• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak
Selasa, Oktober 14, 2025
No Result
View All Result
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Feature

Kerinduan Seorang Narapidana

by WartaNusantara
April 20, 2020
in Feature
0
0
SHARES
199
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Sebuah jubin lantai rumahku terpecah. Terlihat, seekor jangkrik keluar dari retakan jubin sambil mengibas sayap, pratanda ada kebebasan baru yang dialami. Langit kota Tangerang-Banten semakin cerah. Sinar mentari pagi perlahan menyusup menembusi dedauan yang masih melekat rapih di pohonnya.

Kecerahan langit tak secerah langit jiwa sang kelana yang kini mendekap di hotel prodeo. Langkahku semakin merapat pada pintu besi di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang. Deru mesing-mesin kota dan semburan asap dari knalpot, sepertinya tidak mengganggu kehidupan mereka yang sangat terbatas. Kerinduan untuk bebas selalu menggema setiap saat tetapi itu hanya kerinduan.

Waktulah yang menentukan dan memungkinkannya untuk keluar dari arena tak bebas itu. Di depan pintu besi Lapas yang sulit didobrak itu, saya menitipkan HP, KTP dan tas ranselku juga digeledah.

Di ruang itu saya menyuruh petugas Lapas untuk memanggil Didik,(bukan nama sebenarnya) dan beberapa rekannya untuk kami ngobrol bersama di ruang tunggu.

Cukup lama saya menunggu dan tiba-tiba ia dan beberapa temannya yang Katolik datang dari arah kapel. Di tangan Didik, tergenggam Injil dan didahinya diberi tanda salib dengan abu. Ketika masuk di ruangan, beberapa temannya menanyakan soal arti pemberian diri dengan abu didahi.

RelatedPosts

Ada Cinta Di Ujung Wade, Lebatukan

Ada Cinta Di Ujung Wade, Lebatukan

𝑺𝑬𝑳𝑨𝑳𝑼 𝑱𝑨𝑫𝑰 ‘𝑹𝑼𝑴𝑨𝑯’ (𝑴𝒂𝒎𝒂 𝑲𝒂𝒕𝒂𝒓𝒊𝒏𝒂 𝑻𝒖𝒕𝒐 𝑻𝒐𝒍𝒐𝒌)

𝑺𝑬𝑳𝑨𝑳𝑼 𝑱𝑨𝑫𝑰 ‘𝑹𝑼𝑴𝑨𝑯’ (𝑴𝒂𝒎𝒂 𝑲𝒂𝒕𝒂𝒓𝒊𝒏𝒂 𝑻𝒖𝒕𝒐 𝑻𝒐𝒍𝒐𝒌)

Load More

Dengan penuh keyakinan, Didik menjelaskan pada teman-teman narapidana yang muslim,bahwa tanda abu yang dikenakan pada dahi mengingatkan kita sebagai manusia lemah yang diciptakan dari tanah, suatu saat akan kembali ke tanah.

Mendengar penjelasan itu, saya hanya manggut sebagai cara untuk mengapresiasi terhadap apa yang dikatakan sebagai kebenaran dari ajaran yang diterimanya. Ruang tunggu itu tak beda jauh dengan “romantic room.”

Semua nara pidana yang saya jumpai sedang memeluk isteri atau anaknya dengan penuh kasih sayang. Kerinduan itu tersembul dari sorotan mata yang tak bisa menipu realita. Sambil menikmati coca-cola, saya mengobrol bersama beberapa napi yang katolik. Ketika saya tanya, apakah banyak napi katolik?Dengan penuh kepastian, ia menjawab, sekitar 30-an orang napi katolik.

Mereka masuk atau dipaksa masuk ke situ dengan beragam masalah. Ada yang dihukum karena melakukan tindakan kriminal, ada yang terjerat masalah narkoba dan banyak lagi kasus yang menimpah mereka yang pada akhirnya menyeret mereka ke Lembaga Pemasyarakatan itu. Socrates pernah berujar, “apabila banyak sekolah didirikan maka suatu saat, penjara-penjara bisa ditutup.”

Ungkapan Socrates ini membahasakan bahwa keberadaan sekolah menjadi jaminan bahwa pola perilaku manusia bisa tertata rapih dan kejahatan perlahan lenyap dari bumiini. Tetapi apa realita yang muncul saat ini? Pendirian sekolah hampir bersamaan dengan pendirian penjara atau sekarang disebut sebagai Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Di depan papan pengumuman itu aku melihat data-data terutama jumlah orang yang ada dalam penjara sekitar 1000 lebih orang. Ini belum terhitung dengan jumlah nara pidana di Lapas wanita dan anak-anak. Sebuah angka yang menggila dan fantastis. Tetapi apakah mereka adalah orang-orang terbuang dari pergaulan umum karena ulah tingkah dan salah mereka?

Melihat jumlah napi yang semakin menanjak, menjadi sebuah sindiran bagi lembaga keluarga, sekolah dan agama yang selalu mendengungkan moralitas dan nilai cinta kasih.

