Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Kis. 2:14.22-33; 1Pet.1:17-21; Luk. 24:13-35
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, injil hari ini kita mendengarkan cerita Lukas tentang penampakan Yesus kepada dua murid-Nya menuju jalan ke Emaus. Emaus dalam bahasa Ibrani, Hamat, artinya “sumber air panas”, Emaus adalah sebuah kota kuno yang terletak kira-kira 7 mil (11 km) di barat laut kota Yerusalem sekarang. Kampung kuno itulah yang menjadi tujuan perjalanan kedua murid. Entah apa alasan sebenarnya kedua murid Yesus menuju ke sana, tetapi yang pasti tindakan kedua orang murid itu justru berlainan dengan sebagai besar murid Yesus yang memilih tinggal di Yerusalem.
Rupanya mereka sedang dalam dilemma iman yang tinggi, antara peraya atau tidak percaya akan fakta kebangkitan Guru dan Tuhan mereka. Mereka bingung. Mungkin mreka bertanya-tanya dalam hati:” Benarkah Yesus itu bangkit?” Mereka resah dan gelisah akan fakta kebangkitan itu. Maka sepanjang perjalanan 11 km itu, mereka bercerita dan terus bercerita. Yesus yang adalah Guru dan Tuhan itu tahu apa yang sedang mereka perbincangkan. Tetapi Dia sengaja bertanya kepada kedua murid itu:” Apakah yang kamu percakapkan sementara kamu berjalan?”
Lalu selanjutnya mereka menceritakan peristiwa yang hingga saat itu, membuat mereka bingung nyaris tak percaya. Maka begitu selesai mendengar cerita mereka, Yesus “mengecam” mereka, katanya: “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Diadalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musadan segala kitab nabi-nabi.
Murid-murid itu mendengar sampai tuntas apa yang dikatakan Yesus. Tetapi, lagi-lagi, masih ada sesuatu yang menghalangi mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Yesus. Yesus sadar, bahwa perjalanan panjang sambil bercerita dengan kedua murid ini belum membuat mereka mengenal-Nya. Bahkan kutipan-kutipan biblis untuk menjelaskan tentang sosok yang bangkit itu pun tak membuat mereka mengenal, apalagi percaya pada fakta kebangkitan. Maka cara berikut yang digunakan Yesus adalah berbuat seolah-olah hendak meneruskan perjalanan-Nya. Tetapi mereka sangat mendesak-Nya, katanya: “Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam.” Lalu masuklah Ia untuk tinggal bersama-sama dengan mereka. Saat bersama mereka dalam keheningan malam, tatkala kedua murid itu “tidak lagi ada kesibukan untuk berjalan keluar dirinya, Yesus kemudian duduk duduk dan bahkan makan dengan mereka. Namun sebelum makan, perbuatan khas Yesus yang dilakukan terakhir pada Malam Perjamuan ditunjukan kembali kepada kedua murid itu. Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Saat itu juga terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka. Kata mereka seorang kepada yang lain: “Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?” Lalu bangunlah mereka dan terus kembali ke Yerusalem. Iman mereka diteguhkan kembali dengan peristiwa suci mulia itu. Maka sesampainya mereka di Yerusalem, mereka dengan penuh sukacita dalam keteguhan iman mengatakan kepada para murid yang lain:” Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon. Lalu kedua orang itupun menceriterakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenal Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti.”
Bapa, ibu, saudara, saudari, peristiwa di jalan ke Emaus dicatat dalam injil Lukas bab 24 sebagai bab yang terakhir. Namun saudara-saudaraku, ini merupakan “Bab Baru” dalam permulaan kisah kita sebagai orang Kristen. Cerita dua murid di jalan Emaus itu, adalah gambaran tentang kisah kita di hari ini. Jadi jangan salah sangka bahwa cerita itu berhenti pada kisah murid Kleopas dan yang lainnya tanpa nama. Kisah itu akan terus-menerus menjadi kisah kita dari zaman ke zaman yang memiliki makna sebagai sebuah kritikan akan tingkat kesibukan manusia Kristen dewasa ini.
Bahwa dewasa ini, Tuhan Sang Emanuel senantiasa berjalan bersama dalam perjalanan hidup kita masing-masing, namun masih saja ada sesuatu yang menghalangi mata iman kita sehingga kita tidak dapat mengenal Yesus. Kita terlalu focus dengan diri kita. Kita terlalu focus dengan masalah hidup yang melilit kita. Kita terlalu sibuk dengan pikiran kita sendiri, Kita terlalu memikirkan diri sendiri; Pada akhirnya lupa, kita nyaris tak mengenal Yesus yang sedang berjalan lewat dalam lika-liku dan lekak-lekuk garis kehidupan kita,Bahkan kita akhirnya menjauh dari pada-Nya oleh karena badai hidup yang begitu dahsyat menggerogoti hidup kita.
Jadi, pengalaman di jalan ke Emaus adalah model perjalanan Yesus buat kita saat ini. Ia membuka mata kita, mengarahkan kita kepada kehendak Allah dan menyatakan diri-Nya di sepanjang perjalanan hidup kita. Yesus tidak ingin kita tinggal dalam kesedihan dan larut dalam kekecewaan. Ia tidak ingin kita jatuh dalam keputusasaan dan tenggelam dalam kecemasan. Ia tidak ingin kita kehilangan harapan dan memandang masa depan penuh ketakutan. Ia ada bersama kita, berjalan bersama kita, bercakap-cakap dengan kita, tinggal dan makan bersama kita untuk membangkitkan kesadaran kita bahwa tak ada mawar yang tak berduri, tak ada langit yang selalu biru, tak semua jalan tanpa kerikil dan tak ada laut yang tak bergelombang. Ia bangkit untuk meyakinkan kita bahwa Ia selalu menemani kita di sepanjang jalan hidup kita dan bahwa cinta tak boleh kalah oleh kebencian, persaudaraan tak boleh kalah oleh pengkhianatan, sabar tak boleh kalah oleh kemarahan, percaya tak boleh kalah oleh penderitaan dan harapan tak boleh kalah oleh kegagalan.
Di jalan ke Emaus Yesus mengundang kita untuk membiarkan semua yang terjadi berlalu dan bangkit untuk melakukan perjalanan baru. Hanya satu murid yang disebutkan namanya yaitu Kleopas, sedangkan yang satu tidak disebutkan. Lukas ingin kita terlibat dalam pengalaman perjalanan ke Emaus itu dan membawa kita pada kesadaran bahwa kitalah murid yang tidak disebutkan namanya itu. Karena itu, perjalanan ke Emaus adalah perjalanan kita. Perjalanan itu adalah tentang aku, kita dan Tuhan. Terimakasih Tuhan, karena bersama-Mu dalam jalan ke Emaus Kehidupanku, kutemukan kembali kekuatanku imanku:”Sesungguhnya Tuhan telah bangkit!”