Sementara  Herman Yoseph  Fernandez,  masa kecilnya  dikenal sebagai anak pendiam namun cekatan, pemberani, berkemauan keras,  gemar bertualang menjelajahi gunung, bukit, hutan dan lembah. Ia mahir memainkan katepel memburu burung di hutan.  Kepiawaiannya membidik sasaran ini, merupakan warisan dari sang ayah Markus Suban Fernandez, punggawa raja Larantuka, mahir dalam menggunakan bedil. Sementara di Ende, keluarga Markus Suban Fernandez juga dekat dengan raja Aroeboesman.

Kenal  Bung Karno  Sejak di Ende

Sejak 1934 sampai 1938, Bung Karno diasingkan ke Ende oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Ia memboyong keluarganya Inggit Ganarsih istrinya, ibu Amsih mertuanya, anak angkatnya Ratna Djuami, serta dua pembantunya Huhasan dan Bi Karmini. Kemudian menyusul Abdul Hadi (Asmara Hadi) yang kelak jadi suami Ratna Djuami.

Thomas B.Ataladjar dalam tulisannya di majalah  Sinar Lewotana, Jakarta edisi Agustus 2005 berjudul “Di Ende Bung Karno Pernah Jadi Papalele” menulis bahwa saat menjalani masa pembuanganya di Ende, Bung Karno memperoleh tunjangan dari Pemerintah Hindia Belanda hanya sebesar 150 gulden per bulan. Tunjangan ini   hanya cukup untuk biaya makan sekeluarga selama sebulan ditambah sedikit untuk pembiayaan tonilnya. Untuk mendapatkan biaya tambahan hidup keluarga, Bung Karno menjadi papalele alias pedagang keliling, menjual bahan kain yang diperolehnya dari sebuah toko tekstil di Bandung. Jika kain yang dijual masih tersisa,  Bu Inggit mengajak ibunya Herman Yoseph Fernandes, ibu  Fransisca  Theresia Pransa Carvallho Kolin melelang kain  dan batik tersebut dengan harga yang tidak terlalu mahal.

Ir. Soekarno dan Inggit Ganarsih istrinya serta  keluarga di Rumah Pengasingan di Ende Flores, NTT. Bung Karno teman main bola sodok Guru Markus.Ibu  Fransisca  Theresia Pransa Carvallho Kolin langganan kain Ibu Inggit Ganarsih.    /Dok. Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya

 Ir. Soekarno dan Inggit Ganarsih istrinya serta  keluarga di Rumah Pengasingan di Ende Flores, NTT. Bung Karno teman main bola sodok Guru Markus.Ibu  Fransisca  Theresia Pransa Carvallho Kolin langganan kain Ibu Inggit Ganarsih.    /Dok. Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya

Di Ende, Bung Karno dan Guru Markus Suban Fernandez adalah teman  main bola sodok                          ( bilyar).  Namun suatu saat Belanda melarang  Guru Markus, tidak  boleh lagi main  sama Bung Karno, karena Bung Karno itu adalah tahanan politik. Saat itu Guru Markus sama sekali belum tahu siapa sebenarnya Soekarno itu. Juga  tak  pembayangkan bahwa teman main bola sodoknya itu, kemudian menjadi presiden pertama Republik Indonesia.

Frans Seda Sambut Bung Karno Dengan Pidato Penyambutan

Frans Seda dan  Herman  Yoseph Fernandez  adalah teman sekolah di Schakelschool (Sekolah Rakyat)   di Ende bersama  Willem Wowor. Pada tahun 1936,  saat berusia 9-10 tahun dan baru duduk di kelas dua Schakel School, mereka berkenalan dengan Bung Karno  yang berniat mengunjungi sekolahnya.  Dikisahkan bahwa pada suatu hari sekolah Schakel School akan kedatangan seorang tamu penting  bernama Bung Karno. Pastor kepala sekolah menjelaskan bahwa tamu yang berkunjung adalah seorang buangan politik dari Jawa, musuh pemerintah Belanda. Ia seorang pejuang kemerdekaan. Orangnya pintar sekali dan  ia berteman dekat dengan para pastor di misi Katolik Ende.

Guna menjemput  kedatangan Bung Karno ke Schakel School, Frans Seda didapuk dan ditugaskan gurunya mewakili murid schakel School menyambut tamu penting itu. Namun Bung Karno dilarang memasuki ruangan kelas. Maka Frans Seda  yang keluar dari kelas dan di luar dekat  jendela di hadapan Soekarno, Frans Seda dan menyampaikan pidato penjemputannya,  dalam bahasa Belanda yang fasih. Bung Karno memuji  si kecil Frans Seda  dengan kata-kata, “bagus … ,bagus …. dengan bahasa Belanda,  sambil menanyakan nama dan kampung asal Frans Seda.

Kisah ini dipertegas dalam  buku Putra Nusa Bunga & Wastra NTT Mengenang Sosok Frans Seda hal 44-46  ditulis bahwa Ketika duduk di kelas 2 SR, Frans Seda yang sudah pandai berbahasa Belanda diminta oleh sekolahnya untuk mempersiapkan diri untuk berpidato dalam Bahasa Belanda. Sekolah akan menyambut kunjungan Soekarno yang sedang dibuang di Ende saat itu. Dalam kunjungan ke sekolah itu,Bung Karno terkesan dngan penampilan seorang anak bertubuh kecil tapi cerdas, anggota keluarga kapitan dari Maumere. Soekarno terpukau mendengar kata sambutan spontan murid tersebut yang disampaikan dalam Bahasa Belanda yang sempurna dan isinya berbobot.

