ADVERTISEMENT
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak
Jumat, Agustus 1, 2025
No Result
View All Result
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Uncategorized

KONSEP KAUSALITAS PERSPEKTIF DAVID HUME

by WartaNusantara
Juni 30, 2022
in Uncategorized
0
KONSEP KAUSALITAS PERSPEKTIF DAVID HUME
0
SHARES
339
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh : Hendrikus Nabu

Mahasiswa Program Studi Ilmu Filsafat, Fakultas Filsafat Unwira Kupang

ABSTRAK

WARTA-NUSANTARA.COM-Dalam khazanah filsafat dan teologi, teori kausalitas (causal relationship) merupakan isu yang fundamental. Prinsip teori ini menegaskan bahwa setiap peristiwa harus mempunyai sebab, dan setiap sebab niscaya melahirkan akibat alaminya. Hukum sebab-akibat merupakan eksistensi yang signifikan. Teori kausalitas atau sebab-akibat bahkan sangat penting pada tataran rekonstruksi ilmu pengetahuan. Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, tokoh empirisme David Hume  dari golongan filosof Barat menekankan bahwa pengalaman lebih memberi keyakinan daripada kesimpulan logika an sich atas keniscayaan sebab-akibat. Hume berpendapat bahwa proses kausalitas adalah proses hubungan dan saling berurutan yang secara konstan terjadi. Hume yang menganut paham empirisme bersikeras dalam mereduksi pengetahuan berdasarkan data-data yang dapat ditangkap panca indera. Namun di sisi lain, sikap skeptis Hume membawa pengaruh pada merosotnya paham deisisme dengan cepat pada pertengahan tahun 1770-an. Dalam tahap ini, peneliti menjelaskan cara pandang Hume atas hukum kausalitas dan pengetahuan, sehingga penelitian ini memiliki rasionalitas atas pengembangan penelitian-penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini, penulis berupaya mengikuti jalan pikiran sang filsuf, sehingga menjamin validitas dari penelitian ini, sesuai dengan kerangka berpikir filosofis yang digunakan sang filsuf. Metode yang dibunakan penulis ialah: Interpretasi, holistika, hipotesis. Pandangan david hume tentang kausalitas turut menginspirasi peneliti untuk berefleksi secara tepat. Beberapa konsep yang digunakan empirisme di antaranya bahwa segala pengetahuan bersumber dari panca indera dan pengamatan. Hukum sebab-akibat bukanlah proses abstraksi faktor penyebab dan dampak. Teori Epistemologi Hume merupakan pemikir yang menolak bahwa sumber pengetahuan ada dua. Ia meyakini bahwa sumber pengetahuan hanya ada satu yaitu persepsi dari indra. Penolakan bagi kaum rasionalis dilakukan Hume terhadap gagasan mengenai ide bawaan. Ia memberikan penolakan dengan mengemukakan pandangan mengenai persepsi berbentukk kesan dan ide. Hume menolak gagasan rasionalisme yang menyatakan bahwa pemahaman terhadap dunia dilakukan dengan hubungan interrelasi yang berlandaskan ontologi ide bawaan. Di sisi lain, Hume menolak pandangan tokoh empirisme lain, yaitu John Locke dan George Berkeley. Pandangan yang ditolaknya adalah mengenai adanya keterbatasan metode empiris. Penolakan ini dilakukan dengan memberikan gagasan bahwa hakikat manusia menjadi dasar bagi semua ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tentang manusia hanya dapat dipahami melalui metode-metode ilmu pengetahuana alam. Pendapatnya ini didasarkan kepada kenyataan mengenai keberhasilan ilmu-ilmu alam dalam pengetahuan tentang manusia. Hume menolak gagasan mengenai sumber pengetahuan yang dikemukakan oleh Plato dan René Descartes. Ia menyatakan bahwa pemahaman dunia metafisika melalui rasio yang dikemukakan oleh Plato merupakan suatu bentuk ilusi dan kebohongan.