Masing-masing institusi mempertanyakan diri. Seberapa jauh nilai cinta kasih dan moralitas ditanamkan dalam diri anak-anaknya? Dalam rentang waktu yang tidak mengenal titik habis, kita terus bertanya, mengapa mereka terhempas dan dihempas dalam penjara? Sampai kapan mereka mengalami pertobatan yang berarti? Inilah pertanyaan yang sederhana terus menggeliat dalam lika-liku waktu.

Didik, walau dianggap sebagai pembunuh kelas kakap, tetapi beberapa tahun terakhir menunjukkan diri ke arah perubahan yang lebih baik. Menurut penuturannya dengan saya, dengan berbekal pengalaman yang tidak bebas di Lapas, ia selalu menasihati keluarganya agar menghindari hal-hal yang bersentuhan dengan tindakan kriminal.

Pengalaman di Lapas adalah pengalaman yang tidak mengenakkan dan ruang gerak kebebasan selalu dipantau. Apa yang harus dilakukan sebagai upaya dalam mengatasi pelbagai persoalan? Baginya,hanya satu cara yang ditempuh yaitu mengikuti proses hukum dan menjalaninya secara normatif.

Cara ini memperlihatkan sebuah upaya untuk bersahabat dengan keputusan hakim yang telah mengetuk palu. Menghitung hari-hari hidup dibalik jeruji adalah menghitung sebuah kesia-siaan. Mengapa kesia-siaan? Karena setelah menghitung, berapa lama lagi saya mendekap dalam penjara, saya tetap menjalani hidup sebagai napi dan masih menunggu waktu untuk suatu saat keluar dari penjara.

Memang, penjara (Lapas) hanya memenjarakan saya secara fisik tetapi kerinduan saya tak bisa terpenjara. Kebanyakan napi hidup dalam kerinduan, rindu untuk pulang rumah, untuk ada bersama dengan anggota keluarga. Semangat dan kerinduan menjadi spirit yang menggerakkan kesadaran mereka untuk bertahan dalam penjara.

Tanpa harapan dan kerinduan maka pupus sudah makna hidup yang dijalaninya. Memang penjara, di mata kebanyakan orang adalah tempat pembuangan bagi mereka yang menyalahi aturan normatif. Namun penjara juga dilihat sebagai wadah yang membentuk atau mendaur kembali kehidupan orang-orang yang sudah jauh dari sentuhan moralitas.

Di ujung pertemuan itu, Didik semakin menguatkan diri dengan melihat figur Paulus,yang dulu dikenal sebagai penjahat dan membunuh orang-orang yang menamakan diri sebagai pengikut Yesus, tetapi setelah mengalami pertobatan, ia menjadi rasul terbesar dalam Gereja Katolik. Ia tidak hanya mewartakan Yesus di kalangan orang Yahudi tetapi melampaui kelompoknya sendiri.

Penjara (Lapas) bisa dikatakan sebagai tempat untuk memurnikan kembali nurani agar setelahnya para mantan napi dapat bertindak secara baik. Seperti emas yang disepuh dalam tanur api, di sanalah kita temukan kemurnian emasnya. Demikian juga penjara, telah menyepuh para napi dalam tanur peradaban agar kelak, para mantan napi menjadi manusia yang utuh kembali.***(Valery Kopong).

WartaNusantara

WartaNusantara

Related Posts

Ada Cinta Di Ujung Wade, Lebatukan
Feature

Ada Cinta Di Ujung Wade, Lebatukan

Ada Cinta Di Ujung Wade, Lebatukan Umat di Dusun Wade foto bersama didepan bangunan darurat Kapela St Paulus Wade/Dok Alex...

Read more
𝑺𝑬𝑳𝑨𝑳𝑼 𝑱𝑨𝑫𝑰 ‘𝑹𝑼𝑴𝑨𝑯’ (𝑴𝒂𝒎𝒂 𝑲𝒂𝒕𝒂𝒓𝒊𝒏𝒂 𝑻𝒖𝒕𝒐 𝑻𝒐𝒍𝒐𝒌)

𝑺𝑬𝑳𝑨𝑳𝑼 𝑱𝑨𝑫𝑰 ‘𝑹𝑼𝑴𝑨𝑯’ (𝑴𝒂𝒎𝒂 𝑲𝒂𝒕𝒂𝒓𝒊𝒏𝒂 𝑻𝒖𝒕𝒐 𝑻𝒐𝒍𝒐𝒌)

Ziarah Paripurna Jurnalis dari Lereng Labalekan

SVD dengan Karya-karya yang Nyata

Ziarah Paripurna Jurnalis dari Lereng Labalekan

Ziarah Paripurna Jurnalis dari Lereng Labalekan

Urat Nadi Pariwisata Lembata : Tersumbat di Tengah Janji Pembangunan

Urat Nadi Pariwisata Lembata : Tersumbat di Tengah Janji Pembangunan

Amye Un Siap Bertarung jadi Walikota Darwin, 23 Agustus

Amye Un, Perempuan yang Dekat dengan Orang Jalanan di Darwin

Load More
Next Post

Soal Masker untuk Warga, Pemdes Harus Berdayakan Penjahit di Desa

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ads

Tag

mostbet mostbet UZ Sastra
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Polkam
  • Internasional
  • National

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In