Perjumpaan pertama Frans Seda dengan  Ir Soekarno ini,  membuat Soekarno kagum dan mengingat dirinya, ketika kembali bertemu di Jogjakarta pada 1946, tatkala Frans Seda bergabung sebagai tentara pelajar. Juga menorehkan kesan mendalam yang  mempengaruhi perjalanan hidup dan karier Frans Seda selanjutnya.

Naik Kapal Hewan ‘Waikelo” Sekolah Guru  Ke Tanah Jawa

Dalam bulan Agustus 1941, Frans Seda, Herman Yoseph  Fernandez, Willem Wowor dan Silvester Fernandez menumpang kapal hewan “Waikelo” meninggalkan kota Ende malam hari menuju Surabaya. Mereka menempati kelas 3 di dek kapal, tidur  di palka dan antri makan nasi merah serta ikan asin. Di atas kapal mereka bertemu dengan seorang gadis asal Maumere, Nona Helena Parera yang juga hendak ke Surabaya. Helena kemudian menjadi istri Bupati Sikka, Laurens Say.

Saat tiba di pelabuhan Ampenan, Lombok malam hari, mereka dikejutkan komando stuurman kapal. “Hier moeten koeien staan!” katanya. ”Weg van hier”!  Di sini tempat untuk sapi, minggir dari sini!. Herman dan teman-temannya termasuk Helena harus pindah dari situ mencari tempat lain, karena di palka itu akan ditempatkan sapi yang akan dikirim ke Surabaya. Pada hari ke-empat Agustus 1941 subuh, kapal KPM “Waikelo”  berlabuh di Surabaya. Helena dijemput keluarganya ke Semarang.

Untung Ada Timorees Soldat dan Siman

Saat turun dari kapal, muncul masalah baru bagi keempat remaja asal Flores ini          Herman, Frans, Wowor dan Silvester.   Baru pertama kali ini mereka injak Tanah Jawa. Mereka  bingung tidak  tahu, bagaimana  bisa sampai ke Muntilan. Dalam kebingungan, datang seorang tentara asal Timor (Timorees Soldaat) berpangkat kopral yang mau ke Ambarawa. Tahu bahwa mereka mau ke Muntilan serdadu Timor itu menawarkan keempat anak Flores ini untuk  naik satu taksi lewat rumahnya di Ambarawa. Karena hari sudah malam, mereka terpaksa harus nginap beberapa hari di Ambarawa sebelum  naik kereta api ke Muntilan. Saat tiba di Muntilan, ternyata sekolah masih liburan. Gerbang asrama Xaverius College, Muntilan,  belum dibuka dan siswa belum diizinkan masuk. Untung ada seorang senior di asrama Muntilan yang disapa Siman, ditunjuk untuk menghantar  keempatnya ke sebuah keluarga Katolik di Bintaran, Yogya, selama  liburan. Nama lengkap Siman adalah  Cornel Simanjuntak asal Batak.  Ia kemudian menjadi seorang komponis besar nasional pencipta lagu-lagu perjuangan seperti Maju Tak Gentar dan lain-lain.

Semai Keindonesiaan Pupuk Embrio Nasionalisme di Sekolah Muntilan

Usai liburan sekolah, Herman Yoseph Fernandez, Willem Wowor, Frans Seda dan Silvester Fernandez  mulai  belajar di  Holandsche Indische Kweekschool (HIK)  di kompleks Kolese  Xaverius Van Lith   Muntilan untuk menjadi guru. Kolese Xaverius Van Lith  sekolah berasrama  berkelas dan bergengsi ini  didirikan oleh Pastor Fransiskus Georgius Josephus Van Lith, SJ dan diasuh oleh romo Ordo Yesuit.

                    Herman Fernandez  dan Frans seda.                       Syl.Fernandez

Teman kelas mereka Frans Seda  antara lain Yosaphat Sudarso yang kemudian menjadi Komodor Laut dan Pahlawan Nasional. Juga Antonius Josef Witono Sarsanto, yang kemudian jadi pangkowilhan dan duta besar.   Siswa  HIK , Van Lith  Muntilan usianya berkisar antara 14-20 tahun, berasal dari berbagai daerah dan etnis di Indonesia. Seperti Flores, Batak, Ambon, Manado dan Jawa. Mereka membawa serta sifat, sikap, perilaku  dan kebiasaan etnis khasnya.

Secara  perlahan wawasan kebangsaan mereka  mulai  terbuka lebar. Sementara hidup di antara sejumlah guru yang adalah pastor asal Belanda, semakin  memperkaya wawasan globalnya. Semuanya ini jelas mempengaruhi pola pikir yang semula Flores sentris misalnya, berubah menjadi Indonesia sentris.

Hidup di kompleks sekolah berasrama atau internaat school  Muntilan ini, karakter mereka dibentuk. Nilai-nilai kedisiplinan ditanam kuat. Semua siswa  belajar sambil menyemai ke-Indonesiaan sekaligus menumbuh-kembangkan embrio nasionalisme  di sekolah Van Lith ini.

Kompleks Colese Muntilan dulu.

Di sini akhirnya terpupuk rasa kesetiakawanan, rasa sepenanggungan, disiplin, semangat toleransi dan spirit saling berbagi yang kuat dan hidup dalam suasana tertib rapih dan disiplin baja. Semua ini menjadi awal dari pembinaan peri hidup nasional yang berbhineka tunggal Ika.

Pastor    Van Lith berpendapat bahwa pendidikan yang baik, sangat bergantung pada kualitas guru. Maka sekolah guru  yang dibangunnya untuk  mendidik guru-guru yang berkualitas. Para siswa disediakan kurikulum serta mata pelajaran berkualitas. Semuanya diarahkan untuk menghasilkan insan yang terdidik otaknya, wataknya,  mentalnya dan spiritualnya. Sekolah HIK Van Lith Muntilan  juga menerapkan pendidikan mental bagi siswanya. Siswa digembleng  kedisiplinan, kejujuran, kesederhanaan, pengabdian tanpa pamrih, militansi, spiritualitas, toleransi, nasionalisme dan  kristianitas.