Kata kunci: kausalitas, empirisme, epistemologi, metode induk

RelatedPosts

Jelang HUT ke-80 RI, Pemkab Malaka Gelar Berbagai Perlombaan

Jelang HUT ke-80 RI, Pemkab Malaka Gelar Berbagai Perlombaan

Bupati Lembata Sambut Hangat Kepulangan Meisya, Petugas LPSK Kawal Ketat 

Bupati Lembata Sambut Hangat Kepulangan Meisya, Petugas LPSK Kawal Ketat 

Load More

PENDAHULUAN

Dalam khazanah filsafat dan teologi, teori kausalitas (causal relationship) merupakan isu yang fundamental. Prinsip teori ini menegaskan bahwa setiap peristiwa harus mempunyai sebab, dan setiap sebab niscaya melahirkan akibat alaminya. Kajian filosofis tentang proses penyebaban (causation) ini sudah menyibukkan para filosof awal Yunani untuk mengetahui apa dan bagaimana alam berasal. Begitu juga kaum teolog bahkan menjadikan logika sebab akibat sebagai basis rasional (relation principles) untuk menopang keberadaan Tuhan. Hal itu dapat dilihat dari argumentasi-argumentasi adanya Tuhan yang mereka kembangkan dalam berbagai perspektif.       Pada kenyataan ini tataran kausalitas atau hukum sebab-akibat menjadi sebuah keniscayaan. Sebagai diskursus yang mendominasi proses lahirnya sesuatu, kausalitas menjadi

referensi atas terjadinya segala hal yang bersifat empiris, normatif, dan objektif. Sebab sebagai materi yang mempengaruhi atas terjadinya suatu peristiwa, sedangkan akibat sebagai dampak yang terjadi karena ada faktor yang mempengaruhinya. Teori kausalitas inilah yang menjadi pondasi atas perkembangan ilmu pengetahuan klasik masa Yunani hingga modern.

       Hukum sebab-akibat merupakan eksistensi yang signifikan. Dalam dunia medis misalnya, penggunaan obat mesti berasaskan prinsip-prinsip kausalitas. Sebuah obat dianggap harus memiliki kadar kepastian tertentu sebagai sebab-akibat sembuhnya suatu penyakit. Jika hal tersebut tidak berlaku, maka dapat dibayangkan proses kehidupan manusia berada pada titik krisis. Seorang dokter dapat berspekulasi bahwa penyakit yang diderita pasien adalah berdasarkan gejala-gejala yang menjangkiti kondisi pasien, sehingga dokter melakukan penyelidikan atas penyakit tersebut secara ilmiah. Dokter akan memberikan penanganan intensif atas kondisi pasien yang lemah dan memberikan pelayanan pemeriksaan rutin dan memberikan resep obat agar pasien penyandang penyakit dapat segera sembuh. Kronologi peristiwa demikian tidak dapat lepas dari hukum sebab-akibat dan masih banyak lagi konsep tersebut dalam kehidupan seharihari.

       Teori kausalitas atau sebab-akibat bahkan sangat penting pada tataran rekonstruksi ilmu pengetahuan. Asumsinya menjadi pondasi epistemologis bagi progresifitas sains dan teknologi yang dikembangkan manusia. Sebagaimana menurut Barbour, pengetahuan adalah suatu yang bertumpu pada dunia observasi dan eksperimentasi. Proses tersebut berlangsung berdasarkan melalui kegiatan pengamatan saat menyusun hipotesis yang kemudian diikuti percobaanpercobaan empirik yang kemudian menjadi dasar perumusan dan penentuan suatu teori dari sisi keilmuan hukum (scientific law).         Uraian pernyataan yang disampaikan Barbour demikian mereduksi sebuah pertanyaan, apakah hukum sebab-akibat adalah sebuah keniscayaan dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan dan alam? Jika sebagai keniscayaan, apakah seluruh fakta yang muncul dalam sebuah peristiwa alam sebagai

bentuk pengaruh atas hukum sebab-akibat? Dan bagaimana menyimpulkan hukum sebab-akibat dalam kehidupan nyata? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi titik tumpu penyelidikan kebenaran alam. Hakikat keberadaan alam seolah tidak lepas dari filsafat eksistensialisme yang lahir dari hukum sebab-akibat segala peristiwa yang berproses pada alam tersebut.

       Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, tokoh empirisme David Hume (1711-1776) dari golongan filosof Barat menekankan bahwa pengalaman lebih memberi keyakinan daripada kesimpulan logika an sich atas keniscayaan sebab-akibat. Hume berpendapat bahwa proses kausalitas adalah proses hubungan dan saling berurutan yang secara konstan terjadi. Misalnya api yang menyebabkan air mendidih, sebenarnya dalam hal tersebut tidak dapat mengamati “potensiaktif” yang menjadi sebab air mendidih. Potensi aktif atau yang disebut “relasi kausalitas” adalah hal yang tak dapat diamati oleh mata saat berada dalam “air” yang dimasak. Dengan demikian, fenomena kausalitas hakikatnya tidak dapat digunakan untuk menjustifikasi peristiwa yang akan datang berdasarkan peristiwa yang telah terjadi. Relasi fenomena ini adalah sebuah peristiwa sesudahnya bukan karenanya (post hoc non propter hoc). 

      Hume mendapat kritikan atas sifat skeptis dan memandang konsep kausalitas. Bagi Hume, adanya peristiwa yang terjadi bukanlah dari tataran kausalitas, melainkan kausalitas yang berutan secara konstan. Namun beberapa filosof mengapresiasi konsep yang ditawarkan Hume seperti Kant (1724-1804). Meski demikian, Hume dan konsep yang ditawarkan berkontribusi penuh atas perkembangan ilmu pengetahuan. Hume yang menganut paham empirisme bersikeras dalam mereduksi pengetahuan berdasarkan data-data yang dapat ditangkap panca indera.  Namun di sisi lain, sikap skeptis Hume membawa pengaruh pada merosotnya paham deisisme dengan cepat pada pertengahan tahun 1770-an.

       Dalam tahap ini, peneliti menjelaskan cara pandang Hume atas hukum kausalitas dan pengetahuan, sehingga penelitian ini memiliki rasionalitas atas pengembangan penelitian-penelitian sebelumnya.

BIOGRAFI DAVID HUME

      David Hume lahir di Edinburgh Skotlandia pada 25 April 1711 M. Ayahnya memiliki sebuah perkebunan kecil dekat Berwick, dan meninggal ketika Hume berusia dua tahun. Ibunya berasal dari keluarga hakim yang sangat cerdas dan mandiri. Setelah kematian suaminya, ia mendedikasikan hidup pada pendidikan serta pengasuhan tiga orang anaknya termasuk Hume. Hume didorong untuk mempelajari hukum. Saat berusia dua belas tahun, dia diterima di Universitas Edinburgh. Namun, kemudian dia meninggalkan universitas tanpa mendapatkan gelar untuk memutuskan meneruskan belajar sendiri di rumah. Hume menyatakan bahwa dia hanya memiliki minat kepada pencarian filsafat dan pendidikan umum. Pada tahun 1744 setelah gagal terpilih untuk menjadi Guru Besar di Edinburgh dan Glasgow, Hume akhirnya menjadi tutor pada Marquis muda dari Arrandale yang sakit ingatan. Sesudah itu, Hume kemudian diangkat menjadi sekretaris untuk misi diplomatik jenderal St Clair yang ia temani selama eksploitasi militer di luar negeri. Pada tahun 1763 Hume pergi ke Paris untuk menjadi sekretaris pada kedutaan Perancis. Saat itu dia telah menjadi penulis yang mapan karena rangkaian buku dan pamfletnya tentang masalah politik, moral, keagamaan, dan filsafat. Namun, setelah tiga tahun tinggal di Perancis, Hume kembali lagi ke Inggris dengan ditemani sahabatnya Jean Jacques Rousseau (1712-1778 M). Pada tahun 1769 Hume pulang ke kampung halamannya di Edinburgh dan membangun rumah di sana (New Town). Di sinilah Hume kemudian menikmati refleksi filsafatnya. Namun, setelah dua tahun sakit, orang paling jenius menurut Collinson’s itu akhimya meninggal di tahun 1776.        Hume merupakan filsuf besar pertama dari era modern yang membuat filosofi naturalistis. Filosofi ini sebagian mengandung penolakan atas prevalensi dalam konsepsi dari pikiran manusia merupakan miniatur dari kesadaran suci; sebuah pernyataan Edward Craig yang dimasukan dalam doktrin ‘Image of God’. Doktrin ini diasosiasikan dengan kepercayaan dalam kekuatan akal manusia dan penglihatan dalam realitas, di mana kekuatan yang berisi seritikasi Tuhan. Skeptisme Hume datang dari penolakannya atas ideal di dalam. Hume termasuk salah satu