Fernandez dan Frans Seda Anggota Orkes Simfoni Muntilan                               

Di HIK Xaverius College Muntilan, pendidikan musik  wajib bagi siswanya. Siswa wajib menguasai salah satu instrumen musik yang ada. Kolese Muntilan menyediakan aneka alat musik, baik untuk latihan maupun untuk pagelaran Orkes Simfoni Muntilan. Antara lain  biola, cello, kontrabas, suling, hobo, clarinet, trompet, corno, tuba serta perkusi lainnya yang ditabuh, dipukul, digoyang, digesek atau tindakan lainnya yang dapat membuat getaran pada alat tersebut. Pelatih musiknya antara lain  R.A.J. Sujasmin, Romo Schuten,SJ. Siswa harus menguasai dan lancar membaca notenbalk (not balok). Musik yang diperkenankan di kolese Muntilan adalah musik Barat, yang lain tabu.

Kenapa musik demikian sentral dan dominan di Kolese Muntilan? Pertama, pendidikan musik merupakan dasar dari pendidikan estetika dan melengkapi  kepekaan jiwa akan sesuatu yang indah, serasi dan intim. Kedua, karena pelajaran musik merupakan vak kulikuler yang ada di semua tingkat dan jenjang pendidikan. Tak heran semua anak Muntilan musikal. Musik mendorong kreativitas siswa  dan menggugah atau menggetarkan jiwa yang paling dalam.

Selain pendidikan musik klasik, juga diselenggarakan pendidikan ekstra kurikuler secara intensif.  Menurut peraturan sekolah, siswa yang mendapat nilai tujuh bahasa Belanda, harus bisa memainkan dua instrumen musik. Satu instrumen dasar (wajib), satunya pilihan. Frans Seda dan Herman  Yoseph Fernandez termasuk yang fasih berbahasa Belanda. Maka untuk Frans Seda ditetapkan harmonium sebagai instrumen wajib, dan viol sebagai pilihannya. Herman Yoseph Fernandez mahir sebagai peniup obo (semacam terompet). Kolese Muntilan juga memiliki Orkes Simfoni Muntilan yang baik dan lengkap beranggotakan 60 orang. Herman Fernandez  dan Frans Seda  yang fasih berbahasa Belanda dan menguasai dua jenis alat musik, terpilih bergabung dalam Orkes Simfoni Muntilan  bersama sejumlah musisi kondang seperti R.A.J. Sujasmin, Cornel Simanjuntak, Liberty Manik, Binsar Sitompul, Suwandi  dan lain-lain.

Frans Seda, pernah berlatih alat-musik  pukul untuk bergabung dalam Orkes Simponi Muntilan, Karya Schubert “Unvollendete Simphonie h-moll” (simphoni yang tidak pernah rampung bergema, terjemahan simbolis Frans Seda) pernah dia mainkan bersama rekan-rekan seasrama seperti Cornel Simanjuntak, Binsar Sitompul, Liberty Manik, Yos Sudarso, Jan Frederick, A.Y.Witono, dipimpin oleh R.A.J. Soejasmin. (Ad Multos Annos hal 15 : Sekapur Sirih, Frans Meak Parera). Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia, kalau ingin mendengar orkestra, dia datang ke Muntilan.

Lima Nilai Utama Warisan Van Lith

Rangkaian pendidikan yang diterima dan dijalani siswa HIK Muntilan baik dalam bidang akademik,  non-akademik, maupun pendidikan karakter, diharapkan ke depannya  siswa  dapat menjadi “agen peradaban” yang mampu membentuk suatu peradaban baik dalam ranah keluarga, gereja,  bahkan bangsa. Mereka dapat menjadi agen penting untuk mentransfer nilai-nilai Katolisitas serta peradaban bagi generasi selanjutnya. Dengan demikian siswa akhirnya tampil sebagai insan yang terdidik otaknya, mental, watak dan spiritualnya, sehingga  berguna bagi tanah air, gereja dan masyarakat.

Sekolah Van Lith   Muntilan tumbuh dan berkembang menjadi  lembaga pendidikan yang bukan sekadar mengasah intelektualitas, tapi  juga membentuk karakter para siswa, agar sungguh menjadi insan  yang utuh sekaligus memiliki iman yang tangguh dan mendalam, guna mengemban perutusan Gereja di tengah masyarakat modern dan plural.

Kepada semua siswanya diwariskan lima nilai utama yaitu mengasah ketajaman peserta didik agar mereka memiliki pribadi yang Kristiani, unggul, cerdas, visioner, dan peduli. Kelima nilai utama tersebut sampai sekarang masih tetap aktual dan dikemas dalam tiga unsur utama yaitu pendidikan yang mendasarkan pada pendidikan karakter, literasi, dan kompetensi.

Empat Pahlawan Indonesia Sentuhan Van Lith

Patut dicatat bahwa Sekolah Van Lith ini telah menghasilkan empat Pahlawan Nasional. Mereka adalah: Laksamana Muda Yosaphat Soedarso , Mgr.Soegijapranoto SJ, Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono dan  Cornel Simanjuntak.

Laksamana Muda Yos Soedarso ,     Mgr.Soegijapranoto SJ,       Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono   Cornel Simanjuntak.