filsuf ilmu pengetahuan. Ia menjadi salah satu pemikir yang menyelidiki cara untuk mengetahui kebenaran dan mengetahui kenyataan. Gagasan empirisme Hume yang berpengaruh adalah mengenai pernyataannya bahwa gagasan yang sederhana merupakan salinan dari sensai yang sederhana. Sementara gagasan yang kompleks dibentuk oleh sensasi yang juga kompleks. Pada abad ke-19 dan abad ke-20, pemikiran Hume ini memberikan pengaruh yang besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan

KARYA DAVID HUME

    1. A Treatise of Human Nature

         A Treatise of Human Nature merupakan karya tulis dari Hume yang terpenting dan utama. Buku ini diterbitkan secara lengkap pada tahun 1740. Buku ini selesai ditulisnya sebelum mencapai usia 26 tahun. A Treatise of Human Nature terbagi menjadi tiga volume. Volume pertama dan volume kedua diterbitkan pada tahun 1738 secara anonim. Sementara volume ketiga diterbitkan pada tahun 1940. Buku ini secara khusus membahas tentang epistemologi. Konten buku dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama membahas permasalahan epistemologi. Bagian kedua membahas tentang permasalahan emosi. Bagian ketiga membahas tentang prinsip-prinsip moral. Dalam buku ini, Hume juga mempertanyakan tentang persoalan-persoalan yang telah dibahas oleh para tokoh pendukung empirisme yang lainnya. Pertanyaannya dibagi menjadi dua, yaitu cara mengetahui sesuatu dan sumber dari ilmu pengetahuan.

2.  An Inquiry Concerning Human Understanding dan An Inquiry into the Principles of Moral         An Inquiry Concerning Human Understanding merupakan hasil revisi  kesimpulan dari A Treatise of Human Nature.

Perombakan yang dilakukan oleh Hume adalah modifikasi dan penghilangan kesimpulan dari A Treatise of Human Nature. Hasil perombakan ini diterbitkan pada tahun 1748 dan mendapat kepopuleran. An Inquiry Concerning Human Understanding merupakan pemicu bagi Immanuel Kant dalam mengevaluasi dogma-dogma yang diyakininya. Sedangkan An Inquiry into the Principles of Moral merupakan hasil perombakan volume kedua dari A Treatise of Human Nature. Hasil perombakan ini diterbitkan pada tahun 1752.