HIK Muntilan Ditutup Selamanya . Tolak  Jadi Seinendan dan Keibodan

Alex Rumambi dalam buku Frans Seda Ad Multos Annos hal 22  antara lain menuturkan bahwa Ketika Belanda menyerah kepada Jepang, Colege ini tutup Jepang. Semua siswa  dipulangkan, kecuali kurang lebih 50 siswa dari luar Jawa, yang kemudian dikenal dengan nama achterblijjvers. Namun achterblijjvers  ini juga harus angkat kaki mencari jalan sendiri-sendiri dengan diberi sangu sepuluh gulden.

Herman Fernandes, Frans Seda, Alex Rumambi  dan teman-temannya yang berasal  dari luar Jawa,  diangkut oleh  serdadu Dai Nipon  ke Metroyudan, bangunan seminari Katolik yang sudah lebih dahulu diduduki Jepang. Jepang merencanakan melatih mereka semua menjadi Seinendan dan Keiboden. Namun semuanya menolak dengan tegas rencana Jepang tersebut. Sikap tegas penolakan mereka beralasan.  Jepang telah menjadi biang kerok sekolah mereka ditutup dan cita-cita mereka jadi guru berantakan. Apalagi sekarang Jepang tampil sebagai sebagai penjajah baru.

Akhirnya diam-diam mereka menumpang kereta api ke Yogyakarta dan sempat hidup terlunta-lunta. Setelah ketemu pastor, mereka  ditempatkan di sebuah keluarga Katolik di Kerkhoflaan, Yogya.   Di Yogya mereka menjadi pengangguran yang coba bertahan hidup dengan uang saku 10 gulden di kantong pemberian pastor  Jesuit dari Muntilan.    Merasa tak mungkin hidup terus seperti itu, mereka  mulai berpencar mencari hidup masing-masing. Frans Seda memutuskan  kembali ke Magelang. Ia tinggal di rumah seorang guru di JL.Boton II, membantu menyapu, cuci piring dan sebagainya. Yang penting bisa dapat makan dan tempat pemondokan buat tidur.  Namun Frans Seda kemudian kembali ke Yogya dan tinggal di Gedung KSB di Jl.Krasak, Kota Baru. Teman mereka asal Batak seperti Binsar Sitompul dan  Olin Simatupang terpaksa menjadi opas bui (penjara) di Solo.

Herman Fernandez , Alex Rumambi  dan Tan Malaka Romusha di Tambang  Batubara Bayah

Menghadapi kondisi ekonomi yang serba sulit saat itu, Herman Fernandez dan Alex Rumambi memutuskan untuk bekerja sebagai buruh tambang batubara di Bayah, Banten Selatan.

           Ilyas Husein (Tan Malaka)    Herman Yoseph Fernandez         Alex Rumambi

Di tambang Bayah ini Herman Fernandez dan Alex Rumambi jadi anak buah  Tan Malaka yang menyamar dengan nama samaran Iljas Husyen.  Dalam posisi, jabatan, serta wewenang yang besar sebagai pengawas romusha, Tan Malaka memperbaiki pola rekruit tenaga baik sebagai romusha  maupun sebagai pegawai pertambangan. Dua bagian ini  berbeda tugas, fungsi serta perannya. Tan Malaka  memperhatikan latar belakang pendidikan, pengalaman dan kemampuan bahkan kondisi fisik  yang dimiliki setiap calon.

Herman Fernandez dan Alex Rumambi, memiliki sejumlah kesamaan dengan Tan Malaka. Mereka sama-sama berasal dari luar Jawa. Sama-sama  orang terdidik otak, mental dan wataknya. Sama-sama dididik oleh orang Belanda dan di sekolah Belanda. Tan Malaka bahkan sampai sekolah di Belanda. Sementara Herman Fernandez dan Alex Rumambi  siswa Hollandsche  Indische Kweekschool ( HIK) Van Lith, Muntilan yang bergengsi zaman itu.  Ketiganya fasih berbahasa Belanda.  Herman Fernandez dan Alex Rumambi di Xaverius College, Muntilan dididik, digembleng dengan disiplin yang sangat ketat menjadi insan Indonesia yang nasionalis, militan, patriotik, toleran dan humanis. Tan Malaka pun dididik dan ditempa pengalaman hidup yang mirip, yang membuat mereka menjadi sosok dengan intelektualitas tinggi, mandiri dan bertanggung jawab.

Dengan modal pendidikan, kemampuan dan pengalaman yang mereka  miliki, memudahan Herman Fernandez dan Alex Rumambi   untuk saling berkomunikasi dengan tokoh pergerakan nasional sekaliber Tan Malaka yang sangat berpengaruh di Bayah.  Dan ketiganya sama-sama anti penjajah, karena sudah pernah mengalami pahit getirnya penjajahan. Bahkan bukan tidak mungkin bahwa  idealisme dan pemikiran Tan Malaka selaku tokoh pergerakan turut mempengaruhi juga keduanya, terutama dalam soal bela negara. Buktinya, sekembalinya dari Bayah ke Yogya, keduanya langsung terjun dan terlibat langsung ke dalam bara api revolusi. Keduanya ikut berjuang dan bertempur melawan Belanda, yang mau menjajah kembali Indonesia.

Semua faktor ini memungkinkan Herman Fernandez dan Alex Rumambi memperoleh posisi yang baik sebagai pegawai pertambangan dengan gaji yang lebih baik, ketimbang pekerja  romusha umumnya.  Dengan  upah dan pendapatan keduanya yang lebih baik ini,  memungkinkan mereka untuk menyisihkan sebahagian dari upahnya untuk berbagi kasih dengan kawan-kawannya di Yogya.

Surat Cinta dari Bayah, Kirim Uang  Biayai Hidup dan Sekolah Teman Lewat  Pastor

Surat cinta dari Bayah, memperkuat hal ini. Semangat berbagi dan kesetiakawanan ini terbukti diwujudkan. Herman Fernandez dan Alex Rumambi  membantu  biaya hidup dan sekolah kawan-kawannya di Yogya.

Suatu hari, Frans Seda yang sedang di Yogya menerima sepucuk surat dari pertambangan batu bara  Bayah, berbunyi sebagai berikut:   ”Kami kawan-kawanmu yang sudah mendapat pekerjaan di sini, telah bersepakat bahwa kami  akan menyisihkan sebagian dari upah kami untuk menopang hidup kamu, yang akan dikirim melalui pastoran. Jadi kamu cukup pikir belajar, studi.” 

       Uang kiriman pertama  kami pergunakan untuk membangun sebuah rumah di atas sebidang tanah kosong di daerah Pingit, di belakang pabrik es Petojo. Lantainya tanah, dindingnya gedek dan karton, atapnya genteng murahan. Bahan bangunannya dikumpul dari tempat di mana orang sedang mendirikan bangunan. Pokoknya punya rumah sendiri, agar bisa belajar lebih bebas dan  sebagai penginapan, kalau kawan-kawan dari Bayah atau Solo atau dari luar kota lainnya datang menginap. ( Frans Seda Simfoni Tanpa Henti, Penerbit Grasido 1992, hal.13).

Ada semacam kesepakatan di antara mereka, bahwa yang besar-besar seperti Herman Fernandez, Alex Rumambi kerja mencari uang. Sedangkan yang kecil-kecil seperti Frans Seda, Cornel Simanjuntak dan lain-lain, supaya terus bersekolah.

Tanah Air Memanggil, Tan Malaka ke Jakarta, Herman Fernandez  Kembali ke Yogya

Pada 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Namun seiring dengan itu, NICA  ( Netherlands Indies Civil Administrations) atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda yang membonceng pasukan Sekutu pada September 1945, ingin kembali menguasai Indonesia.

Menghadapi situasi negara yang baru lahir itu mau dijajah kembali,Tan Malaka memutuskan kemBali ke Jakarta, bergabung dengan tokoh pergerakan lainnya. Ia termasuk salah satu tokoh penting yang pada 19 September 1945 bergerak di bawah tanah ikut menggerakan pemuda dan menggiring massa menghadiri rapat Raksasa   di Lapangan Ikada yang terkenal itu.  Sementara Herman Fernandez dan Alex Rumambi memutuskan  untuk kembali ke Yogya langsung bergabung kembali bersama kawan-kawannya dalam sejumlah organisasi perjuangan seperti KRIS, (Kebangkitan Rakyat Indonesia Sulawesi), kemudian bergabung dengan GRISK ( Gerakan Repunlik Indonesia Sunda Ketjil)  yang terkenal dengan Batalyon Paraja atau Batalyon Timornya. Kemudian  ikut terjun ke dalam bara api revolusi ikut bertempur untuk mempertahankan kedaulatan negara  NKRI yang baru berumur satu bulan ini.

Pejuang  Sunda Kecil dan Batalion Timor Ikut Berjuang Bela Negara

Setibanya di  Yogya dari Bayah,  Herman Fernandez lalu bergabung lagi dengan kawan-kawannya Frans Seda, Wilem Wowor, Silvester Fernandez dan Dion Lamury,  tinggal bersama di asrama Jl.Djetis 20. Dari sini mereka mulai ikut revolusi. Bersama teman-temannya yang tergolong masih muda, terbakar oleh api revolusi. Ketika pecah Revolusi Kemerdekaan di tahun 1945, mereka bangkit membela tanah airnya mempertahankan kemerdekaan RI, yang mau di obok-obok kembali oleh Belanda.

Mereka bergabung  dalam  sejumlah organisasi perjuangan rakyat  saat itu. Ada yang  bergabung dalam KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi). Ada PERPIS (Persatuan Pelajar Indonesia Sulawesi)  dan ada juga Pemuda Nusantara. Setelah GRISK (Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Kecil) didirikan oleh Letkol I Gusti Ngrah Rai di Bali, di Yogya juga dibentuk GRISK (Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Kecill yang dipimpin oleh  Herman Johannes (28 Mei 1912 – 17 Oktober 1992) sebagai ketuanya dan Frans Seda sebagai bendahara. Prof. Dr. Ir. Herman Johannes kemudian dikenal sebagai cendekiawan, politikus, ilmuwan Indonesia, guru besar Universitas Gadjah Mada, dan Pahlawan Nasional Indonesia.

Prof. Dr. Ir. YohanesFrans Seda                           Herman Yoseph  Fernandez

Ishak Rohi Lobo.                         Amos Pah,                  Laurens Say                                       El Tari

Para pemuda pelajar asal Flores, Sumba, Sabu, Rote dan Timor di Yogya,  diorganisasikan dalam kelompok perjuangan GRISK untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Grisk ini memiliki sayap militan  yang terkenal dengan nama Laskar Sunda Kecil/Batalion Paradja  atau Batalion  Timor .  Komandannya Ishak Rohi Lobo. Para perwiranya antara lain Prof. Dr Ir. Herman Johannes, Frans Seda, Amos Pah, El Tari, Is Tibuludji, Herman  Yoseph Fernandez, Yos Kodiowa, Daud Kellah, Benyamin Pandie, El Tari, Willem Wowor, Silvester Fernandez, Dion Lamury, Laurens Say dan Paulus Wangge. Laurens Say kemudian menjadi bupati Sikka.