      3. Teori Empirisisme

       Empirisme merupakan paham filsafat yang menekankan peran pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta menafikan peran akal. Istilah empirisme lahir dari bahasa Yunani “empeiria” yang memiliki arti coba-coba atau pengalaman. Sebagai salah satu paham filsafat, empirisme berlawanan dengan konsep yang ditawarkan rasionalisme. Empirisme, dalam tradisi pengetahuan yang dibangunnya bahwa pengetahuan kebenaran yang sempurna tidak akan diperoleh melalui akal, namun dapat diperoleh melalui panca indera manusia yang meliputi mata, telinga, lidah, kulit, dan hidung. Dengan istilah lain kebenaran yang hakiki adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia. Empirisme awalnya diperkenalkan oleh Francis Bacon (1561-1626) yang menyatakan bahwa filsafat modern adalah disiplin ilmu yang melakukan penolakan terhadap filsafat metafisika. Filsafat empirisme diklaim sebagai kebenaran yang paling terpercaya. Kemudian setelah era Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), dan George Berkeley (1685-1753), empirisme mencapai puncaknya pada era David Hume yang dianggap sebagai pemikirpertama positivisme, karena dia menyangkal segala sesuatu yang melebihi fasilitas murni. Dalam teorinya, David Hume membantah asumsi rasionalisme yang menyatakan bahwa ada ideologi dan prinsip yang kita ketahui dari pikiran yang terpisah dari semua pengalaman. Menurut Hume, isi kesadaran berasal dari pengalaman inderawi. Hume menolak adanya kebenaran yang mutlak dan pasti.

        Empirisme menawarkan logika saintifik dalam proses lahirnya ilmu pengetahuan. Beberapa konsep yang digunakan empirisme di antaranya bahwa segala pengetahuan bersumber dari panca indera dan pengamatan. Segala hal yang diketahui pada akhirnya berasal dari inderawi. Semua pengetahuan turun secara sistematis atau tidak dari data-data empiris yang didapat secara inderawi, semisal sesuatu yang dapat dilihat mata, diraba oleh kulit, dicium oleh hidung, dirasa oleh mulut, dan didengar oleh telinga. Namun paham empirisme memberikan ruang untuk kebenaran yang sifatnya defisional maupun matematika. Hukum sebab-akibat bukanlah proses abstraksi faktor penyebab dan dampak. Hukum ini direduksi atas proses keterurutan yang sifatnya stagnan seperti yang dicontohkan dalam api yang mendidih karena adanya potensi aktif yang tidak dapat diterima oleh panca indera.

      4. Teori Epistemologi         Hume merupakan pemikir yang menolak bahwa sumber pengetahuan ada dua. Ia meyakini bahwa sumber pengetahuan hanya ada satu yaitu persepsi dari indra.  Penetepan tunggal untuk sumber ilmu pengetahuan ini merupakan bentuk penolakan terhadap pendukung empirisme maupun rasionalisme yang meyakini tidak tunggalnya sumber pengetahuan.  Penolakan bagi kaum rasionalis dilakukan Hume terhadap gagasan mengenai ide bawaan. Ia memberikan penolakan dengan mengemukakan pandangan mengenai persepsi berbentukk kesan dan ide. Hume menolak gagasan rasionalisme yang menyatakan bahwa pemahaman terhadap dunia dilakukan dengan hubungan interrelasi yang berlandaskan ontologi ide bawaan. Di sisi lain, Hume menolak pandangan tokoh empirisme lain, yaitu John Locke dan George Berkeley. Pandangan yang ditolaknya adalah mengenai adanya keterbatasan metode empiris. Penolakan ini dilakukan dengan memberikan gagasan bahwa hakikat manusia menjadi dasar bagi semua ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tentang manusia hanya dapat dipahami melalui metode-metode ilmu pengetahuana alam. Pendapatnya ini didasarkan kepada

kenyataan mengenai keberhasilan ilmu-ilmu alam dalam pengetahuan tentang manusia.

        Hume menolak gagasan mengenai sumber pengetahuan yang dikemukakan oleh Plato dan René Descartes. Ia menyatakan bahwa pemahamandunia metafisika melalui rasio yang dikemukakan oleh Plato merupakan suatu bentuk ilusi dan kebohongan. Pernyataan ini didasari oleh keyakinannya bahwa kenyataan tidak akan dapat dipahami sepenuhnya. Hume meyakini bahwa gagasan-gagasan yang diperoleh tidak berkaitan dengan pemikiran, penalaran maupun pengingatan. Gagasan-gagasan ini bagi Hume merupakan hasil dari kesan-kesan yang melalui pengalaman indrawi. Hume mengemukakan bahwa pengetahuan apapun tidak dimiliki oleh manusia ketika ia baru saja lahir. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia berasal dari pengamatan. Pengamatan ini menghasilkan kesan dan pengertian. Kesan dihasilkan sebagai hasil langsung dari pengamatan yang disertai dengan pengalaman. Sedangkan pengertian merupakan hasil pengamatan yang diberikan perenungan berdasarkan kesan-kesan yang disertai pengalaman.