Herman Fernandez             Frans Seda                           Dion Lamury             Syl.Fernandez 

Batalion Paradja memiliki tiga kompi, masing-masing dipimpin Kapten Hendrik Rade, Kapten J. Moi Hia, dan Letnan Benyamin Lihoe. Dan anggota  Letnan Jeremias Henuhili dan  prajurit Hawoe Dima. Dua kompi yang pertama disebut Kompie Berani Mati.

Kiri :Sejumlah prajurit Laskar Sunda Kecil Sumber: Antara Foto/Iphos/Rei/Koz/1946  .Kanan: Anggota Batalion Paradja-Laskar Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Ketjil 1947.

Kiri: Sejumlah prajurit Laskar Sunda Kecil melakukan konvoi pasukan Jawa Barat Mei 1946. Sumber: Antara Foto/Iphos/Rei/Koz/1946.Kanan:  Anggota Batalyon Paraja-Laskar Gerakan Rakyat Indonesia Soenda Ketjil (GRISK) 1947 di Yogya. Kanan: dari ki – ka: Frans Seda, Dion Lamury dan Bushar. Sumber : Frans Seda,  Ad Multos Annos,hal 17,Gramedia 1991

Pada 1948, Pater Adrianus Conterius SVD, utusan Parlemen Negara Indonesia Timur berkunjung ke Jogyakarta  dalam rangka upaya untuk kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Ia  sempat menyaksikan  markas Lasykar Soenda Ketjil di kawasan Tegalpanggung Jogjakarta, 1948. Pater Adrianus merasakan betapa berkerasnya Seda, L. Say dan kawan- kawan untuk memilih berjuang mendukung NKRI pimpinan Soekarno. Kendati harus melawan pihak Belanda yang pernah menjadi guru dan pastor yang mendidik mereka. Dengan demikian jelas kiranya bahwa banyak pejuang  asal Nusa Tenggara Timur yang ikut aktif berjuang mempertahankan kemerdekaan RI di Jawa dan bukan sekedar menjadi penikmat kemerdekaan.

Pemuda Nusantara ex Moentilanners

Dalam buku Frans Seda “Ad Multos Annos”, John Frederick dalam tulisannya  di hal 225 berjudul “Pembawa Bendera Cita-cita Xaverius College Muntilan” antara lain menegaskan bahwa, ketika pecah revolusi, teman-teman ex Moentilanners, di tahun 1947 membentuk kelompok kecil dengan nama:  ”Pemuda Nusantara” di kota Gudeg Yogyakarta, dibagi dua kelompok. Kelompok yang berjuang di garis belakang dan kelompok yang berjuang di garis depan.

Kiri:Pater Adrianus Conterius SVD, Frans Seda dan Alex Rumambi.Kanan Pemuda Nusantara-Yogya- 1947. Dari teman seperjuangan Frans Seda dan Herman Fernandez ini yang gugur dalam pertempuran di Gombong tahun 1947 adalah: Duduk kiri Benny Rumayar, Kanan Wilyater Hutauruk. Berdiri kiri luar pakai kopiah adalah Herman Yoseph Fernandez. Berdiri ketiga dari kanan pakai kopiah adalah Alex Rumambi yang kena  tembak di punggung. Sumber foto : Frans Seda,  Ad Multos Annos,hal 17,Gramedia 1991.

Kelompok garis belakang, mengadakan siaran tetap di radio militer Yogya, membawakan lagu-lagu perjuangan, antara lain lagu-lagu ciptaan pemuda-pemuda ex Xaverius College Muntilan: Cornel Simanjuntak dan Liberty Manik. Tujuannya memberi semangat juang kepada mereka yang berada di garis depan. Di sore hari mereka  melanjutkan sekolah di SMA/AMKRI Yogya. Antara lain putra Muntilan, Biliarto,yang dikenal  sebagai Romo J .B. Mangun Wijaya dan Ali Said, yang kemudian menjadi Ketua  Mahkamah Agung RI. Kelompok yang masuk garis depan, diantaranya Ben Rumajar, Willy Hutauruk, Alex Rumambi, dan Herman  Fernandez.

Herman Fernandez dan Alex Rumambi kemudian bergabung dengan PERPIS dan ikut bertempur dalam Palagan Sidobunder 2 September 1947. Sebelumnya mereka mengikuti latihan militer di Wates dan latihan menembak di Pantai Brosot, Kulonprogo. Herman Yoseph Fernandez dalam Palagan Sidobunder dipercayakan mengoperasikan senjata mesin (juki) dan dengan menyandang pangkat Letnan. Herman  Yoseph Fernandez  terjun ke dalam Bara Api Revolusi.  ikut bertempur dalam pertempuran hidup mati di Sidobunder .

Sebelum gugur di eksekusi  Herman Yoseph Fernandez  menitipkan pesan khusus melalui temannya La Sinrang “Kalau nanti saya mati ditembak, tolong sampaikan salam saya untuk teman-teman dan tunangan saya di Asrama Katolik Magelang. Jangan takut mati. Mati ditembak lebih baik daripada mati konyol.“ Dan kepada Pengadilan Militer Belanda yang mengadilinya  Herman  Yoseph Fernandez tegas menyatakan, “Kami kenal dan kami pertahankan cuma satu, Negara Republik Indonesia. Herman Yoseph Fernandez akhirnya dieksekusi   mati ditembak oleh regu tembak Belanda dan gugur sebagai  sebagai  Kusuma Bangsa.

Frans Seda Perjuangkan Herman Fernandez Jadi Pahlawan

Sekembalinya ke tanah air  pada tahun 1957 setelah menyelesaikan studinya di Belanda, Frans Seda menggagas dua hal  untuk teman seperjuangannya Herman Yoseph Fernandez.  Pertama ia menggagas dan memperjuangkan  ke pihak pemerintah agar Herman Yoseph Fernandez menjadi Pahlawan. Kedua Frans Seda menggagas pembuatan patung Herman Yoseph Fernandez untuk di dirikan di kota Larantuka.