         Hume membagi persepsi menjadi dua, yaitu kesan-kesan dan ide-ide. Menurutnya, kesan-kesan merupakan persepsi yang melalui akal dan budi. Sifat dari kesan-kesan adalah hidup dan kuat. Sedangkan ide-ide menurutnya merupakan gambaran yang belum jelas dari kesan-kesan dan tersimpan di dalam pemikiran.  Hume membedakan kesan menjadi kesan tunggal dan kesan majemuk, dan membedakan pula ide menjadi ide tunggal dan ide majemuk. Kesan tunggal dan kesan majemuk saling berkaitan satu sama lain. Begitu pula dengan ide tunggal dan ide majemuk. Setiap jenis persepsi menghasilkan kesan yang kemudian menghasilkan ide.

 5.        Metode Induksi        Pada zamannya, David Hume mengajukan sebuah pernyataan yang membuat para filsuf yang semasa dengannya

menjadi kebingungan. Hume menyatakan bahwa secara logis suatu pernyataan umum yang tak terbatas tidak dapat dihasilkan melalui pengamatan tunggal meskipun dalam jumlah pengamatan yang sangat banyak.

FILSUF YANG MEMPENGARUHI

        1. John Locke

        John Locke seorang Filsuf dari Inggris di anggap sebagai pendiri empirisme yang yakin bahwa kita belajar tentang dunia hanya dari pengalaman indra, bukan dari kemampuan lahiriah yang menyebabkan kita melihat ide yang jelas dan terbedakan hanya dengan rasio. John Locke (1632-1704 M) adalah putra pengacara yang berjuang dengan kekuatan parlementer dalam perang saudara di Inggris. Karya Locke An Essay Concerning Understanding di terbitkan tahun 1690, walau ia sudah mengerjakannya sejak tahun 1671. Buku ini berpengaruh luas terhadap filsafat dan sains, dan menjadi bacaan wajib kaum intelektual abad ke-18.

       Descartes mempertanyakan paham para skolastisi tentang dunia dan membuka persoalan mengenai keterbatasan pengetahuan manusia. Locke berusaha menerapkan perasaan keterbatasan Abad Pertengahan dengan mengakui bahwa ada batas bagi rasio dan pemahaman manusia. Kita harus rendah hati menghadapi alam semesta yang mengagumkan.

        2. George Berkeley

       George Berkeley (12 Maret 1685 – 14 Januari 1753) adalah seorang filsuf Irlandia yang juga menjabat sebagai uskup di Gereja Anglikan. Bersama John Locke dan David Hume, ia tergolong sebagai filsuf empiris Inggris yang terkenal. Ia dilahirkan pada tahun 1685 dan meninggal pada tahun 1753. Berkeley mengembangkan suatu pandangan tentang pengenalan visual tentang jarak dan ruang. Selain itu, ia juga mengembangkan sistem metafisik yang serupa dengan idealisme untuk melawan pandangan skeptisisme.

       Inti pandangan filsafat Berkeley adalah tentang “pengenalan”. Menurut Berkeley, pengamatan terjadi bukan karena hubungan antara subjek yang mengamati dan objek yang diamati. Pengamatan justru terjadi karena hubungan pengamatan antara pengamatan indra yang satu dengan pengamatan indra yang lain. Misalnya, jika seseorang mengamati meja, hal itu dimungkinkan karena ada hubungan antara indra pelihat dan indra peraba.  Indra penglihatan hanya mampu menunjukkan ada warna meja, sedangkan bentuk meja didapat dari indra peraba.  Kedua indra tersebut juga tidak menunjukkan jarak antara meja dengan orang itu, sebab yang memungkinkan pengenalan jarak adalah indra lain dan juga pengalaman.   Dengan demikian, Berkeley mengatakan bahwa pengenalan hanya mungkin terhadap sesuatu yang konkret.

  KAUSALITAS MENURUT PANDANGAN DAVID HUME

        Apa yang menyebabkan bumi ini berputar? Bintang bersinar? Dua pertanyaan ini membutuhkan jawaban secara fakta. Fakta bumi berputar dan bintang bersinar adalah fakta alam. Fakta-fakta demikian harus dijawab secara ilmiah menurut paham empirisme, termasuk Hume. Dalam hal ini umumnya problematika kausal sangat erat kaitannya dengan persoalan fakta. Jika kita memperhatikan tentang apa yang menjadi sebab-akibat, maka persoalan krusial yang harus dijawab adalah apakah hukum sebab-akibat sebuah keniscayaan? Fenomena hubungan sebab-akibat adalah fenomena yang sangat penting bagi pemikiran manusia mengenai fakta. Jika hubungan kausal tersebut memainkan peran yang sangat dominan bagi kehidupan kita misalnya teologi, filsafat, pengetahuan, dan moral, maka menurut Hume sebenarnya kita harus mengajukan beberapa pertanyaan, bukan malah menganggap telah memahaminya.          Pada konteks melihat fenomena kausalitas, Hume mengajukan pertanyaan yang sangat umum yakni kesan apa yang memunculkan gagasan tentang adanya sebab (cause) Terhadap pertanyaan ini, Hume menggunakan prinsip empirisme skeptis yang telah dia rintis. Prinsipnya, jika tiada kesan yang muncul, maka tiada gagasan yang didapat, dan jika tiada gagasan maka perihal demikian tidak layak disebut pengetahuan. Dengan kata lain, jika tidak ada kesan maka gagasan menjadi tidak bermakna.

Lewat penerapan prinsip empirisme, Hume kemudian mengajukan pertanyaan yang kelihatannya sederhana tetapi fundamental. Kesan apa jika ada yang memunculkan gagasan adanya sebab (catrse)? Bagi Hume, yang pertama adalah bahwa gagasan kausalitas (sebab-akibat) harus muncul dalam pikiran dari bagaimana cara suatu objek saling berkaitan. 

          Kedekatan, konjungsi, dan keterkaitan gagasan kausalitas sehari-hari menurut Hume muncul dari kesan (impression) kita atas hubungan antara dua objek, yaitu: Pertama, karena “hubungan kedekatan” atau kontak menjelaskan kita biasanya mempertimbangkan bahwa untuk menjadi sebab, sesuatu bersentuhan dengan sesuatu yang disebabkan. Misalnya seperti saat kita melihat sebuah bola biliar menggelinding menuju bola lainnya dan bersentuhan. Ketika bola kedua bergerak, kita akan mengatakan bahwa bola pertamalah yang menyebabkan bola kedua bergerak. Kedua, hubungan lain antar-objek yang penting bagi gagasan kausalitas sehari-hari adalah bahwa “akibat pasti dengan segera mengikuti sebab”. Dengan kata lain, sebab harus mendahului akibat. Kita menganggap bola biliar 1 sebagai sebab pergerakan bola biliar 2 ketika mendapatkan dua kesan hubungan antara kedua bola tersebut, yaitu bahwa bola biliar 1 dalam ruang berdekatan dengan bola biliar 2 dan pergerakannya (bola 1) merupakan pendahulu sementara atas pergerakan bola 2. Dua hubungan ini tergabung, sebab (cause) berdekatan secara ruang dengan akibat (effect)dan menjadi pendahulu sementara terhadap akibat, Hume menamakannya conjunctional (hubungan berdekatan).

PENUTUP

       Empirisme, dalam tradisi pengetahuan yang dibangunnya bahwa pengetahuan kebenaran yang sempurna tidak akan diperoleh melalui akal, namun dapat diperoleh melalui panca indera manusia yang meliputi mata, telinga, lidah, kulit, dan hidung.