Dalam bukunya “Frans Seda Ad Multos Annos, 1991” hal 228, Frans Seda antara lain menegaskan  bahwa setelah dirinya tiba kembali di Tanah Air usai kuliah di Belanda  (1950-1956), ia  bersama beberapa teman eks Muntilan menghadap pemerintah, memperjuangkan agar Herman Fernandez  diakui dan ditetapkan sebagai Pahlawan. Dengan demikian, Frans Seda merupakan orang pertama yang berinisiatif sekaligus menggagas rencana dan mengajukan kepada Pemerintah   agar Herman Fernandez  bisa ditetapkan menjadi pahlawan.

Kemudian Frans Seda menggagas pembuatan sebuah patung bagi  kawannya Herman Yoseph Fernandez  untuk dibangun di Larantuka. Bersama kawan-kawan ex Muntilan mereka mulai menggalang dana untuk pembuatan patung Herman Yoseph Fernandez. Mereka antara lain Frans Seda, Anton Frederick, Laurens Say, Silvester Fernandez,  Sam Siregar, Alex Rumambi, L. Manik dan  WJP Simatupang.

Gagasan ini  diperkuat pada awal tahun 1987, saat Frans Seda dan kawan-kawan seperjuanganya era revolusi, menerima sepucuk surat dari Lurah Larantuka  Puvinus da Silva, dan dari Keluarga almarhum Herman Fernandez. Isinya permohonan agar perjuangan Herman Fernandez dilestarikan dalam wujud sebuah patung di Kota Larantuka. Surat itu langsung ditanggapi secara serius dan positif  oleh Frans Seda dan  kawan-kawan dengan mengumpulkan dana  dan menyumbangkan sebuah patung dari  Herman Fernandez. Gagasan pengadaan patung ini akhirnya mulai dirancang dan dibuat di Jakarta  oleh Manus Solapung.

Sesuai gagasan Frans Seda patung itu dibuat dengan latar belakang sejarah Pertempuram Sidobunder.  Patung itu menggambarkan  Herman Fernandez yang gagah, tinggi besar,  berdiri tegak dengan mata menatap tajam ke depan. Sepucuk senjata (bedil) disandang di belakangnya dan sepucuk lagi dipegang tangan kanannya di depannya. Tangan kirinya membopong sahabatnya Alex Rumambi yang dalam posisi membungkuk dengan kondisi sekarat akibat ditembak Belanda.

Patung tersebut tingginya sekitar 4 meter, beratnya 2,5 ton berdiri di atas kaki fundasi setinggi 3 meter. Patung  lalu dikirim ke Larantuka dengan Kapal Ratu Rosari” tanggal 22 Januari  1988, tiba di Larantuka tanggal 27 Januari 1988 langsung ditempatkan di lokasi  sesuai anjuran  Gubernur NTT Ben Mboi ( 1978-1988).Kini patung dimaksud sudah berdiri tegak di Larantuka, Flores. (Frans Seda Ad Multos Annos, 1991 hal 22).

Patung ini diresmikan oleh Menko Polkam Surono, hari Selasa 16 Februari 1988. Hadir  antara lain Menteri Transmigrasi Martono, sebagai bekas Komandan Tentara Pelajar,  dimana Herman Fernandez bergabung. Gubernur  NTT. Dr. Ben Mboi, Ketua DPRD NTT Fernandez, Bupati Flores Timur Simon Petrus Soliwoa, serta teman-teman seperjuangan Herman Fernandes seperti Dirjen Protokol dan Konsuler Deplu Alex Rumambi ,  Drs. Frans Seda , Sam Siregar, L. Manik, WJP Simatupang , Anton Frederick, Laurens Say dan Silvester Fernandez.

Rekan almarhum Herman Fernandez yang memprakarsai pembuatan monumen Perjuangan Herman Fernandez.Foto bersama di depan patung saat peresmian tanggal 15 Februari 1988 Dari kiri: Sam Siregar, Alex Rumambi, L. Manik, WJP Simatupang, Frans Seda, Anton Frederick, Laurens Say dan Silvester Fernandez. (Kompas/Ansel da Lopez)

Upacara peresmian patung Herman  Fernandez di Larantuka ini sebagai ungkapan rasa hormat dari rakyat dan masyarakat NTT bagi perjuangan dan pengorbanan putera daerah Pahlawan Bangsa Herman Yoseph Fernandez. Sekaligus turut melestarikan semangat dan nilai 45 dan kepahlawanan yang perlu dimiliki oleh setiap insan Indonesia di seluruh pelosok Tanah Air. Spirit ini pula yang memotivasi Frans Seda dan kawan-kawan seperjuangan Herman Fernandez untuk berpartisipasi dalam prakarsa pembuatan dan pendirian monumen kepahlawan kawannya  ini.

Kanan: Patung Herman Yoseph  Fernandez (tegak) dan Alex Rumambi  ( membungkuk)

Kiri : Drs. Frans Seda pada upacara peresmian patung Herman Fernandez, Selasa pagi,16 Februari 1988 di Kota Larantuka, Folres Timur(Kompas/Rudy Badil)

Kini patung tersebut berdiri tegak di Taman Kota Larantuka, Flores dan menjadi salah satu ikon Kota Renya Larantuka. Patung itu sekaligus melambangkan kesetiakawanan pada teman seperjuangan di medan pertempuran.

Dari seluruh sajian ini, kiranya cukup jelas  bobot pertemanan dan kedekatan  Frans Seda dengan Herman Yoseph Fernandez  yang terus terjalin dalam suka dan duka sejak,  sama-sama sekolah di Schakelschool di Ende, berangkat ke Jawa untuk Sekolah Guru di Muntilan , sama-sama terjun ke dalam bara api revolusi, hingga Herman Yoseph Fernandez gugur sebagai  Kusuma Bangsa.