       Dalam teorinya, David Hume membantah asumsi rasionalisme yang menyatakan bahwa ada ideologi dan prinsip yang kita ketahui dari pikiran yang terpisah dari semua pengalaman.

      Hukum ini direduksi atas proses keterurutan yang sifatnya stagnan seperti yang dicontohkan dalam api yang mendidih karena adanya potensi aktif yang tidak dapat diterima oleh panca indera.

      John Locke John Locke seorang Filsuf dari Inggris di anggap sebagai pendiri empirisme yang yakin bahwa kita belajar tentang dunia hanya dari pengalaman indra, bukan dari kemampuan lahiriah yang menyebabkan kita melihat ide yang jelas dan terbedakan hanya dengan rasio.

       Pada konteks melihat fenomena kausalitas, Hume mengajukan pertanyaan yang sangat umum yakni kesan apa yang memunculkan gagasan tentang adanya sebab (cause) Terhadap pertanyaan ini, Hume menggunakan prinsip empirisme skeptis yang telah dia rintis.

REFERENSI

Ainun Rahmat Hidayat. 2018. Filsafat Berpikir: Teknik-teknik Berpikir Logis Kontra Kesesatan Berpikir. Pamekasan: Duta Media Publishing

Asc. Prof. Dr. Waston. 2019. Filsafat Ilmu dan Logika. Surakarta: Muhammadiyah University Press

Harun Hadiwijono. 1983. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius.

Bagus, Loren.1996.  Kamus Filsafat. I. Jakarta: Gramedia

Daruni Asdi, Endang; Aksa, Husnan. 1982. Filsuf-filsuf Dunia Dalam Gambar. Yogyakarta: Karya Kencana.

Harun Hadiwijono. 1983. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius.

Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius.

Franz Magnis-Suseno. 1992. Filsafat sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius. ***

WartaNusantara

WartaNusantara

Related Posts

Jelang HUT ke-80 RI, Pemkab Malaka Gelar Berbagai Perlombaan
Uncategorized

Jelang HUT ke-80 RI, Pemkab Malaka Gelar Berbagai Perlombaan

Jelang HUT ke-80 RI, Pemkab Malaka Gelar Berbagai Perlombaan BETUN : WARTA-NUSANTARA.COM -- Untuk menyemarakkan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT)...

Read more
Bupati Lembata Sambut Hangat Kepulangan Meisya, Petugas LPSK Kawal Ketat 

Bupati Lembata Sambut Hangat Kepulangan Meisya, Petugas LPSK Kawal Ketat 

Bantuan Pakaian Bagi Korban Erupsi Lewotobi Disalurkan di Flores Timur

Aliansi Terlibat Bersama Korban Geothermal Flores Surati Gubernur NTT Melki Laka Lena

Wagub Johni Asadoma Dorong UPG 1945 NTT  Hadirkan Layanan Pendidikan Berkualitas

Wagub Johni Asadoma Dorong UPG 1945 NTT  Hadirkan Layanan Pendidikan Berkualitas

Suara Untuk Aksi Iklim Berkeadilan : Diskusi Publik Masa Depan Berkelanjutan di Indonesia

Suara Untuk Aksi Iklim Berkeadilan : Diskusi Publik Masa Depan Berkelanjutan di Indonesia

Ayo Membaca di Lapak Pinggir Jalan Dukung Program Literasi Lembata

Ayo Membaca di Lapak Pinggir Jalan Dukung Program Literasi Lembata

Load More
Next Post
KORELASI ANTARA IMAN DAN RASIO (Relevansi Pada Hidup Dan Pemikiran Santo Agustinus)

KORELASI ANTARA IMAN DAN RASIO (Relevansi Pada Hidup Dan Pemikiran Santo Agustinus)

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ads

Tag

mostbet mostbet UZ Sastra
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Polkam
  • Internasional
  • National

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In