Kedua tokoh pejuang bangsa yang telah berjasa bagi bangsa dan negaranya ini baik Drs.Frans Seda maupun Herman Yoseph Fernandez layak diperjuangkan untuk menjadi Pahlawan Nasional.***

Pustaka Pilihan:

  1. Sukarno di Pengasingan Ende 1934-1938 , Penerbit Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Direktorat jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2012.
  2. Frans Seda Ad Multos Annos 1991 hal 187-189.
  3. Frans Seda Simfoni Tanpa Henti, Ekonomi Politik Masyarakat Baru Indonesia, penerbit Grasindo, atas Kerjasama Yayasan Atmajaya dan Penerbit PT.Gramedia Widiasarana Indonesia,Jakarta,1991.
  4. Putra Nusa Bunga & Wastra NTT Mengenang Sosok Frans Seda, Penerbit Kompas,2022.
  5. Kunjungan dan catatan penelitian penulis ke kompleks SMA Pangudi Luhur Van Lith dan Museum Van Lith Muntilan 6 Oktober 2023.
  6. Franciscus Georgius Josephus van Lith Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
  7. Van Lith, Pejuang Pendidikan di Pulau Jawa Kompas.com – 18/07/2022, 10:00 WIB Penulis Verelladevanka Adryamarthanino | Editor Nibras Nada Nailufar.
  8. “150 tahun Romo van Lith: Dari Muntilan Merajut Indonesia.”, https://www.kompasiana.com/loma/552059fea33311414646ce48/150-tahun-romo-van-lith-dari-muntilan-merajut-indonesia“
  9. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Mohammad Wildan Franciscus Georgius Josephus van Lith, Pembuka Pendidikan Guru di Jawa.
  10. Tan Malaka, Dari Penjara ke Penjara Bagian Tiga, Teplok Press, Juli 2000. Salman Alfarizi,
  11. Hasan Kurniawan 07 Sept 2015 “Surat Wasiat Presiden Soekarno untuk Tan Malaka”. https://daerah.sindonews.com/berita/1041375/29/surat-wasiat-presiden-soekarno-untuk-tan-malaka Tan Malaka: Bapak Republik yang Dilupakan. Penerbit: TEMPO – KPG2010)
  12. Tribun-Timur.comdengan judul 12 Fakta Tentang Tan Malaka yang Jarang Diketahui Publik, No 9 Tak Disangka, https://makassar.tribunnews.com/2017/08/21/12-fakta-tentang-tan-malaka-yang-jarang-diketahui-publik-no-9-tak-disangka?page=2. Penulis: Jumadi Mappanganro | Editor: Jumadi Mappanganro
  13. Oppa Jappy, “ Batalion Paradja pada Serangan Umum Satu Maret” dari sumber Kompasiana 28 Februari 2022   15:07. (Kompasiana.com judul “Batalion Paradja pada Serangan Umum Satu Maret”,https://www.kompasiana.com/opajappy/621c82cf317949177e6072f5/batalion-paradja-pada-serangan-umum-satu-maret Kreator: Opa Jappy)
  14. Wirawan, A. A. B. 2012. “Pusaran Revolusi Indonesia di Sunda Kecil 1945-1950”. Denpasar: Udayana University Press.
  15. Ishak Rohi Lobo Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
  16. Brosur Herman Fernandez oleh Ansel da Lopez,1988.
  17. Thomas B.Ataladjar, Herman Yoseph Fernandez,Kusuma Bangsa Pembela Tanah Air,Layak Jadi Pahlawan Nasional,Penerbit Ikan Paus Jakata 2024.

======= )*Penulis adalah peneliti , penulis dan pemerhati sejarah,Tinggal di Bogor.

WartaNusantara

WartaNusantara

Related Posts

Basreng Seribu dan Rayuan Pagi
Feature

Basreng Seribu dan Rayuan Pagi

Basreng Seribu dan Rayuan Pagi Oleh : Rifai Mukin WARTA-NUSANTARA.COM-- Pagi itu, sinar mentari lembut menyapa halaman Sekolah Dasar Islam...

Read more
Gaspar Sio Apelaby : Pupuk Langka, Air Bersih Sulit, Petani Lembata Merana

Gaspar Sio Apelaby : Pupuk Langka, Air Bersih Sulit, Petani Lembata Merana

Orang Gerindra Buat Beda, (Catatan Liburan di NTT 23/4 – 8/5 2022)

𝑴𝑬𝑴𝑬𝑺𝑨𝑵 𝑲𝑬𝑴𝑨𝑻𝑰𝑨𝑵 (𝑺𝒊𝒑𝒓𝒊 𝑨𝒕𝒂 𝑾𝒂𝒕𝒐𝒓/𝑺𝑨𝑾)

Kemarau dan Kehidupan di Tanah Tandus Ile Boleng

Kemarau dan Kehidupan di Tanah Tandus Ile Boleng

Fahmi, Si Jembatan Itu

Fahmi, Si Jembatan Itu

Palagan Sidobunder Medan Perjuangan Herman Fernandez

Nama Herman Fernandez Terukir Abadi Di Nusa Bunga dan Bumi Lamaholot

Load More
Next Post
Gubernur NTT  Hadiri Pelepasan Tim Ekspedisi Rupiah Berdaulat

Gubernur NTT Hadiri Pelepasan Tim Ekspedisi Rupiah Berdaulat

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ads

Tag

mostbet mostbet UZ Sastra
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Polkam
  • Internasional
  • National

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In